Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monopoli Perdagangan pada Masa Penjajahan

Kompas.com - 12/05/2021, 14:16 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketika Bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda melakukan penjelajahan samudera dan tiba di Asia, mereka merasa menemukan daerah yang sangat kaya.

Pasalnya, daerah di Asia, khususnya Indonesia, merupakan wilayah penghasil rempah-rempah yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa.

Dalam perkembangannya, Portugis dan Belanda mampu menjadikan daerah penghasil rempah-rempah seperti Indonesia sebagai koloninya.

Kebijakan kolonial Portugis yang memicu perlawanan lokal adalah monopoli perdagangan.

Kesamaan kebijakan Portugis dan Belanda dalam bidang ekonomi di Nusantara adalah sama-sama menerapkan sistem monopoli perdagangan.

Monopoli perdagangan oleh Bangsa Portugis

Setelah menguasai Malaka pada 1511, Bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque merencanakan mengirim tiga armada untuk membangun monopoli perdagangan.

Dua armada berhasil dikirim, yaitu ke Maluku (untuk mencari cengkeh) dan ke Sunda Kelapa (untuk mencari lada).

Namun, armada ketiga yang rencananya dikirim ke Timor untuk memonopoli kayu cendana tidak terlaksana karena kekurangan kapal.

Baca juga: Faktor Penjelajahan Samudra Bangsa Eropa

Monopoli perdagangan di Sunda Kelapa

Armada yang dikirim ke Sunda Kelapa pada 1513 terdiri dari empat kapal layar yang dimpimpin oleh de Alvin.

Kala itu, Sunda Kepala adalah sebuah pelabuhan dari Kerajaan Pajajaran, yang oleh penulis Portugis bernama Tome Pires disebut Sunda.

Armada Alvin datang ke Sunda Kelapa atas permintaan Raja Sunda, Sang Hyang Prabu Surawisesa yang merasa terancam oleh Cirebon.

Sang raja meminta Portugis untuk membangun benteng dan sebagai imbalannya Portugis akan mendapat prioritas dalam membeli lada.

Namun, kesepakatan tersebut tidak pernah terlaksana karena Demak mengetahui niat Portugis untuk memonopoli perdagangan di Sunda Kelapa.

Dengan demikian, Portugis tidak pernah berhasil menjalankan monopolinya di Sunda Kelapa.

Monopoli di Maluku

Pada 1512, Alfonso de Albuquerque mengirim tiga kapal layar yang dipimpin oleh Antonio de Abreu untuk membangun monopoli perdagangan di Maluku.

Namun, dua dari tiga kapal tersebut karam dalam perjalanan, sementara satu kapal tiba di Maluku dan mengadakan hubungan dengan sultan Ternate.

Sultan Ternate itu berjanji akan menyediakan cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di Pulau Ternate.

Alhasil, sejak 1522 hingga 1570 terjalin hubungan dagang antara Portugis dan Ternate.

Pada periode itu, tidak jarang timbul konflik karena Portugis terus berupaya melakukan monopoli.

Konflik antara Ternate dan Portugis terus meruncing hingga pada pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1584), hak monopoli Portugis berhasil dihapus.

Baca juga: Penjelajahan Samudra oleh Portugis: Latar Belakang dan Kronologi

Monopoli perdagangan oleh Bangsa Belanda

Sejak mendarat di Banten pada 1596, banyak pedagang Belanda terlibat persaingan untuk memperebutkan perdagangan rempah-rempah.

Penjajahan Bangsa Belanda di nusantara berawal dari terbentuknya VOC (Vereenidge Oost Indische Compagnie) pada 1602.

Salah satu tujuan pembentukan VOC adalah untuk memperkuat posisi Belanda sehingga dapat melaksanakan monopoli perdagangan.

Dapat dikatakan VOC mengalami kemajuan pesat dalam waktu singkat.

Di Indonesia bagian timur, VOC memusatkan kedudukannya di Ambon.

Keberhasilannya membantu Sultan Baabullah mengusir Portugis membuka jalan bagi VOC untuk menerapkan monopoli di Maluku.

Untuk merealisasikan niatnya tersebut, VOC menerapkan beberapa kebijakan sebagai berikut.

  1. Hongi tochten (Pelayaran Hongi), yaitu pelayaran pantai yang dilengkapi angkatan perang untuk mengawasi para pedagang Maluku agar tidak menjual rempah-rempah kepada pedagang lain dan jika melanggar akan mendapat hukuman berat.
  2. Ekstirpasi, yaitu menebang tanaman rempah-rempah penduduk agar produksinya tidak berlebihan.
  3. Contingenten, yaitu kewajiban rakyat membayar pajak dalam bentuk hasil bumi.

Baca juga: Perlawanan Terhadap VOC di Maluku, Makassar, Mataram, dan Banten

Pada 1641, VOC berhasil menggantikan posisi Potugis di Malaka.

Keberhasilan ini mampu memperkuat kedudukan VOC di wilayah Indonesia bagian barat,
Setelah berhasil menguasai Malaka, VOC menaklukkan Aceh.

Pada 1667, VOC memaksa Sultan Hasanuddin, penguasa Makassar, menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya.

Perjanjian itu menandai kekuasaan VOC di Makassar.

Kekuasaan VOC kemudian meluas ke Kalimantan setelah Raja Sulaiman terpaksa memberikan hak monopoli dagang kepada VOC.

Untuk mengawasi kegiatan monopoli perdagangan di beberapa wilayah di nusantara, VOC tetap menjalankan Pelayaran Hongi.

Puncaknya pada abad ke-18, VOC telah menguasai hampir seluruh wilayah Indonesia.

 

Referensi:

  • Makfi, Samsudar. (2019). Masa Penjajahan Kolonial. Singkawang: Maraga Borneo Tarigas.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia (1700-1900). Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com