Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raja-Raja Kerajaan Pajajaran

Kompas.com - 07/05/2021, 15:42 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Prabu Siliwangi begitu mencurahkan perhatian pada pembinaan agama, pembuatan parit pertahanan, memperkuat angkatan perang, membuat jalan, dan menyusun formasi tempur di darat, tetapi angkatan lautnya terbilang lemah.

Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Banten

Surawisesa

Surawisesa adalah keturunan Prabu Siliwangi dari Mayang Sunda yang dalam Carita Parahyangan disebut sebagai perwira perkasa dan pemberani.

Selama 14 tahun memerintah, Surawisesa melakukan 15 kali pertempuran.

Menurut berita Portugis, Surawisesa pernah memimpin utusan ke Malaka untuk meminta bantuan Portugis.

Dalam kunjungannya, disepakati persetujuan antara Pajajaran dan Portugis mengenai perdagangan dan keamanan.

Hal ini dilakukan untuk menghadapi ancaman pasukan Kerajaan Demak.

Namun, sebelum Portugis mendirikan bentengnya di Sunda Kelapa, pelabuhan tersebut telah direbut Demak pada 1527.

Peristiwa ini yang menyebabkan terputusnya hubungan antara Pajajaran dan Portugis sehingga melemahkan pertahanan Pajajaran.

Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Tarumanegara

Ratu Dewata

Ratu Dewata dikenal sangat alim, taat agama, dan cenderung mengabaikan urusan kemiliteran negara, berbeda dari ayahnya, Surawisesa.

Menurut Carita Parahyangan, pada periode ini terjadi serangan ke ibu kota Pakuan dari musuh yang tidak dikenal asal-usulnya.

Beruntung serangan tersebut tidak berhasil menembus pertahanan kota karena Ratu Dewata memiliki perwira hebat yang pernah mendampingi ayahnya dalam 15 kali pertempuran.

Raga Mulya

Sejak pemerintahan Ratu Nilakendra, Kerajaan Pajajaran mulai mengalami kemunduran.

Raga Mulya kemudian menjadi raja terakhir yang berkedudukan di Pandeglang.

Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Pajajaran diserang oleh Kesultanan Banten.

Berakhirnya Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgasana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru.

Hal ini juga menandai bahwa Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Pajajaran yang sah karena buyut perempuannya adalah putri Sri Baduga Maharaja.

 

Referensi:

  • Asiah, Nur. (2019). Ensiklopedia Kerajaan Indonesia Jilid 3. Jakarta: Mediantara Semesta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com