Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membongkar Misteri di Balik Kematian Alexander Agung

Bagi orang Yunani kuno, ini mengonfirmasi keyakinan bahwa Alexander Agung bukanlah manusia biasa, melainkan seorang dewa.

Pada usia 32 tahun, Alexander Agung telah berhasil menaklukkan sebuah kekaisaran yang meluas dari wilayah Balkan hingga Pakistan modern.

Akan tetapi, saat berada di ambang invasi baru, kesehatannya menurun dan akhirnya meninggal setelah menderita sakit selama 12 hari.

Sejak saat itu, para sejarawan telah berspekulasi mengenai penyebab pasti kematian Alexander Agung dengan mengajukan berbagai hipotesis, termasuk malaria, tifoid, keracunan alkohol, hingga dugaan pembunuhan oleh salah satu pesaingnya.

Teori tentang penyebab kematian Alexander Agung

Salah satu teori menyatakan bahwa Alexander Agung mungkin menderita Sindrom Guillain-Barré (GBS), suatu gangguan neurologis yang diduga menjadi penyebab kematiannya.

Seorang praktisi klinis, Dr. Katherine Hall, mengemukakan dalam sebuah artikel yang diterbitkan di The Ancient History Bulletin pada 2018, bahwa Alexander mungkin menderita Sindrom Guillain-Barré (GBS).

Dia juga berpendapat bahwa orang mungkin tidak melihat tanda-tanda langsung pembusukan pada tubuhnya dengan satu alasan sederhana karena Alexander belum benar-benar meninggal.

Hall menambahkan bahwa kebanyakan teori lain mengenai penyebab kematian Alexander hanya memfokuskan pada demam dan rasa sakit perut sangat menyakitkan yang dialaminya beberapa hari sebelum meninggal.

Dia menjelaskan bahwa Alexander juga mengalami "paralisis progresif, simetris, naik" selama sakitnya.

Meskipun sedang sakit, Alexander tetap memiliki kendali sepenuhnya atas pikirannya hingga saat-saat menjelang kematiannya.

Sindrom Guillain-Barré (GBS) merupakan suatu gangguan autoimun langka, tetapi serius yang membuat sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat dalam sistem saraf.

Hall menjelaskan kombinasi gejala ini lebih mungkin menjadi penyebab kematian Alexander daripada teori-teori lain yang diajukan.

Dia meyakini bahwa Alexander Agung mungkin terinfeksi gangguan ini melalui infeksi Campylobacter pylori, bakteri umum pada zaman itu.

Menurut Hall, Alexander Agung kemungkinan besar mendapat varian GBS yang menyebabkan paralisis tanpa menyebabkan kebingungan atau kehilangan kesadaran.

Waktu kematian Alexander Agung

Para sejarawan telah lama berspekulasi tentang apa yang sebenarnya menyebabkan kematian Alexander.

Namun, Hall menyatakan bahwa Alexander belum meninggal pada saat orang berpikir ia telah meninggal.

Hall berpendapat bahwa karena paralisis yang dialami Alexander semakin meningkat dan tubuhnya memerlukan oksigen lebih sedikit karena hampir berhenti berfungsi, hal ini membuat pernapasannya menjadi kurang terlihat.

Karena pada zaman kuno, para dokter mengandalkan kehadiran atau ketiadaan napas, bukan denyut nadi untuk menentukan apakah seorang pasien hidup atau mati, Hall percaya bahwa Alexander mungkin telah salah diumumkan meninggal sebelum benar-benar meninggal.

"Saya ingin merangsang debat dan diskusi baru dan mungkin menulis ulang buku sejarah dengan mengklaim bahwa kematian sebenarnya Alexander terjadi enam hari setelah diterima sebelumnya," ujar Hall dalam pernyataan dari University of Otago.

Terakhir, Hall menegaskan bahwa kematian Alexander merupakan kasus pseudothanatos atau diagnosis palsu kematian paling terkenal yang pernah dicatat.

Referensi:

  • Pruitt, S. (2019). Alexander the Great Died Mysteriously at 32: Now We May Know Why. HISTORY. A&E Television Networks.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/13/190000179/membongkar-misteri-di-balik-kematian-alexander-agung

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke