Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Terakhir

Tjarda van Starkenborgh Stachouwer adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir.

Ialah tokoh yang menyerahkan Indonesia kepada Jepang dalam Perjanjian Kalijati pada 8 Maret 1942.

Setelah itu, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menjadi tawanan, tetapi dapat berkarier kembali setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II (1942-1945).

Awal karier

Jonkheer Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh Stachouwer lahir di Groningen, Belanda, pada 7 Maret 1888.

Ia merupakan keturunan bangsawan dan negarawan Belanda. Ayahnya merupakan penguasa daerah yang berkaitan dengan Kerajaan Belanda.

Lahir dari kalangan priayi, Tjarda mengenyam pendidikan di sekolah terbaik, seperti di gymnasium Groningen dan Universitas Groningen dengan mengambil jurusan hukum.

Pada 1915, ia bergabung dengan dinas diplomatik Belanda dan menjadi duta besar untuk Belgia.

Masih di tahun yang sama, ia menikahi Christine Marburg, putri Duta Besar Amerika Serikat untuk Belgia.

Diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda

Pada 16 September 1936, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Ia digadang-gadang dapat membangkitkan imperium Belanda, setelah negeri induknya diserbu pasukan Nazi Jerman pada Mei 1940.

Ketika sang ratu, Ratu Wilhelmina, mengungsi ke Inggris, Tjarda masih optimis dan memberikan pidato penyemangat bangsanya bahwa Belanda akan bangkit kembali.

Di sisi lain, sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, ia mengupayakan advokasi kepentingan-kepentingan bumiputra dengan caranya sendiri.

Salah satunya dengan upaya pembebasan tahanan politik di Boven Digoel dan lokasi pengasingan lainnya di Indonesia.

Tjarda juga mengurangi peran kelembagaan Politieke Inlichtingen Dienst (PID), aparat pemerintah yang mengawasi dan menumpas pergerakan nasional Indonesia.

Selama menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda berusaha mempertahankan netralitasnya.

Ia pun menjadi sosok yang dipandang tinggi, baik derajat maupun moralnya. Bukan saja oleh kolega-koleganya, tetapi juga oleh kalangan pergerakan nasionali Indonesia.

Menyerahkan Indonesia kepada Jepang

Pada 11 Januari 1942, Kota Tarakan di Kalimantan Utara jatuh ke tangan Jepang.

Tjarda van Starkenborgh Stachouwer kemudian menyatakan perang terhadap Jepang dan mengerahkan segala kemampuannya untuk mempertahankan Indonesia, imperium Belanda terbesar di Asia.

Usahanya yang juga telah didukung pasukan Sekutu masih gagal untuk menjinakkan kekuatan Jepang.

Di saat-saat terakhir, Tjarda memerintahkan Letnan Gubernur Jenderal Hubertus van Mook untuk melarikan diri ke Australia.

Van Mook inilah yang nantinya mengisi jabatan Gubernur Jenderal di pengasingan.

Tjarda juga memerintahkan Laksamana Condrad Emil Lambert Helfrich menuju Sri Lanka dan pengungsian beberapa pejabat ke Australia.

Tjarda sendiri, bersama keluarganya, memilih menunggu pasukan Jepang, yang telah menjebol pertahanan laut dalam Perang Laut Jawa (1-7 Maret 1942).

Ia kemudian menyerahkan pimpinan perang ke tangan Jenderal Hein teer Poorten, komandan KNIL.

Jenderal Hitoshi Imamura mengirim perwakilan kepada Belanda untuk menyampaikan keinginannya mengadakan perjanjian.

Letnan Jenderal Ter Poorten sempat meminta Tjarda menolak permintaan Jenderal Imamura.

Mendengar penolakan itu, Jenderal Imamura mengeluarkan ultimatum, bila pada pagi hari 8 Maret 1942 pukul 10.00 para petinggi Belanda belum berada di Kalijati, maka Bandung akan dibom sampai hancur.

Saat itu, Bandung menjadi pusat pemerintahan setelah Jakarta ditaklukkan Jepang pada 1 Februari 1942.

Karena itu, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Tjarda akhirnya menandatangani Perjanjian Kalijati, yang isinya menyatakan bahwa Belanda menyerahkan wilayah Indonesia seluruhnya kepada Jepang tanpa syarat.

Menjadi tawanan perang

Setelah penyerahan Indonesia kepada Jepang, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, keluarganya, dan pejabat pemerintah serta militer Belanda yang masih tersisa, menjadi tawanan.

Tjarda ditawarkan untuk menjadi tahanan rumah oleh Jepang, tetapi menolak diberi perlakuan khusus.

Ia pun dipisahkan dari istri dan anaknya, yang ditempatkan di kamp tawanan perang berbeda.

Tjarda kemudian dipindahkan ke kamp Manchuria di Hsien (sekarang Liaoyuan, China) bersama beberapa jenderal terkemuka lainnya.

Ia bebas pada 16 Agustus 1945, sesaat setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan menyatakan menyerah tanpa syarat ke Sekutu.

Kembali berkarier

Setelah bebas, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer kembali ke Belanda bersama keluarganya.

Sebenarnya ia ditawari oleh Ratu Wilhelmina untuk kembali menjabat Gubernur Jenderal, tetapi menolak.

Tjarda secara resmi mengundurkan diri pada 16 Oktober 1945.

Setelah itu, ia menjadi Duta Besar Belanda untuk Perancis (1945-1948), kemudian menjadi perwakilan Belanda untuk NATO (1950-1956).

Tjarda meninggal di Wassenaar, Belanda, pada 16 Agustus 1978, dalam usia 90 tahun.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/04/090000279/tjarda-van-starkenborgh-stachouwer-gubernur-jenderal-hindia-belanda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke