Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sengkon dan Karta, Dua Petani yang Dituduh Merampok dan Membunuh

Kedua petani ini dituduh menjadi pelaku pembunuhan pasangan Sulaiman dan Siti Haya pada November 1974.

Tiga tahun kemudian, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Bekas tahun 1977, Sengkon dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun, sedangkan Karta dijatuhi pidana penjara selama 7 tahun.

Namun, di tengah sedang menjalani hukumannya, tiba-tiba pembunuh asli Sulaiman-Siti Haya mengakui perbuatannya.

Lalu, bagaimana akhir dari kisah Sengkon dan Karta?

Dituduh merampok dan membunuh

Sengkon dan Karta adalah dua petani miskin yang tinggal di Desa Bojongsari, Bekasi.

Semasa hidupnya, Sengkon dan Karta harus bersusah payah bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Namun nahasnya, pada 1974, sebuah masalah besar menimpa kedua petani itu.

Sengkon dan Karta dituding menjadi pelaku perampok dan pembunuhan sepasang suami istri bernama Sulaiman dan Siti Haya.

Oleh sebab itu, aparat kepolisian langsung menciduk Sengkon dan Karta.

Konon, Sengkon dan Karta mengalami siksaan fisik agar mau mengakui perbuatan keji mereka tersebut.

Namun, Sengkon dan Karta terus mengelak dan mengatakan mereka tidak bersalah.

Dijebloskan ke penjara

Pada akhirnya, seberapa kuat usaha Sengkon dan Karta menyelamatkan diri, mereka tetap divonis bersalah atas perbuatan perampokan dan pembunuhan.

Sengkon dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun dan Karta selama tujuh tahun.

Mereka menjalani hukuman penjara di LP Cipinang.

Di tengah masa hukumannya, Sengkon dan Karta bertemu dengan tahanan lain bernama Gunel yang masih memiliki hubungan darah dengan Sengkon.

Pada saat itu, Gunel dipenjara atas kesalahannya melakukan pencurian.

Lebih lanjut, Gunel juga mengaku kepada Sengkon bahwa ia merupakan pelaku perampokan di Desa Bojongsari dan membunuh Sulaiman-Siti Haya.

Dalam pengakuannya, Gunel menyatakan membunuh Sulaeman pada 20 November 1974 di Kampung Bojongsari, Desa Jatiluhur, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, bersama dengan tiga orang lainnya.

Kronologi pembunuhan Sulaeman dan Siti Haya oleh Gunel Cs

Diuraikan, mula-mula di rumah salah satu pelaku, yaitu N, mereka berunding.

Lalu, pada pukul 12.00, mereka pergi ke rumah E dengan membawa golok dan senter.

Di rumah E yang terletak di Kampung Cakung Payangan Pondok Gede ini mereka kembali berunding sampai malam hari.

Setelah diskusi panjang, mereka segera menuju ke rumah Sulaeman. Sesampainya di sana, Gunel segera menyusun siasat, ia bersama S akan masuk ke rumah, sedangkan W dan N berjaga di pintu luar.

Gunel dan S mencongkel pintu belakang rumah Sulaeman-Siti Haya dan segera masuk ke dalam menuju ke kamar Sulaeman.

Namun, begitu masuk, Gunel dan S dikagetkan dengan Sulaeman-Siti Haya yang ternyata sudah bangun.

Tanpa berlama-lama, Gunel segera memukul dan membacok tubuh Sulaeman dan istrinya secara bertubi-tubi.

Menurut gambaran jaksa saat itu, tubuh Sulaeman dan Siti Haya dipenuhi dengan luka dan memar.

Berdasarkan hasil visum, Sulaeman mengalami luka memar di 15 tempat, sedangkan Siti Haya 12 tempat.

Salah satu luka serius yang dialami Sulaeman berupa putusnya pergelangan tangan.

Perbuatan para tertuduh, menurut jaksa, telah melanggar Pasal 55 Jo 340 jo 486 KUHP (Pembunuhan Berencana), Pasal 50 jo 338 jo 386 KUHP (pembunuhan dengan sengaja), Pasal 55 jo 486 KUHP (menganiaya berat hingga korban tewas) dan Pasal 55 jo 365 KUHP (pencurian dengan kekerasan sampai mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain).

Dalam kasus ini, kalung emas dan uang kontan sebesar Rp 20.000 diambil oleh para pelaku.

Perdebatan tudingan terhadap Sengkon dan Karta

Saksi Ustadz Siradjuddin tetap yakin bahwa yang merampok serta membunuh Sulaeman-Siti Haya adalah Sengkon dan Karta.

Pada waktu kejadian, dini hari, seorang tetangga bernama Pii datang kepadanya dan melaporkan ada perampokan di rumah Sulaeman.

Siradjuddin pun segera bergegas menuju ke rumah Sulaeman. Sesampainya di sana, Siradjuddin melihat Sulaeman dan Siti Haya sudah bersimbah darah.

Tidak lama kemudian, ambulans datang. Menurut penuturan Ustadz Siradjuddin, ambulans yang datang berupa mobil jeep.

Masih menurut keterangan Siradjuddin, ia mengatakan bahwa Sulaeman dibawa dengan mobil ambulans jeep dengan cara didudukkan setengah tiduran.

Namun, penuturan saksi lain, yaitu Jatun berbeda.

Jatun yang masih saudara ipar Sulaeman ikut mengantarkan ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Menurut keterangannya, Sulaeman saat itu diangkut dengan mobil yang diberi alas kasur, di mana kasur tersebut adalah milik Sulaeman.

Untuk meyakinkan bahwa korban tidak diangkut sambil duduk, saksi Jatun menyebutkan bahwa Sulaeman minta didudukkan karena pegal ketika mereka masih berada di daerah kampung Rawa Lele.

Menurut saksi, kondisi Sulaeman saat itu masih dapat bicara dengan jelas.

Bahkan, disebutkan pula bahwa Sulaeman sempat berpesan kepada Jatun, yaitu “kalau saya tak ada umur, abang penasaran, tuntutlah Sengkon dan Karta”.

Menurut pemberitaan, Sulaeman mengembuskan napas terakhir pukul 11.00 WIB, sedangkan Siti Haya pukul 14.00 WIB.

Kelanjutan nasib Sengkon dan Karta

Setelah melalui lika-liku panjang, pada akhirnya Gunel Cs dinyatakan sebagai tertuduh utama kasus perampokan dan pembunuhan Sulaeman-Siti Haya.

Gunel dituntut hukuman penjara selama 12 tahun.

Setelah putusan atas Gunel dan teman-temannya dikeluarkan, Sengkon dan Karta mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Bekasi.

Lebih lanjut, pada 3 November 1980, Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi Artomo Singodiredjo SH mengajukan permohonan schorsing (penundaan) kepada Kepala LP Cipinang agar Sengkon dan Karta dibebaskan terlebih dahulu.

Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh Jaksa Agung Ali Said SH, yang mengirim surat kepada Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Agung dengan maksud sama.

Sengkon dan Karta bebas

Pada akhirnya, tanggal 4 November 1980, Sengkon dan Karta resmi dibebaskan.

Sengkon yang pada saat itu sedang dirawat di rumah sakit di LP Cipinang segera dibantu oleh para perawat berganti pakaian.

Kemudian, pukul 14.10, mereka diajak keluar.

Karta pulang menggunakan colt, sedangkan Sengkon diangkut dengan mobil ambulans.

Karta diketahui pulang ke rumah orang tua angkatnya di Kampung Pondok Rangon.

Sebab, rumah dan tanahnya sudah habis dijual untuk biaya hidup anak dan istrinya selama ia dipenjara.

Sementara itu, Sengkon diantar ke RSU Daerah Bekasi untuk melanjutkan perawatannya.

Pada saat itu, Sengkon sedang mengidap penyakit TBC.

Referensi:

  • Lubis, T Mulya. Alexander Lay. (2009). Kontroversi Hukuman Mati, Perbedaan Pendapat Hakim Konstitusi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
  • AMD. (13 Maret 1980). Tertuduh Ditemukan Terhukum dalam Kasus yang Sama. Arsip Kompas.
  • AMD. (19 Maret 1980). Disidangkan Kembali, Perkara Pembunuhan Suami-Isteri Sulaeman. Arsip Kompas.
  • AMD. (24 April 1980). Keterangan Dua Saksi Saling Berbeda. Arsip Kompas.
  • AMD. (20 Juni 1980). Tertuduh Utama Dituntut Hukuman 12 Tahun. Arsip Kompas.
  • AMD. (16 Oktober 1980). Dari Sidang Pembunuhan Suami Istri Sulaeman: Gunel Dihukum 12 Tahun Penjara. Arsip Kompas.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/08/02/140000279/sengkon-dan-karta-dua-petani-yang-dituduh-merampok-dan-membunuh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke