Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Transendensi Diri: Melampaui Batas Diri Melalui Kurban

Walaupun secara spesifik, latar belakang dan ritualnya berbeda, tetapi secara umum ada tujuan-tujuan yang sama, baik tujuan “vertikal” (bagi sesuatu yang Ilahi) maupun tujuan “horizontal” (bagi orang lain).

Tujuan “vertikal” pada ritual penyembelihan hewan kurban antara lain sebagai kurban persembahan oleh manusia kepada Tuhan; wujud syukur manusia atas rahmat dan berkat dari Yang Maha Kuasa; ungkapan tobat kepada Yang Maha Rahim atas dosa-dosa dan kesalahan yang manusia lakukan; serta wujud laku bakti manusia kepada Sang Pencipta.

Tujuan “horizontal” pada ritual penyembelihan hewan kurban antara lain membagikan ungkapan syukur kepada orang lain; membantu terwujudnya kesejahteraan bersama; dan ungkapan terima kasih atas dukungan dan perhatian orang lain.

Bila membaca tujuan-tujuan tersebut, sebenarnya secara umum ritual penyembelihan hewan kurban adalah wujud manusia yang berkurban untuk sesuatu di luar dirinya.

Walaupun yang disembelih adalah hewan, tetapi hewan yang disembelih adalah milik si orang yang berkurban.

Sebelum hewan kurban disembelih pasti akan ada manusia yang memperjuangkan keberadaan hewan tersebut.

Ritual penyembelihan hewan kurban adalah budaya yang merepresentasikan bahwa manusia perlu untuk mengarahkan diri kepada sesuatu yang lebih besar daripada dirinya.

Kebutuhan Transenden

Kebutuhan Transendensi Diri dikemukakan oleh Abraham Maslow adalah ilmuwan psikologi asal Amerika.

Ia adalah pionir dari aliran psikologi humanistik, aliran psikologi yang berfokus pada potensi-potensi dalam diri manusia untuk mengaktualisasikan diri. Salah satu teori terkenal dari Maslow ialah teori hirarki kebutuhan manusia.

Di teori hirarki kebutuhan “versi” terbaru, Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan tertinggi yang bisa mendorong manusia berperilaku adalah kebutuhan transeden.

Kebutuhan ini terkait dengan kesadaran manusia bahwa mereka perlu terhubung dan memberikan diri pada sesuatu yang lebih besar daripada dirinya, seperti alam semesta, mahkluk hidup yang lain, kosmos, dan “sesuatu” yang manusia anggap sebagai Sang Pencipta atau Sang Maha Kuasa.

Seseorang yang didorong oleh kebutuhan transenden akan terdorong kepada sesuatu di luar diri sendiri.

"Tujuan di luar diri sendiri" dapat melibatkan pelayanan kepada orang lain, dan pengabdian pada suatu ideal (misalnya kebenaran, keadilan, dan kejujuran), atau tujuan tertentu (misalnya, kesejahteraan bersama, lingkungan yang sehat, penelitian ilmiah yang bermanfaat, dan keyakinan agama yang mendewasakan).

Hal-hal ini juga merupakan ekspresi dari keinginan untuk bersatu dengan apa yang dianggap sebagai yang transenden atau ilahi.

Diri yang transenden akan mengalami pengalaman yang ditandai dengan munculnya perasaan adanya identitas yang melampaui atau melebihi diri.

Seseorang yang didorong oleh kebutuhan untuk transendensi diri akan melakukan sesuatu semata-mata untuk sesuatu yang Ilahi ataupun sesuatu yang lebih besar darinya.

Kurban dan Transendensi Diri

Pada berbagai agama, suku, dan budaya, ritual kurban yang bermakna adalah yang ditujukan untuk sesuatu di luar diri sendiri. Kurban baru menjadi bermakna bila dilakukan untuk orang lain atau bagi sesuatu yang Ilahi.

Ritual penyembelihan hewan kurban dapat dipandang sebagai sarana untuk transendensi diri. Melalui laku ini orang yang berkurban sedang memberikan diri pada sesuatu yang lebih besar daipada dirinya, dan atau sesuatu yang agung dan Ilahi.

Ritual ini, apabila didorong oleh kebutuhan transenden, akan membuat seseorang mengalami perasaan melebihi diri sendiri.

Menyembelih hewan bisa saja didorong oleh kebutuhan fisiologis, seperti misalnya supaya bisa dimakan dan tidak mati kelaparan; bisa juga menyembelih hewan hanya agar terlihat “mampu” oleh orang lain; atau bisa saja ikut berkurban supaya tetap diterima dalam komunitasnya, akan tetapi dorongan-dorongan semacam ini tidak akan mengantarkan seseorang pada perasaan “melampau diri”.

Dorongan semacam ini berujung pada munculnya selalu munculnya rasa “kurang”, seberapa banyakpun hewan, materi, uang, waktu, tenaga, dan pikiran yang dikurbankan.

Bagi diri sendiri, ber- “kurban” sebenarnya kesempatan untuk mendapatkan pengalaman merasakan rasa melampaui diri sendiri dengan luar biasa, tidak sekadar agar tidak lapar atau agar dihargai orang lain. Hal semacam ini membantu orang sejahtera secara psikologis.

Bagi sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri, niat dan dorongan yang tepat pada perilaku ber-“kurban” adalah jalan menuju kesejahteraan bersama.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/29/161131979/transendensi-diri-melampaui-batas-diri-melalui-kurban

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke