Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Muasal Kuli Angkut di Indonesia, Andil Kolonialisme Belanda

KOMPAS.com - Kuli angkut adalah nama lain dari porter.

Di masa kini, khalayak ramai masih menjumpai porter atawa kuli angkut.

Selain di pasar-pasar tradisional, porter alias kuli angkut masih terdapat juga di stasiun-stasiun kereta api.

Konon, mereka mendapat upah sesuai kesepakatan dengan konsumen.

Porter

Catatan datang dari sumber literatur di laman Kompas.com edisi 6 Oktober 2021.

Ternyata, kolonialisme Belanda menjadi cikal bakal muasal kuli angkut atau porter.

Tahun 1870 adalah momentumnya.

Pemerintah Kolonial Belanda merilis beleid gula.

Peraturan gula adalah ambang dari realisasi Politik Pintu Terbuka.

Secara garis besar, Politik Pintu Terbuka adalah kebijakan pemerintah Kolonial Belanda memberi peran lebih besar kepada swasta di bidang perkebunan di wilayah jajahan.

Beleid itu memberikan peluang pihak swasta ikut andil dalam perkebunan tebu setelah sebelumnya perkebunan tebu menjadi monopoli pemerintah Kolonial Belanda.

Alhasil, peraturan itu membuat membanjirnya kesediaan tenaga kerja.

Banyak dari tenaga kerja berasal dari kalangan tidak terampil dan tidak terdidik.

Mereka hanya mengandalkan tenaga demi sesuap nasi.

Alhasil, pekerjaan yang paling bisa ditekuni adalah menjadi kuli angkut, memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan cara memikul maupun menenteng.

Upah yang diterima porter kebanyakan di bawah rata-rata.

Kendati begitu, banyak dari para kuli angkut atau porter tetap memilih pekerjaan itu karena tak punya plihan lain.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/04/03/140000879/muasal-kuli-angkut-di-indonesia-andil-kolonialisme-belanda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke