Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Hari Film Nasional 30 Maret

Penetapan Hari Film Nasional dilakukan oleh Presiden BJ Habibie melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 25 Tahun 1999.

Apabila membuka kembali sejarahnya, penetapan 30 Maret sebagai Hari Film Nasional sebenarnya telah diusulkan sejak 1962.

Bagaimana sejarah Hari Film Nasional yang diperingati setiap 30 Maret?

Penetapan 30 Maret sebagai Hari Film Nasional

Meski secara umum modernisasi terlambat masuk ke Hindia Belanda (Indonesia), pertunjukan film sudah bisa dinikmati oleh penduduk Batavia (Jakarta) pada 1901.

Indonesia lebih dulu merasakan kegemparan orang menyaksikan film dibanding Korea dan Italia yang baru menikmatinya pada 1903 dan 1905.

Pada 1926, film cerita mulai diproduksi di Indonesia. Saat itu produser dan sutradaranya adalah orang Belanda.

Sampai dengan 1950, setidaknya ada 125 film yang telah diproduksi oleh sutradara-sutradara berkebangsaan Belanda, Tionghoa, dan Indonesia.

Orang Indonesia pertama yang menjadi sutradara film adalah Bachtiar Effendy, sebelum akhirnya memilih beralih ke dunia pers.

Setelah Bachtiar Effendy, beberapa pribumi lain juga tampil menjadi sutradara film.

Pada 1949, Usmar Ismail yang sebelumnya anggota staf pengarang Pusat Kebudayaan Jakarta dan Mayor TNI di Yogyakarta, mulai bekerja untuk South Pacific Film Corporation.

Setelah berhasil menyutradarai beberapa film, Usmar Ismail bersama beberapa teman seniman mendirikan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia).

Dengan modal pesangon dari dinas ketentaraan, Usmar Ismail kemudian membuat film The Long March, yang lebih populer dengan judul Darah dan Doa.

Pada 30 Maret 1950, rombongan produksi Darah dan Doa berangkat ke Purwakarta untuk memulai proses pengambilan gambar.

Darah dan Doa mengisahkan perjalanan pulang pasukan TNI Divisi Siliwangi dari Yogyakarta ke Jawa Barat setelah ibu kota sementara Indonesia saat itu diduduki Belanda.

Hari pertama pengambilan gambar Darah dan Doa kemudian ditetapkan sebagai Hari Film Nasional oleh Dewan Film Indonesia (DFI) dalam pertemuan organisasi-organisasi perfilman padan 11 Oktober 1962.

Mengapa harus 30 Maret?

Meski sudah ditetapkan oleh DFI, Hari Film Nasional belum sepenuhnya diterima dan tidak dirayakan.

Di samping 30 Maret, ada tiga tanggal lain yang diusulkan menjadi Hari Film Nasional, salah satunya 19 September.

Tanggal 19 September adalah hari peliputan pidato pertama Presiden Soekarno di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas).

Peliputan rapat umum yang berlangsung sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI oleh juru kamera BFI (Berita Film Indonesia) itu dianggap mengandung nilai kepahlawanan karena sangat berbahaya.

Pada 1964, pegiat perfilman komunis mengusulkan 9 Mei sebagai Hari Film Nasional.

Dasarnya adalah tanggal pendirian PAPFIAS (Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat).

Usulan tersebut cepat menguap, terlebih setelah itu terjadi Peristiwa G30S.

Pada 1980-an, ketika situasi politik cukup stabil dan industri perfilman Indonesia berkembang pesat, gagasan mengenai Hari Film Nasional kembali dibahas.

Namun, usulan 30 Maret masih sulit dijadikan keputusan bersama karena ada gagasan tanggal 6 Oktober.

Tanggal 6 Oktober adalah hari penyerahan perusahaan Nippon Eiga Sha oleh penguasa Jepang kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi BFI.

Usulan 6 Oktober langsung ditolak, karena tidak mengandung nilai perjuangan, sehingga dua pertimbangan utamanya adalah 30 Maret atau 19 September.

Setelah dilakukan pembahasan lebih lanjut, 19 September dirasa kurang tepat diperingati sebagai Hari Film Nasional karena merupakan sebuah peristiwa jurnalistik, bukan pembuatan film cerita.

Akhirnya, Dewan Film Nasional menetapkan Hari Film Nasional pada 30 Maret sesudah penerbitan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman.

Bersamaan dengan itu, Darah dan Doa dinobatkan sebagai film Indonesia pertama karena disutradarai oleh orang Indonesia asli, diproduksi oleh perusahaan film Indonesia, dan diambil gambarnya di Indonesia.

Alasan lain, Darah dan Doa diangap mencerminkan kesadaran nasional dan mengisyaratkan lahirnya sejarah film Indonesia.

Hari Film Nasional kemudian disahkan sebagai peringatan nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 25 Tahun 1999, yang ditandatangani oleh Presiden BJ Habibie pada 29 Maret 1999.

Sejak itu, tanggal 30 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional.

Referensi:

  • Pasaribu, Adrian Jonathan. (2017). Merayakan Film Nasional. Jakarta: Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/30/190000679/sejarah-hari-film-nasional-30-maret

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke