Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Prasasti Tengkulak E, Berisi Perubahan Aturan Pajak

Meski tidak diketahui tahun pembuatannya, Prasasti Tengkulak E diperkirakan berusia paling muda dari Prasasti Tengkulak lainnya.

R Goris, yang meneliti prasasti ini, menduga bahwa Prasasti Tengkulak E berasal dari zaman Raja Jayapangus, yang memerintah Bali dari tahun 1177-1181.

Apa isi Prasasti Tengkulak E?

Isi Prasasti Tengkulak E

Semua Prasasti Tengkulak ditempatkan di Pura Panti Pasek, Dusun Tengkulak, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

Lempengan-lempengan prasasti ini pertama kali diteliti oleh R Goris dan Ktut Ginarsa, yang melakukan pembacaan pada 25 April 1957.

Prasasti Tengkulak E terdiri dari 11 lempengan tembaga.

Akan tetapi, lempengan yang tersisa hanya lima, yakni lempeng 2, 3, 6, 9, dan 10. Sedangkan lempengan 1, 4, 5, 7, 8, dan 11 tidak ditemukan.

Hal itu mengakibatkan para peneliti kesulitan untuk mengetahui kapan prasasti ini dibuat, karena lempengan pertama yang biasanya memuat angka tahun tidak ada.

Dari hasil pembacaan, R Goris memperkirakan Prasasti Tengkulak E dibuat pada masa pemerintahan Raja Jayapangus, yang menguasai Bali dari tahun 1177-1181.

Ukuran Prasasti Tengkulak E sedikit lebih besar dari prasasti Tengkulak lainnya, yakni 41,5 x 9 cm.

Hampir semua Prasasti Tengkulak ditulis menggunakan huruf Jawa Kuno, dengan gaya tulisan yang disesuaikan dengan zamannya.

Hanya Prasasti Tengkulak E yang menggunakan huruf berbeda, yang biasa dikenal dengan huruf Majapahit.

Mengingat Prasasti Tengkulak E dikeluarkan sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit, diduga tulisan ini menjadi cikal-bakal huruf Majapahit yang berkembang di Jawa Timur pada abad ke-14.

Adapun bahasa utama pada Prasasti Tengkulak adalah Bahasa Jawa Kuno, dengan sedikit sisipan kata-kata dalam Bahasa Bali Kuno.

Isi Prasasti Tengkulak E sangat panjang dan membicarakan mengenai Desa Songan Tambahan dan mandala Amarawati, seperti halnya Prasasti Tengkulak yang lain.

Menurut Goris, Amarawati didirikan oleh Raja Udayana, yang memerintah Bali antara 979-1011.

Amarawati yang disebutkan berada di daerah aliran Sungai Pakerisan dikaitkan dengan ceruk pertapaan yang ada di kompleks Candi Gunung Kawi.

Penyebutan Desa Songan Tambahan dan mandala Amarawati dalam semua Prasasti Tengkulak menunjukkan bahwa wilayah tersebut beserta bangunan suci yang ada terus mendapat perhatian dari raja-raja penerus Udayana, yakni Raja Marakata Pangkaja, Anak Wungsu (1049-1077), Suradhipa (1115-1119), dan Jayapangus (1177-1181).

Prasasti Tengkulak E juga menerangkan mengenai aturan pajak yang sedikit diubah, sehingga menjadi lebih ringan daripada sebelumnya.

Lempeng 10 prasasti ini menyebutkan nama-nama saksi yang hadir ketika penyerahan piagam kepada rakyat.

Selain para pembesar atau pejabat, pemuka agama Siwa dan Buddha yang masing-masing bergelar dangacaryya dan dangupadhyaya juga hadir dalam penyerahan prasasti ini.

Referensi:

  • Ekawana, I G Putu, Soekarto K Armodjo, dan Machi Suhadi. (1990). Berita Penelitian Arkeologi No. 41: Laporan Penelitian Epigrafi Bali Tahap II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/02/26/200000179/prasasti-tengkulak-e-berisi-perubahan-aturan-pajak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke