Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Rakyat Batu Batikam

Batu ini memiliki luas sekitar 1.800 meter persegi. Dulunya, tempat batu ini berada dijadikan sebagai tempat bermusyawarah bagi orang-orang kepala suku.

Sekarang, Batu Batikam telah dijadikan Cagar Budaya yang dikelola oleh Dinas Purbakala di Minangkabau.

Lantas, bagaimana asal-usul Batu Batikam?

Asal-usul Batu Batikam

Menurut cerita, kemunculan Batu Batikam bermula dari adanya selisih paham dalam menentukan sistem pemerintahan adat antara dua orang kakak beradik yang bernama Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumangguangan.

Datuak Parpatiah mengusung sistem pemerintahan kelarasan Bodi Chaniago, sedangkan Datuak Katumangguangan dengan sistem pemerintahan kelarasan Koto Piliang.

Karena memiliki perbedaan penerapan sistem pemerintahan, keduanya memutuskan untuk berunding dengan cara musyawarah.

Namun, perundingan mereka tidak berjalan lancar karena Datuk Parpatiah memutuskan untuk menancapkan kerisnya ke sebuah batu hingga berlobang dan batu itu dibuang ke sungai.

Tujuannya agar perselisihan itu segera selesai dan tidak dilakukan lagi pada keesokan harinya.

Konon, batu yang ditancap keris itu lah yang sekarang dikenal sebagai Batu Batikam.

Mitos mengenai Batu Batikam dipercayai sebagai mitos yang benar-benar terjadi di dunia nyata oleh sebagian masyarakat di Minangkabau, khususnya masyarakat Luhak Nan Tuo dan yang tinggal di daerah Lima Kaum.

Bagi masyarakat Luhak Nan Tuo, mitos Batu Batikam berfungsi sebagai gambaran sosial yang mencerminkan norma budaya sekaligus sebagai upaya agar norma-norma tersebut selalu dipatuhi oleh masyarakat di sana.

Konon, pada Batu Batikam tergambar dua karakter kepemimpinan yang ada di Lima Kaum.

Oleh sebab itu, Batu Batikam diharapkan dapat berperan sebagai pengontrol dan acuan dalam usaha mewujudkan keseimbangan dan harmonisasi tingkah laku masyarakat.

Kondisi Batu Batikam sekarang

Sekarang, Batu Batikam sudah terjaga dan dipelihara dengan baik keberadaannya. Untuk menjaga tempat batu itu berada, harus lebih dulu menyembelih kambing supaya bangunannya dapat berdiri kokoh.

Pasalnya, sebelum menyembelih satu kambing, dulunya bangunan tempat Batu Batikam disimpan sangat sulit untuk dibangun.

Setiap kali hendak dibangun, bangunan tersebut selalu roboh.

Sebagai upaya mengatasi hal itu, diputuskan untuk menyembelih satu kambing dan darahnya disiramkan ke bangunan pondasi tempat batu itu diletakkan.

Sayangnya, kepedulian masyarakat terhadap batu ini sekarang sudah mulai berkurang.

Batu ini kemudian dijadikan Cagar Budaya yang dikelola oleh Dinas Purbakala.

Referensi:

  • Kurnia, Febby Eka. Roberto Monanda. (2015). Folklor Minangkabau: Mitos Batu-Batu dan Cerita Rakyat di Luhak Nan Tuo. Padang: Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/12/13/061500479/cerita-rakyat-batu-batikam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke