Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Upaya Kerajaan Sriwijaya untuk Menyebarkan Agama Buddha

Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim dan berperan sebagai pusat penyebaran agama Buddha.

Penyebaran agama pada zaman Kerajaan Sriwijaya tidak hanya terbatas di Nusantara, tetapi di Asia Tenggara.

Lantas, bagaimana upaya Kerajaan Sriwijaya untuk menyebarkan agama Buddha?

Mengirim rakyatnya belajar ke India

Peranan Kerajaan Sriwijaya dalam pengembangan agama Buddha di Asia Tenggara tidak dapat dilepaskan dari dukungan rajanya.

Raja-raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung agama Buddha, seperti yang pernah disebut pada Prasasti Nalanda.

Prasasti Nalanda sebagian isinya menerangkan bahwa Raja Balaputradewa dari Sriwijaya meminta Raja Dewapaladeva untuk menyediakan tanah sebagai pembangunan asrama bagi pelajar agama Buddha dari Sriwijaya.

Isi prasasti ini menjadi bukti bahwa Raja Sriwijaya menaruh perhatian sangat besar terhadap pengajaran dan pendidikan agama Buddha, bahkan mendukung rakyatnya yang belajar hingga ke pusat pengajaran agama Buddha terbesar di dunia.

Selain itu, Prasasti Nalanda juga menyebut bahwa lima desa di Kalkutta (sekarang Kolkata), India, dibebaskan dari pajak untuk keperluan misi agama Buddha Kerajaan Sriwijaya.

Mendirikan pusat pendidikan agama Buddha

Sekembalinya para pelajar dari India, mereka akan meneruskan ilmunya di pusat pendidikan dan pengajaran agama Buddha di Sriwijaya.

Sumber-sumber China menyebut bahwa di Kerajaan Sriwijaya terdapat perguruan tinggi agama Buddha yang sangat baik.

Bukti bahwa Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha adalah catatan I-Tsing.

I-Tsing adalah biksu dari China yang dikenal sebagai seorang penjelajah dan penerjemah teks agama Buddha.

Dalam pelayarannya dari China ke India untuk memperdalam ajaran Buddha, I-Tsing pernah singgah kemudian tinggal di Kerajaan Sriwijaya.

Perkembangan kehidupan beragama Kerajaan Sriwijaya menurut I-Tsing sangat baik.

Pada kunjungan pertamanya (671-672), I-Tsing menghabiskan enam bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta dan Melayu.

Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Nalanda di India, yang menjadi pusat pendidikan agama Buddha saat itu, dan tinggal selama 11 tahun untuk memperdalam ilmunya.

Pada 687, I-Tsing kembali singgah di Kerajaan Sriwijaya ketika akan kembali ke China.

Saat itu, Palembang telah menjadi pusat penyebaran agama Buddha dan I-Tsing tinggal selama dua tahun untuk menerjemahkan kitab suci Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Mandarin.

Pada 689, I-Tsing sempat kembali ke China untuk mendapatkan tinta dan kertas yang belum dimiliki Sriwijaya.

Masih di tahun yang sama, ia kembali ke Sriwijaya dan tinggal hingga 695 untuk menyelesaikan misinya dalam menerjemahkan kitab suci Buddha.

Dalam catatannya, I-Tsing kagum dengan perkembangan agama Buddha di Sriwijaya.

Selain itu, Sriwijaya disebut sebagai pusat pendidikan agama Buddha terbesar di Indonesia, di mana para biksu dari pulau-pulau di Nusantara lainnya saling bertemu.

I-Tsing bahkan menyarankan para biksu dari negerinya yang hendak menuju Nalanda untuk belajar di Sriwijaya.

Catatan I-Tsing menjadi bukti bahwa Ariwijaya pernah menjadi pusat kegiatan agama Buddha.

Melakukan pembinaan kehidupan beragama

Guna mendukung Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat agama Buddha, para penguasa melakukan pembinaan kehidupan umat beragama.

Di Kerajaan Sriwijaya terdapat pendeta agama Buddha yang tersohor.

Salah satu nama guru agama Buddha yang terkenal pada saat itu adalah Sakyakirti, yang telah menjelajah lima negeri di India untuk menambah ilmunya dan merupakan pengarang kitab Hastadandasastra.

Selain Sakyakirti, terdapat guru agama Buddha lain di Sriwijaya yang juga termasyhur namanya, yakni Dharmapala dan Dharmakirti.

Dharmakirti adalah salah seorang biksu tertinggi di Sriwijaya yang menyusun kritik atas kitab Abhisamayalamkara.

Berkat peran para mahaguru tersebut, Kerajaan Sriwijaya kerap dikunjungi oleh para biksu dari berbagai negeri.

Bahkan, antara tahun 1011-1023, datang pendeta dari Tibet bernama Attisa ke Sriwijaya dengan tujuan belajar kepada Dharmakirti.

Para biksu yang datang untuk mendalami ajaran Buddha mendapatkan tempat khusus dan sangat dihormati, baik oleh penguasa Sriwijaya maupun rakyatnya.

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/11/17/100000979/upaya-kerajaan-sriwijaya-untuk-menyebarkan-agama-buddha

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke