Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Pasuruan dari Zaman Kerajaan hingga Sekarang

Wilayah Kabupaten Pasuruan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo di sebelah utara, Kabupaten Probolinggo di sebelah timur, Kabupaten Malang di sebelah selatan, dan Kabupaten Mojokerto di sebelah barat.

Pasuruan merupakan salah satu kabupaten tertua di Jawa Timur yang telah eksis sejak tahun 929, atau berusia hampir 1.100 tahun.

Sedangkan Kota Pasuruan berdiri pada tahun 1686, bertepatan dengan pengangkatan Untung Suropati sebagai Adipati Pasuruan.

Berikut ini sejarah singkat Pasuruan.

Era Kerajaan Kalingga hingga Medang

Sejarah Pasuruan dapat ditelusuri sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara.

Di masa lalu Pasuruan adalah bekas dari Kerajaan Kalingga atau Holing, yang diperintah oleh Ratu Shima.

Setelah Kerajaan Kalingga runtuh, muncul Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Pada abad ke-10, Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahan Mataram Kuno ke Jawa Timur, tepatnya ke daerah Tawlang, yang berada di daerah Jombang.

Pada masa pemerintahannya di Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur atau dikenal sebagai Kerajaan Medang, Mpu Sindok mengeluarkan banyak prasasti.

Salah satu prasasti tersebut bernama Prasasti Cungrang, yang berada di Dusun Sukci, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Pasuruan.

Prasasti Cungrang atau Cunggrang menyebut bahwa Cunggrang (sekarang Dusun Sukci), ditetapkan sebagai desa sima (tanah perdikan) bagi pertapaan untuk pemujaan Rakryan Bawang, ayah dari permaisuri Mpu Sindok.

Prasasti tersebut menggunakan penanggalan tahun Saka, yang setelah ditafsirkan menjadi 18 September 929 Masehi.

Berdasarkan pertimbangan perjalanan sejarah, 18 September 929 kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Kabupaten Pasuruan.

Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 8 Tahun 2007 tentang Hari Jadi Kabupaten Pasuruan, yang menetapkan 18 September sebagai Hari Jadi Kabupaten Pasuruan.

Kota pelabuhan kuno

Di masa Kerajaan Kahuripan pada abad ke-11, Pasuruan merupakan kota pelabuhan kuno yang mempunyai Pelabuhan Tanjung Tembikar.

Keberadaan Pelabuhan Tanjung Tembikar mampu menarik banyak pedagang untuk datang ke Pasuruan.

Berkat pelabuhan ini, Pasuruan menjadi tersohor sebagai salah satu pusat transaksi dagang antarpulau di kawasan timur Nusantara.

Era Kerajaan Majapahit hingga Mataram Islam

Di era Kerajaan Majapahit, keberadaan Pasuruan sebagai hunian masyarakat dapat ditemukan dalam Kitab Negarakertagama.

Nama kuno Pasuruan adalah Pasoeroean, yang artinya tempat tumbuh tanaman suruh (sirih) atau kumpulan daun sirih.

Kata ini diucapkan oleh Raja Hayam Wuruk saat sedang berkunjung ke wilayah Pasuruan. Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, pengaruh Islam mulai mendominasi wilayah Jawa, termasuk Pasuruan.

Konon, Sidogiri merupakan daerah awal Sunan Giri (1442-1506) meletakkan dasar dakwahnya dengan membuka tempat mengaji.

Peran Pasuruan dalam menyebarkan agama Islam berlanjut pada masa Kerajaan Demak (1475-1568), Kerajaan Pajang (1568-1582), dan Kerajaan Mataram Islam.

Ketika Kerajaan Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), wilayah Pasuruan berhasil dikuasai.

Kyai Darmojoedo I atau Darmoyuda kemudian diangkat sebagai adipati atau bupati pertama Pasuruan periode 1613-1645.

Pada 8 Februari 1686, Untung Suropati ditunjuk sebagai adipati Pasuruan kelima oleh Pangeran Nerangkusuma dari Mataram Islam.

Selama hampir dua dekade pemerintahan Untung Suropati selalu dipenuhi dengan pertempuran melawan Belanda.

Untung Suropati juga dikenal sebagai tokoh yang membunuh Kapten Tack, seorang perwira VOC dari Belanda.

Hari pengangkatan Untung Suropati pada 8 Februari 1686 kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Kota Pasuruan.

Era penjajahan Belanda

Sebagai kota pelabuhan di pantai utara Jawa, Pasuruan juga dilewati Sungai Gembong.

Pada zaman penjajahan Belanda, sungai ini digunakan sebagai jalur angkut hasil bumi dari daerah pedalaman menuju pesisir.

Sepanjang abad ke-19, ketika eksploitasi pemerintah kolonial Belanda diintensifkan melalui tanam paksa, Pasuruan menjadi pelabuhan untuk membawa hasil perkebunan langsung ke Eropa.

Pada periode ini, Pasuruan juga dipakai sebagai kota pelabuhan yang mendistribusikan perdagangan hasil bumi ke daerah sekitar.

Selain memiliki pelabuhan yang ramai, pada abad ke-19 wilayah Pasuruan telah dilewati Jalan Raya Pos dan dibangun jalur kereta api Surabaya-Pasuruan.

Pada masa penjajahan Belanda pula, Pasuruan dijadikan sebuah karesidenan yang terdiri dari tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bangil, dan Kabupaten Malang.

Kemudian, berdasarkan Staatblad 1900 No 334 tanggal 1 Januari 1901, dibentuk Kabupaten Pasuruan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Langkah ini ditindaklanjuti dengan pembentukan Kota Praja (Gementee) Pasuruan berdasarkan Staatblat 1918 No. 320 dengan nama Stads Gementee van Pasoeroean pada 20 Juni 1918.

Era kemerdekaan hingga sekarang

Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 14 Agustus 1950, Pasuruan dinyatakan sebagai daerah otonom kotamadya, yang terdiri dari tiga desa dalam satu kecamatan.

Pada 21 Desember 1982 Kotamadya Pasuruan diperluas menjadi 3 kecamatan dengan 19 kelurahan dan 15 desa.

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, terjadi perubahan nama dari kotamadya menjadi kota, sehingga Kotamadya Pasuruan berubah menjadi Kota Pasuruan.

Kemudian, pada 12 Januari 2002 terjadi perubahan status desa menjadi kelurahan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2002.

Dengan demikian, wilayah Kota Pasuruan terbagi menjadi 34 kelurahan.

Sedangkan Kabupaten Pasuruan saat ini terdiri dari 24 Kecamatan yang terdiri dari 34 kelurahan dan 341 desa.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/25/110000079/sejarah-pasuruan-dari-zaman-kerajaan-hingga-sekarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke