Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hubungan Indonesia-Rusia: Runtuhnya Uni Soviet dan Upaya Bilateral di Era Soeharto

KOMPAS.com - Hubungan Indonesia dan Rusia yang kala itu masih bernama Uni Soviet, sempat merenggang sejak runtuhnya Orde Lama di bawah kepimpinan Presiden Sukarno.

Kerenggangan hubungan dengan Uni Soviet terjadi setelah Indonesia menghadapi gejolak sosial dan politik akibat pecahnya Gerakan 30 September (G30S) pada 1965.

G30S yang dituding didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) berdampak pada hubungan Indonesia dan Uni Soviet.

Kala itu, PKI dibubarkan dan anggota serta seluruh simpatisannya di Indonesia ditumpas. 

Sentimen publik terhadap komunisme pun meningkat sehingga berimbas pula pada hubungan Indonesia dan Uni Soviet yang merupakan negara berhaluan "kiri".

Beralihnya Orde Lama ke Orde Baru dan Menjauhnya Indonesia dari Uni Soviet

Pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk segera mengatasi masa krisis pasca-G30S.

Sebagai salah satu langkah mengatasi krisis tersebut, terbitlah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1946, dari Presiden Sukarno melalui tiga jenderal, yaitu Basuki Rachmat, Amir Machmud, dan M Jusuf.

Melalui Supersemar, Soekarno memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Panglima Besar Revolusi agar mengambil tindakan yang dianggap perlu demi terjaminnya keamanan, ketenangan, serta kestabilan pemerintahan dan revolusi.

Setelah mendapatkan mandat tersebut, Soeharto secara resmi membubarkan PKI dan menyatakan organisasi itu sebagai partai terlarang di Indonesia.

Pada 1 Juli 1966, Soeharto menerima kenaikan pangkat menjadi jenderal bintang empat.

Kemudian, dalam Sidang Istimewa MPRS pada Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden menggantikan Sukarno.

Jenderal Soeharto pun resmi ditetapkan sebagai presiden pada 12 Maret 1967 seusai pertanggungjawaban Presiden Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS.

 Satu tahun kemudian, tepatnya pada 27 Maret 1968, Soeharto resmi menjadi Presiden Republik Indonesia sesuai dengan hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968).

Dilantiknya Soeharto sebagai presiden pun secara resmi mengakhiri Orde Lama dan menandai dimulainya Orde Baru.

Salah satu langkah yang diambil Orde Baru untuk memulihkan situasi nasional kala itu adalah dengan menggiatkan pembangunan ekonomi.

Untuk mewujudkan komitmen pembangunan ekonomi, pemerintah Indonesia sangat membutuhkan investasi, perdagangan luar negeri, dan bantuan negara industri maju, khususnya dari Barat.

Kedekatan Indonesia ke negara-negara Barat pun berimbas pada kerenggangan hubungan dengan Uni Soviet.

Indonesia di awal kekuasaan Orde Baru, tidak lagi memiliki hubungan mesra dengan Uni Soviet.

Pada periode 1960-an, Uni Soviet bahkan seolah-olah jauh dari "radar" Indonesia.

Upaya Hubungan Bilateral Indonesia-Uni Soviet di Era Soeharto

Kendati Indonesia-Uni Soviet sempat merenggang, upaya-upaya untuk menjalin hubungan bilateral antara kedua negara terus berlangsung.

Pada 7-12 September 1989, Presiden Soeharto melakukan kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet sebagai salah satu upaya meningkatkan hubungan bilateral dengan Moskwa.

Kemajuan hubungan bilateral tersebut juga ditandai dengan ditandatanganinya Pernyataan mengenai Dasar-dasar Hubungan Persahabatan dan Kerja Sama antara Indonesia dengan Uni Republik-republik Soviet Sosialis pada tanggal 11 September 1989.

Kesepakatan itu menjadi penanda dimulainya kembali persahataban dan kerja sama di berbagai bidang antara Indonesia dan Uni Soviet.

Runtuhnya Uni Soviet dan Kemajuan Hubungan Indonesia-Rusia

Pada 25 Desember 1991, Uni Soviet resmi bubar sebagai tanda berakhirnya Perang Dingin.

Runtuhnya Uni Soviet pun turut berdampak pada hubungan bilateral dengan Indonesia.

Pemerintah Indonesia secara resmi mengakui Rusia sebagai pengganti sah atau legal successor Uni Soviet.

Pengakuan itu dinyatakan Pemerintah Indonesia melalui surat yang dikirimkan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Ali Alatas kepada Menteri Luar Negeri Andrei Vladimirovich Kozyrev pada 28 Desember 1991.

Hubungan Indonesia dan Rusia pun terus meningkat pada periode 1960-an. Kedua negara menjalin kerja sama yang baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, dan perdagangan.

Kunjungan kenegaraan antara pemimpin Rusia dan Indonesia juga dilakukan.

Deputi Perdana Menteri Rusia Yury Maslyukov tercatat mengunjungi Indonesia pada 1991.

Setelah itu, pada 1997, giliran Menteri Koordinator Bidang Keuangan, Ekonomi, dan Industri Indonesia, Ginanjar Kartasasmita, dan Menteri Negara Riset dan Teknologi Indonesia, B.J. Habibie, berkunjung ke Rusia.

Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia juga terus menjalin kerja sama yang kian erat.

Hal itu ditandai dengan banyaknya pertemuan menteri luar negeri kedua negara dalam berbagai kegiatan, seperti Sidang Umum PBB atau pertemuan organisasi internasional lainnya.

Pemerintah Indonesia dan Rusia juga menunjukkan keinginan meningkatkan hubungan dan persahabatan kedua negara.

Salah satu langkahnya adalah dengan rencana memperbarui Pernyataan mengenai Dasar-dasar Hubungan Persahabatan dan Kerja Sama antara Indonesia dengan Uni Republik-republik Soviet Sosialis yang sudah ditandatangani Presiden Soeharto dan Presiden Mikhail Gorbachev pada tanggal 11 September 1989.

Kedua negara sebenarnya sudah menyiapkan sebuah rancangan deklarasi yang baru dan direncanakan ditandangani saat Presiden Rusia kala itu, Boris Yeltsin, berkunjung ke Indonesia pada 1997.

Akan tetapi, rencana kunjungan Presiden Boris Yeltsin ke Indonesia tidak pernah terlaksana.

Hingga akhirnya, Indonesia dan rusia sama-sama menghadapi dampak serius dari krisis ekonomi yang menerpa dunia di pengujung abad XX atau pada 1997-1998.

Krisis ekonomi berimbas pada mundurnya Soeharto dari kursi Presiden Indonesia dan berakhirnya kekuasaan Orde Lama. Sejarah hubungan Indonesia dan Rusia pun memasuki babak baru seiring dengan terjadinya reformasi.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/04/132548479/hubungan-indonesia-rusia-runtuhnya-uni-soviet-dan-upaya-bilateral-di-era

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke