Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Biografi Hassan al-Banna, Pendiri Ikhwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin adalah organisasi Islam tertua di Mesir sekaligus salah satu organisasi Islam terbesar pada abad ke-20.

Strategi dakwah yang digunakan Al-Banna juga dikenal tidak biasa, salah satunya, ia memilih untuk berdakwah di warung-warung kopi.

Ternyata, cara ini diakui memang lebih efektif dilakukan dalam berdakwah.

Hassan al-Banna tutup usia pada 12 Februari 1949, setelah ditembak oleh terduga polisi rahasia Mesir yang sengaja ditugaskan untuk membunuhnya.

Sebelum ia meninggal, konflik antara Ikhwanul Muslimin dengan monarki Mesir memang sedang memuncak.

Awal kehidupan

Hassan al-Banna lahir pada 14 Oktober 1906, di Desa Mahmudiyah, Mesir. Ia berasal dari keluarga sangat sederhana.

Ayahnya bernama Syekh Ahmad al-Banna, seorang imam, muazin, dan guru di masjid, yang memberi pengaruh spiritual sangat besar pada awal kehidupan Al-Banna.

Sebagai sosok yang dihormati, Syekh Ahmad memiliki sebuah karya, yakni klasifikasi hadis Imam Ahmad bin Hanbal al-Shaybani.

Berkat karya ini, Syekh Ahmad mendapat kesempatan untuk menjalin hubungan dengan para cendekiawan Islam, yang terbukti berguna bagi Al-Banna ketika pindah ke Kairo pada 1923.

Sejak kecil, Al-Banna dikenal sebagai anak yang sangat disiplin terhadap apa pun yang dikerjakannya.

Di Mahmudiyah, ia berlajar di rumah bersama sang ayah, dan di masjid desa bersama Sheikh Zahran.

Hassan Al-Banna sibuk belajar pada siang hari dan membetulkan jam bersama orang tuanya hingga sore hari.

Pada malam hari, Al-Banna memanfaatkan waktu untuk mengulang pelajaran. Sedangkan setiap selesai salat subuh, ia menghafal Al Quran.

Oleh sebab itu, ketika usianya baru 14 tahun, Hassan al-Banna sudah hafal seluruh isi dari Al Quran.

Al-Banna pertama kali terpapar politik nasionalis Mesir selama Revolusi Mesir tahun 1919, di mana ia juga berpartisipasi dalam demonstrasi di Damanhur.

Pada 1923, Hassan al-Banna pindah ke Kairo dan belajar Dar al-'Ulum, sebuah lembaga mesir yang mendidik calon guru, selama empat tahun.

Selama di Kairo, ia banyak mendapat pandangan baru yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan, mengingat kehidupan sosial yang berbeda dengan di desanya.

Mendirikan Ikhwanul Muslimin

Kehidupan di Kairo menjadi pengalaman yang signifikan bagi pembentukan ideologi Hassan al-Banna.

Sehingga pada usia 22 tahun, ia telah menjadi pendiri sekaligus pemimpin organisasi Ikhwanul Muslimin, yaitu perkumpulan Islam terbesar dan berpengaruh pada abad ke-20.

Gerakan ini terbentuk pada Maret 1928, dan segera memberi pengaruh besar bagi bangsa Mesir.

Kepemimpinan Hassan al-Banna juga dipandang penting bagi tumbuh kembang persaudaraan Muslim selama tahun 1930 hingga 1940-an.

Hassan al-Banna kerap melakukan gebrakan-gebrakan demi memperjuangkan kebangkitan Islam, bahkan mendukung kemerdekaan Indonesia.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Al-Banna adalah mendesak pemerintah Mesir untuk mengakui Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.

Dari mempelajari kondisi umat Islam dan berbagai masalah yang ada, Hassan al-Banna mulai memiliki pemikiran politik.

Beberapa pemikiran politik Hassan al-Banna yaitu:

  • Sistem kehidupan semakin memburuk karena keterpurukan
  • Merasa kecewa karena banyak gerakan Islam yang hanya mementingkan golongannya
  • Menyadari harus mulai melakukan perubahan besar
  • Mengirim surat kepada raja supaya segera menetapkan syariat Islam di Mesir

Meski gerakan Ikhwanul Muslimin banyak menuai pujian dan dukungan, tidak sedikit masyarakat yang mengecam organisasi ini karena dianggap berhaluan keras sehingga harus dibubarkan.

Di balik semua pencapaian yang diraih Ikhwanul Muslimin, salah satu yang paling menonjol adalah keterlibatannya dalam pemberontakan Arab 1936-1939 di Palestina.

Ikhwanul Muslimin melakukan kampanye pro-Palestina, di mana organisasi ini menggalang dana serta mengorganisir doa khusus untuk nasionalis di sana.

Selain itu, di bawah pimpinan Hassan al-Banna, Ikhwanul Muslimin mengadakan demonstrasi politik dan menyebarkan propaganda.

Strategi dakwah

Selain berdakwah di masjid-masjid, Hassan al-Banna juga berdakwah ke tempat yang jarang digunakan para ulama untuk menyampaikan ilmunya.

Hassan al-Banna kerap berdakwah di warung-warung tempat orang beristirahat setelah bekerja dari pagi hari.

Tidak jarang juga Hassan al-Banna mendatangi majelis dakwahnya, meskipun harus berjalan sejauh 20 kilometer.

Dalam perjalanan, Hassan al-Banna sering mampir di desa-desa sambil mengobarkan semangat perjuangan dan persaudaraan Islam.

Dengan cara ini, Hassan al-Banna bisa menyatu dengan berbagai kalangan masyarakat tanpa pandang bulu.

Cara dakwah yang dilakukan al-Banna dipandang cukup berhasil dan membuat dirinya menjadi ulama besar yang disegani masyarakat.

Wafat

Pada sekitar 1948 dan 1949, tidak lama setelah kekalahan koalisi Arab dalam perang melawan Israel, konflik antara monarki Mesir dan Ikhwanul Muslimin memanas.

Posisi Ikhwanul Muslimin saat itu, yang banyak mendapat dukungan masyarakat Mesir, tidak disenangi Raja Farouk.

Alhasil, Perdana Menteri Mahmoud al-Nukrashi Pasha membubarkan Ikhwanul Muslimin pada Desember 1948 serta menyita aset dan memenjarakan beberapa anggotanya.

Menanggapi hal tersebut, beberapa anggota Ikhwanul Muslimin menjadi beringas. Salah satunya Abdel Meguid Ahmed Hassan, yang akhirnya berhasil membunuh Pasha.

Al-Banna sendiri mengecam tindakan Hassan dan menegaskan bahwa tidakan teror tidak sesuai ajaran Islam.

Pada 12 Februari 1949, Al-Banna bersama saudara iparnya, Abdul Karim Mansur, dijadwalkan bertemu dengan perwakilan pemerintah, Menteri Zaki Ali Pasha di markas Jama'iyyat al-Shubban al-Muslimeen di Kairo.

Akan tetapi, sang menteri tidak pernah muncul, sehingga pada pukul 17.00, Hassan al-Banna dan Abdul Karim memutuskan untuk pulang.

Namun, sewaktu sedang berdiri menunggu taksi, tiba-tiba mereka ditembak oleh dua orang misterius. Al-Banna pun tewas dalam peristiwa penembakan ini.

Banyak yang menduga bahwa pembunuhan terhadap Hassan al-Banna dilakukan oleh polisi rahasia Mesir suruhan Raja Farouk.

Tuduhan tersebut bukan tanpa alasan. Penembakan yang membuat Hassan al-Banna meninggal disinyalir sebagai aksi balas dendam monarki Mesir terhadap Ikhwanul Muslimin setelah salah satu anggotanya membunuh Perdana Menteri Pasha.

Referensi:

  • Barokah, Tim Al. (2015). Doa al-Ma'tsurat Hasan al-Banna. Yogyakarta: Media Pressindo.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/06/29/120000879/biografi-hassan-al-banna-pendiri-ikhwanul-muslimin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke