Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sri Susuhunan Pakubuwono I: Silsilah dan Perjalanannya menjadi Raja

Dalam naskah-naskah Jawa (babad), sosoknya digambarkan sebagai seorang raja agung yang bijaksana.

Meski sempat terlibat konflik suksesi dengan Amangkurat III, masa pemerintahan Pakubuwono I terbilang aman karena hubungan baiknya dengan VOC.

Silsilah Pakubuwono I

Pakubuwono I adalah putra Amangkurat I (penguasa Mataram keempat) yang lahir di Plered, Yogyakarta, pada 1648.

Ibunya bernama Ratu Wetan, permaisuri kedua Amangkurat I yang berasal dari Kajoran dan masih keturunan Kesultanan Pajang.

Ketika lahir, Pakubuwono I diberi nama Raden Mas Drajat. Ia kemudian diangkat menjadi putra mahkota (adipati anom) dengan gelar Pangeran Puger.

Namun, ketika keluarga ibunya terbukti mendukung pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat I mencabut gelar putra mahkota darinya.

Apabila dilihat dari silislah keluarga Mataram, Pangeran Puger adalah cucu Sultan Agung (penguasa Mataram Ketiga) sekaligus adik tiri Raden Mas Rahmat atau Amangkurat II (penguasa Mataram kelima) dan paman Amangkurat III (penguasa Mataram keenam).

Mempertahankan Plered

Ketika Amangkurat I berkuasa, Raden Trunojoyo dari Madura melancarkan pemberontakan dan menyerang ibu kota Kesultanan Mataram, yang kala itu berada di Plered.

Serangan ini memaksa Amangkurat I dan Raden Mas Rahmat melarikan diri ke arah barat, meninggalkan Pangeran Puger di Plered.

Pangeran Puger menggunakan kesempatan ini untuk menghadapi para pemberontak dan membuktikan bahwa tidak semua anggota Kajoran memihak Trunojoyo.

Namun, Pangeran Puger akhirnya menyingkir ke Desa Jenar, setelah pasukan Trunojoyo berhasil menduduki keraton Plered.

Di desa itu, Pangeran Puger membangun Keraton Purwakanda dan mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Susuhunan ing Ngalaga atau Sunan Ngalaga.

Terlibat konflik suksesi

Setelah Trunojoyo kembali ke Jawa Timur, Sunan Ngalaga kembali ke Plered dan memproklamirkan diri sebagai raja Mataram yang baru.

Di saat yang sama, Raden Mas Rahmat juga naik takhta menjadi raja Mataram atas wasiat Amangkurat I yang wafat dalam pelarian.

Karena Plered diduduki oleh Sunan Ngalaga, Raden Mas Rahmat yang bergelar Amangkurat II kemudian membangun istana baru di Kartasura pada 1680.

Sunan Ngalaga sempat diminta untuk bergabung dan mendukung kakaknya di Kartasura, tetapi menolak. Alhasil, keduanya terlibat dalam perang saudara.

Pada akhirnya, Sunan Ngalaga harus menyerah dan mengakui kedaulatan Amangkurat II, yang mendapatkan bantuan VOC.

Menjadi raja Kesultanan Mataram

Ketika Amangkurat II wafat pada 1703, takhta Mataram jatuh ke tangan putranya yang kemudian bergelar Amangkurat III.

Amangkurat III adalah raja yang tidak disukai karena sikap buruknya. Bahkan ia sempat mengirim pasukan untuk menumpas keluarga Pangeran Puger.

Situasi ini membuat pihak istana banyak yang mendukung Pangeran Puger. Bupati Semarang yang bernama Rangga Yudanagara kemudian meminta Belanda untuk membantu.

Setelah diberi kekuasaan atas Madura, Belanda akhirnya mau membantu Pangeran Puger untuk merebut takhta Mataram.

Pada 6 Juli 1704, Pangeran Puger dinobatkan sebagai raja Mataram ketujuh dengan gelar baru yang berbeda dari pendahulunya, yaitu Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Ngalaga Abdurahman Sayyidin Panatagama Khalifatulah, atau Pakubuwono I.

Bersama Belanda, Pakubuwono I berhasil merebut Keraton Kartasura dari Amangkurat III pada 17 September 1705.

Masa pemerintahan

Untuk memperkokoh kedudukannya, Pakubuwono I terlibat perjanjian baru dengan Belanda, yang salah satu isinya menyatakan bahwa Mataram harus mengirim 13.000 ton beras setiap tahunnya.

Berkat kerjasama tersebut, periode pemerintahannya pun tergolong aman, karena semua pergolakan yang mengancam takhtanya dapat ditumpas dengan bantuan Belanda.

Di saat yang sama, Pakubuwono I juga menjaga hubungan baik dengan para kerabat keraton.

Oleh karena itu, naskah babad Tanah Jawi menyebutnya sebagai raja agung yang bijaksana.

Akhir hidup

Pakubuwono wafat di Kartasura pada 22 Februari 1719, setelah 15 tahun memerintah Kesultanan Mataram.

Setelah itu, jenazahnya dimakamkan di Imogiri, Yogyakarta, bersama para leluhurnya. Sebagai pengganti Pakubuwono I adalah Raden Mas Suryaputra yang bergelar Amangkurat IV.

Referensi:

  • Darmawan, Joko. (2017). Mengenal Budaya Nasional: Trah Raja-Raja Mataram di Tanah Jawa. Yogyakarta: Deepublish.
 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/19/140000279/sri-susuhunan-pakubuwono-i--silsilah-dan-perjalanannya-menjadi-raja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke