Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Umar bin Abdul Aziz, Sang Khulafaur Rasyidin Kelima

Selama menjadi khalifah banyak prestasi yang dicapainya hingga ia begitu dicintai rakyatnya dan mendapat sebutan "Khulafaur Rasyidin Kelima".

Umar bin Abdul Aziz adalah orang saleh yang juga merupakan cicit dari Khalifah kedua, yaitu Umar bin Khattab.

Biografi Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz lahir di Madinah pada 2 November 682 Masehi atau 26 Safar 63 Hijriyah.

Ayah Umar bernama Abdul Aziz bin Marwan yang merupakan keturunan Bani Umayyah. Sedangkan ibunya adalah Ummu Ashim atau Laila yang merupakan cucu dari Umar bin Khattab.

Laila adalah cucu Umar bin Khattab yang bernama Ashim bin Umar. Ashim menikah dengan seorang penjual susu bernama Ummu Ammarah.

Umar bin Abdul Aziz menghabiskan sebagian masa kecilnya di wilayah kekuasaan ayahnya di Mesir. Namun, Umar merasakan pendidikan di kota Madinah hingga masa mudanya.

Di Madinah, Umar muda mendapat pendidikan dari para ulama Madinah.

Menjadi Gubernur Madinah

Setelah ayahnya meninggal, Umar dipanggil ke Damaskus oleh Khalifah Abdul Malik dan menikah dengan anak perempuannya yang bernama Fatimah.

Setelah mertuanya meninggal, Umar diangkat sebagai Gubernur Madinah oleh Khalifah Al-Walid I.

Umar kemudian ditunjuk sebagai Gubernur di Madinah dengan tujuan meredam ketegangan antara penduduk Madinah dengan pihak pemerintah pusat Umayyah.

Sebelumnya, Madinah yang menolak kepemimpinan Umayyah, akhirnya ditaklukkan lewat pertempuran al-Harrah di masa Khalifah Yazid.

Setelah itu, Umayyah menunjuk Gubernur Hisyam bin Ismail al-Makhzumi yang terkenal keras dalam memerintah di Provinsi Madinah.

Hal ini yang membuat rakyat Madinah berselisih dengan Damaskus yang menjadi pusat Dinasti Umayyah.

Hidup sebagai Gubernur, Umar bin Abdul Aziz memiliki gaya hidup yang mewah dan serba kecukupan.

Di bawah kendali Umar, Madinah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Berbagai masalah yang biasanya dikeluhkan ke Damaskus bisa diselesaikan hanya di Madinah.

Selama memerintah di Madinah, Umar membentuk dewan syura (musyawarah) yang anggotanya tujuh orang.

Para anggota dewan syura itulah yang kemudian membantunya dalam menjalankan pemerintah provinsi di Madinah.

Kebijakan yang diambilnya membuat puas berbagai pihak. Hal ini yang membuat Umar terkenal saleh dan bijaksana.

Kemahsyurannya membuat kelompok Syiah yang dipandang sebagai penentang Umayyah di Irak, hijrah dan berlindung di Madinah.

Hal ini dilakukan karena kelompok Syiah mendapat diskriminasi dari gubernur mereka, yaitu Al-Hajjaj bin Yusuf.

Kelompok Syiah mendapat perlakuan diskriminatif karena kerap melontarkan kritik kepada pemerintahan Umayyah. Hal ini menimbulkan rasa tidak suka dari pemerintah Umayyah.

Akibat melindungi kaum Syiah, Gubernur Al-Hajjaj menuntut Khalifah Al-Walid I untuk mencopot Umar bin Abdul Aziz dari jabatannya sebagai Gubernur Madinah.

Khalifah Al-Walid I mengabulkan tuntutan Gubernur Al-Hajjaj itu. Hal ini karena ia merasa berutang budi saat Al-Hajjaj mendukungnya menjadi khalifah.

Menjadi Khalifah

Setelah Khalifah Al-Walid I meninggal, kekuasaan beralih kepada Sulaiman bin Abdul Malik.

Khalifah Sulaiman menunjuk anaknya, Ayyub, sebagai putra mahkota. Akan tetapi hal itu tidak terjadi lantaran Ayyub meninggal terlebih dahulu.

Khalifah Sulaiman sebenarnya memiliki putra lain bernama Dawud untuk menjadi putra mahkota. Namun hal ini tidak ia lakukan karena Dawud masih dalam peperangan di Konstantinopel.

Akhirnya Khalifah Sulaiman menunjuk saudaranya Umar bin Abdul Aziz sebagai calon khalifah penggantinya. Penunjukan Umar merupakan wasiat Khalifah Sulaiman yang dirahasiakan.

Namun sebelumnya para kerabat kerajaan terlebih dahulu dibaiat dan bersumpah untuk tunduk terhadap wasiat Khalifah Sulaiman ini.

Saat kematian Khalifah Sulaiman, rakyat menunggu pengumuman di masjid siapa yang akan menjadi Khalifah setelahnya.

Begitu diumumkan bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menjadi khalifah Dinasti Umayyah, rakyat yang mendengar tampak gembira kecuali Umar.

Umar nampaknya tidak ingin menjadi khalifah dan meminta rakyat untuk memilih khalifah terbaik versi mereka.

Namun, pengalaman saat menjadi Gubernur Madinah membuat seluruh rakyat menginginkannya sebagai khalifah.

Setelah menerima jabatannya sebagai Khalifah, Umar tidak mau untuk menggunakan fasilitas negara yang mewah. Umar juga tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Begitu Umar menjabat sebagai Khalifah, ia melakukan berbagai pembaharuan di berbagai sektor. Salah satunya di bidang pendidikan.

Umar yang terkenal saleh dan dekat dengan ulama memberikan tunjangan kepada para guru dan mendorong pendidikan supaya lebih baik.

Melalui kepribadiannya yang saleh Umar melakukan perombakan dengan memperketat larangan minuman keras, pemberian dispensasi zakat yang adil, dan menghapus pemandian umum campur laki-laki dan perempuan.

Umar juga memperhatikan wilayahnya di luar Persia, seperti di Khorasan dan Afrika Utara. Ia memerintahkan untuk pembangunan di wilayah itu, seperti jalan, kanal, dan klinik kesehatan.

Umar juga membuat berbagai kebijakan dalam pemerintahannya seperti melarang pejabat negara berbisnis, dan melarang pekerja dipekerjakan tanpa bayaran.

Tanah gembala dan cagar alam yang diperuntukkan bagi pejabat negara dibagi rata dengan tujuan budidaya. Ia mendesak pejabat negara untuk mendengarkan keluhan rakyatnya.

Apabila ada rakyat yang melihat pejabat negara tidak memperlakukan rakyat sebagaimana mestinya, Umar minta itu dilaporkan dan sang pelapor akan diberikan hadiah.

Di bidang pajak, Khalifah Umar membebaskan pajak jizyah bagi mualaf.

Sebelumnya, pajak jizyah diberlakukan bagi non-muslim. Selain itu, mereka yang mualaf juga tetap dikenakan pajak jizyah karena dianggap masuk Islam hanya untuk menghindari pajak.

Selama pemerintahannya, Umar mengirim utusan ke Tiongkok dan Tibet untuk mengajak pemimpinnya memeluk Islam. Umar juga mengirim utusannya untuk mengajak raja-raja di India memeluk Islam.

Sebagai balasannya apabila mau memeluk Islam, mereka tetap mempertahankan kedudukannya sebagai raja dan penguasa di wilayahnya masing-masing.

Di masa Umar inilah Islam menjadi kuat dan diterima di sebagian besar wilayah yang sebelumnya minortias Islam dan bahkan ada yang belum mengenal Islam sama sekali.

Wafat

Kebijakan pembaharuan yang dilakukan Umar membuat kalangan bangsawan Umayyah tidak suka. Banyak hak istimewa yang dihilangkan oleh Umar.

Hal ini mendorong para bangsawan Umayyah menyuap budak milik Umar yang bernama Alas. Alas dijanjikan 1.000 dinar emas dan kebebasan dari budak dengan cara meracuni makanan Umar.

Namun hal itu diketahui oleh Umar dan mengambil uang hasil suap itu lalu dimasukkan ke Baitul Mal dan membebaskan Alas.

Setelah peristiwa itu, saat dalam perjalanan dari Damaskus ke Aleppo, Umar jatuh sakit hingga akhirnya ia meninggal di bulan Februari tahun 720 Masehi di Usia ke 37 tahun.

Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, tampuk kekhalifahan diserahkan kepada sepupunya yang juga saudara seayah Khalifah Al-Walid dan Khalifah Sulaiman, Yazid bin Abdul-Malik.

Menghentikan konflik Bani Umayyah-Bani Hasyim

Salah satu warisan paling penting Umar adalah memutus konflik antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah.

Sebelum zaman Umar bin Abdul Aziz setiap khotbah Jumat selalu diakhiri dengan mencaci maki Ali bin Abi Thalib. Hal ini telah mengakar dan menjadi budaya Dinasti Umayyah.

Namun, setelah Umar menjadi khalifah, budaya mencaci Ali dihapuskan.

Umar berpendapat bahwa Ali adalah sosok orang saleh dan pemimpin yang dicintai. Tradisi mencaci Ali di akhir khotbah Jumat pantas untuk dihentikan.

Khulafaur Rasyidin Kelima

Kebanyakan sejarawan dan kalangan ilmuwan muslim sepakat akan kesalehan Umar bin Abdul Aziz. Ia dipandang sejajar dengan empat khalifah rasyidah atau biasa dikenal Khulafaur Rasyidin.

Hal inilah membuat Umat bin Abdul Aziz disebut sebagai Khulafar Rasyidin kelima.

Sejarawan Eropa berpandangan bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang idealis dan praktis. Hal ini dibuktikan pada saat ia menjadi khalifah.

Latar belakangnya sebagai seorang yang berilmu agama dan kemudian menjadi pemimpin negara membuatnya beralih ke pandangan yang modern.

Referensi:

  • Khalid, Muhammad. 2014. Biografi Khalifah Rasulullah. Jakarta: Ummul Qura
  • Abdurrahman, Jamal. 2007. Keagungan Generasi Salaf. Jakarta: Darus Sunnah
  • Azra, Azyumardi. 2004. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Kencana
 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/04/080000779/umar-bin-abdul-aziz-sang-khulafaur-rasyidin-kelima

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke