Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Prasasti Kedukan Bukit: Sejarah, Isi, dan Artinya

Salah satunya adalah prasasti Kedukan Bukit, yang oleh para ahli dianggap mengandung kunci pemecahan masalah lokasi ibu kota Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan pertama kali oleh orang Belanda bernama C.J. Batenburg pada 29 November 1920 di Kedukan Bukit, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang, anak Sungai Musi.

Ukurannya tergolong kecil, yakni berupa batu berukuran 45 × 80 cm.

Prasasti ini berangka tahun 604 Saka (682 M), ditulis menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.

Kemudian pada 1924, prasasti ini ditranskripsikan dan diterjemahkan oleh Philippus Samuel van Ronkel, seorang ahli Bahasa Melayu kenamaan.

Isi

Prasasti Kedukan Bukit terdiri dari sepuluh baris, yang berbunyi sebagai berikut:

svasti sri sakavastitta 605 ekadasi sukla-
paksa vulan vaisakha dapunta hiyam nayik di
samvau mangalap siddhayatra di saptami suklapaksa
vulan jyestha dapunta hiyam marlapas dari minana
tamvan mamava yam vala dua laksa dangan kosa
duaratus cara di samvau danan jalan sarivu
tluratus sapulu dua vañakña datam di mata jap mukha upam
sukhacitta di pañcami suklapaksa vulan... asadha
laghu mudita datam marvuat vanua ...
srivijaya jaya siddhayatra subhiksa nityakala!

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

Selamat! Tahun Saka telah lewat 605, pada hari ke sebelas paro-terang bulan Waisakha Dapunta Hiyang naik di sampan mengambil siddhayatra.

Pada hari ke tujuh paro-terang bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga untuk  membawa bala tentara 20.000 dengan perbekalan 200 peti di sampan dengan diiringi sebanyak 1312 orang berjalan kaki datang ke hulu Upang dengan sukacita.

Pada 15 hari pertama bulan asadha dengan lega gembira datang membuat benua... 

srivijaya jaya siddhayatra subhiksa nityakala!

Tafsir

Isi prasasti Kedukan Bukit tersebut dapat ditafsirkan sebagai berikut:

Pada tanggal 11 Waisaka 604 (23 April 682) raja Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang naik perahu dari suatu tempat untuk menggabungkan diri dengan balatentaranya yang baru saja menaklukkan Minanga (Binanga).

Lalu pada tanggal 7 Jesta (19 Mei) Dapunta Hyang memimpin balatentaranya berangkat dari Minanga untuk kembali ke ibu kota.

Mereka bersuka cita karena pulang dengan kemenangan.

Tanggal 5 Asada (16 Juni) mereka tiba di Muka Upang, sebelah timur Palembang.

Sesampainya di ibu kota, Dapunta Hyang menitahkan pembuatan wanua (bangunan) berupa sebuah wihara, sebagai manifesti rasa syukur dan gembira.

Prasasti Kedukan Bukit peninggalan Kerajaan Sriwijaya menjadi bukti kemajuan pelayaran di Indonesia pada masa Hindu-Buddha. Prasasti tersebut mengisahkan tentang keberhasilan perjalanan penguasa Kerajaan Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang.

Oleh karena Dapunta Hyang disertai puluhan ribu balatentara yang lengkap dengan perbekalan, sudah tentu perjalanannya adalah sebuah ekspedisi militer untuk menaklukkan daerah.

Kendati demikian, prasasti Kedukan Bukit masih mengandung persoalan yang tidak sederhana.

Beberapa ahli memberikan penafsiran berbeda tentang isi prasasti tersebut karena sebagian kata di dalamnya mempunyai makna ganda.

Referensi:

  • Irfan, N.K.S. (2015). Kerajaan Sriwijaya: Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya. Bandung: Kiblat Buku Utama.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/08/144928479/prasasti-kedukan-bukit-sejarah-isi-dan-artinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke