Bila ingin membeli pemain dengan harga mahal, klub tersebut harus punya neraca keuangan yang sehat.
Klub yang ingin melakukan pembelian dalam jumlah besar biasanya juga akan lebih dulu melakukan penjualan dalam jumlah besar.
Tidak boleh ada lagi klub yang mengandalkan dana pembelian pemain dari sumber utang ataupun uang pribadi pemilik klub.
Mulai diterapkannya FFP sebenarnya bukan tanpa sebab.
Selain berupaya menciptakan persaingan yang sehat, UEFA sendiri belajar dari banyaknya kasus klub bangkrut karena terlalu mengandalkan uang pemilik.
Salah satunya pernah dialami klub Liga Italia, Parma.
Pada era 90-an, Parma merupakan salah satu tim elite di negeri pizza.
Promosi ke Serie A pada musim 1990-1991, Parma langsung melesat menjadi tim dengan segudang prestasi untk ukuran tim yang baru naik kasta.
Pada musim pertama di Serie A, Parma langsung meraih juara Coppa Italia.
Setahun kemudian, klub berjuluk Gialloblu itu juga menjuarai Piala Winners (kompetisi klub kasta ketiga di Eropa waktu itu).
Pada musim 1994-1995, Parma bahkan berhasil menjuarai Piala UEFA (kini disebut Liga Europa).
Sepanjang dekade 90-an, Parma tercatat berhasil dua kali meraih juara Coppa Italia, dua kali Piala UEFA, dan sekali Piala Winners.
Pada musim 199-1997, Parma bahkan nyaris menjuarai Serie A. Pada akhir musim, mereka hanya kalah dua poin dari juara ketika itu, Juventus.
Baca juga: Man City Kena Sanksi, Liverpool Bisa Raih Dua Gelar Juara Liga Inggris
Atas sejumlah prestasinya itu, Parma bahkan masuk dalam jajaran magnificent seven, bersama dengan Juventus, Inter, Milan, Roma, Lazio, dan Fiorentina.
Cepat melesatnya Parma bukan hal yang mengherankan saat itu. Sebab, klub tersebut cukup mudah menarik minat pemain bintang.