Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sintaksis (Widya Ukara) Bahasa Jawa

Kompas.com - 19/05/2024, 07:00 WIB
Eliza Naviana Damayanti,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu "sun" yang berarti “dengan” dan kata "tattein" yang berarti “menempatkan”.

Jadi, secara etimologi berarti menempatkan bersama-sama kata menjadi kelompok kata atau kalimat.

Dijelaskan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat.

Sintaksis adalah bagian dari tatabahasa yang mengkaji struktur frasa dan kalimat. Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa yang didalamnya mengkaji tentang kata dan kelompok kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat.

Baca juga: Warnanipun Ukara Basa Jawa

Ruang lingkup kajian sintaksis

Berikut ruang lingkup kajian sintaksis bahasa Jawa:

Frasa

Frasa adalah suatu kelompok kata yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan yang tidak melampui batas subyek dan batas predikat. Frase terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan dan dalam pembentukan ini tidak terdapat ciri-ciri klausa. 

Frase adalah suatu komponen yang berstruktur, yang dapat membentuk klausa dan kalimat. Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang  bersifat nonpredikatif atau lazim juga disebut juga gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.

Contoh, bayi sehat, pisang goreng, goreng, baru datang, datang, dan sedang membaca adalah frasa karena satuan bahasa itu tidak membentuk hubungan subyek dan predikat.

Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa frasa merupakan gabungan atau rangkaian kata yang tidak mempunyai batas subyek dan predikat yang biasanya rangkaian kata tersebut mempunyai satu makna yang tidak bisa dipisahkan.

Klausa

Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung unsur predikatif. Klausa berpotensi menjadi kalimat.

Dijelaskan bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final. Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum.

Klausa adalah satuan gramatikal yang setidak-tidaknya terdiri atas subyek dan predikat. Klausa berpotensi menjadi kalimat. 

Pada umumnya, klausa baik tunggal tunggal maupun jamak, berpotensi menjadi kalimat.

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subyek, obyek, dan sebagai keterangan. Fungsi yang  bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subyek dan predikat sedangkan yang lain tidak wajib.

Kalimat

Kalimat adalah tuturan yang mempunyai arti penuh dan turunnya suara menjadi ciri dan sebagai batas keseluruhannya. Jadi, kalimat adalah tuturan yang diakhiri dengan intonasi final.

Kalimat adalah suatu bentuk linguistik yang terdiri atas komponen kata-kata, frase, atau klausa. Jika dilihat dari fungsinya, unsur-unsur kalimat berupa subyek, predikat, obyek, pelengkap, dan keterangan. Menurut bentuknya, kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal serta kalimat majemuk.

Kalimat juga dibedakan menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai berikut:

  • Satuan bahasa yang terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata dengan frasa, atau gabungan frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas yang mengandung satu subyek dan predikat,
  • Satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal, diselingi atau tidak diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapa dengan kesenyapan akhir yang berupa intonas berupa intonasi final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan intonasi kagum.

Baca juga: Teori Morfologi (Widya Tembung) Bahasa Jawa

Referensi:

  • Kinanti, K. P. (2020). Frasa nomina atributif dalam bahasa Jawa dialek Jawa Timur. Linguista: Jurnal Ilmiah Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, 4(2), 95-104.
  • Tiani, R. (2015). Analisis Kontrastis Bahasa Jawa dengan Bahasa Indonesia. Humanika, 21(1), 1-6.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com