Oleh: Rina Kastori, Guru SMP Negeri 7 Muaro Jambi, Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Masa Demokrasi Parlementer adalah masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara) sebagai undang-undang negara dan sistem pemerintahan parlementer.
Artinya, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) bukan kepada presiden. Kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri, sementara itu presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara saja.
Masa Demokrasi Parlementer disebut pula masa Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal. Masa ini berlangsung mulai 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
Pada zaman Demokrasi Liberal (Parlementer) ini, kabinet-kabinet yang mengelola pemerintahan sehari-hari tidak berumur panjang, karena di tengah jalan dijatuhkan oleh Mosi Tidak Percaya partai-partai politik yang ada di Parlemen (DPR).
Baca juga: Sistem Pemerintahan Parlementer: Pengertian, Ciri-Ciri, Kelebihan, dan Kekurangannya
Beberapa kabinet yang pernah memerintah dalam kurun waktu tahun 1950-1959 tersebut adalah:
Berikut penjelasannya:
Kabinet ini mempunyai program utama mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, namun masih gagal.
Oleh karena dianggap gagal, muncul mosi tidak percaya dari Parlemen, hingga kabinet ini jatuh dan mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno.
Baca juga: Ciri-ciri Demokrasi Parlementer
Setelah Kabinet Natsir jatuh, Soekarno menunjuk Sukiman Wirjosanjojo untuk membentuk kabinet baru, untuk kemudian kabinet ini sering disebut Kabinet Sukiman.
Kabinet ini juga pada akhirnya jatuh karena Kabinet ini dianggap menodai kebijakan politk luar negeri bebas aktif dengan cara menerima bantuan militer dan ekonomi dari Amerika Serikat yang disebut MSA (Mutual Security Act).
Akhinrya, kabinet ini jatuh dan Sukiman mengembalikan mandat kepada Soekarno.
Setelah kabinet Sukiman jatuh, Soekarno menunjuk Wilopo membentuk kabinet baru. Kabinet ini menghadapi situasi ekonomi negara yang sangat sulit.
Juga banyaknya pemberontakan di Sumatra dan Sulawesi. Namun, yang paling pelik adalah soal peristiwa Tanjung Morawa.
Baca juga: Pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan
Di mana aparat keamanan dengan kekerasan mengusir petani yang menggarap tanah perusahaan DPV di Tanjung MOrawa, 5 orang petani tewas. Akibat peristiwa ini, muncul mosi tidak percaya dan kabinetnya jatuh.