Oleh: Yopi Nadia, Guru SDN 106/IX Muaro Sebapo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Surat Perintah Sebelas Maret atau dikenal dengan Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966.
Di mana Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan dan kestabilan pemerintahan yang buruh pada masa pembersihan setelah terjadinya Gerakan 30 September.
Terbitnya Supersemar diawali dari gejolak peristiwa G30S atau Gerakan 30 September pada 1 Oktober 1965.
Dengan adanya peristiwa tersebut, tentara menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang pembunuhan tujuh jenderal.
Kemudian hal tersebut memicu amarah pemuda anti komunis, yang membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada Oktober 1965.
Tak hanya KAMI, beberapa kesatuan lainnya (KABI, KASI, KAWI, KAGI) juga muncul dan tergabung dalam Front Pancasila dengan perlindungan tentara.
Baca juga: Ade Irma Suryani, Putri Jenderal AH Nasution yang Jadi Korban G30S
Para pemuda memprotes Soekarno yang tidak melakukan apa-apa terhadap peristiwa G30S dan buruknya perekonomian di bawah Soekarno dengan inflasi mencapai 600 persen lebih pada 1966.
Para pemuda menuntut tiga hal yang dikenal dengan Tritura yang berisi:
Karena Soekarno hanya mengabaikan suara rakyat, mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran di depan Istana Negara pada 11 Maret 1966, Demonstrasi tersebut juga mendapat dukungan dari tentara.
Dengan kondisi yang semakin tidak terkendali, Soeharto menitipkan pesan kepada tiga jenderal yaitu, Brigjen Amir Machmud (Panglima Kodam Jaya), Brigjen M Yusuf (Menteri Perindustrian Dasar), dan Mayjen Basuki Rachmat (Menteri Veteran dan Demobilisasi) yang akan menemui Soekarno.
Soeharto meminta Presiden Soekarno untuk memberikan surat perintah dalam mengatasi keadaan apabila diberi kepercayaan.
Mendengar hal tersebut, Soekarno langsung menandatangani surat perintah untuk mengatasi konflik pada 11 Maret 1966 sore yang dibuat di Istana Bogor. Surat tersebut kemudian dikenal sebagai Supersemar.
Baca juga: Peristiwa G30S: Siapakah Sosok Letnan Untung?
Supersemar memiliki tujuan – tujuan untuk mengatasi situasi yang ada pada saat itu.
Setelah Supersemar dikeluarkan Soekarno, Soeharto mengambil sejumlah keputusan melalui SK Presiden Nomor 1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR.
Keputusan tersebut berisi:
Pada 22 Juni 1966, Soekarno menyampaikan pidato pertanggungjawaban di Sidang MPRS yang dikenal sebagai Nawaksara, namun ditolak MPRS. Salam pidatonya, Soekarno bersikeras untuk tidak mau membubarkan PKI.
Hal tersebut membuat reputasi Soekarno semakin turun dan dinilai mengecewakan. Hingga pada 7 Maret 1967, Soekarno melepas jabatannya dan Soeharto ditunjuk untuk menjadi pejabat [presiden melalui sidang MPRS. Soeharto resmi menjabat presiden pada 27 Maret 1968.
Baca juga: Letjen MT Haryono, Calon Dokter Korban Peristiwa G30S
Supersemar memiliki beberapa versi yakni Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg) dan Akademi Kebangsaan.
Dari ketiga versi tersebut tidak satu pun merupakan versi yang asli. Namun berikut isi supersemar yang diakui oleh pemerintahan Orde Baru:
Ada tiga kontroversi Supersemar, yakni:
Baca juga: Supersemar, Tonggak Lahirnya Orde Baru
(Sumber: KOMPAS.com/Nibras Nada Nailufar, Widya Lestari Ningsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.