Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pemaparan Mohammad Yamin mengenai arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.
Rapat kedua, Minggu 28 Oktober 1928 yang dilakukan di Gedung Oost-Java Bioscoop. Dalam rapat kedua ini mereka membahas mengenai masalah pendidikan. Rapat ini dihadiri oleh kedua pembicara yaitu Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro.
Kedua pembicara tersebut sependapat bahwa anak-anak harus mendapatkan pendidikan kebangsaan serta keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Mereka juga sependapat bahwa anak harus dididik secara demokratis.
Baca juga: 4 Nilai Luhur yang Terkandung dalam Sumpah Pemuda
Rapat ketiga dilaksanakan di gedung Indonesische Clubhuis Kramat. Dalam rapat tersebut, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi.
Sedangkan, Ramelan Berpendapat bahwa gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Sepanjang pelaksanaan kongres, para pemuda bekerja keras mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk menyusun panitia kongres.
Pada malam penutupan tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda Indonesia II mengambil keputusan sebagai berikut:
Pada saat itu nama ikrar yang diambil bukanlah Sumpah Pemuda, melainkan Putusan Kongres yang berbunyi sebagai berikut:
Putusan Kongres Pemuda-Pemuda Indoensia
Pertama: Kami putra dan putri Indonesia
mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
Kedua: Kami putra dan putri Indonesia
mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia
Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia
Menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia
Keputusan ini wajib digunakan di semua perkumpulan kebangsaan Indonesia untuk memperkuat persatuan dan kesatuan.
Lalu kapan istilah Sumpah Pemuda muncul?
Dilansir dari Sumpah Pemuda: The Making and Meaning of A Symbol of Indoensian Nationhood (2000) oleh Keith Foulcher mengatakan bahwa catatan sejarah menunjukkan bahwa Sumpah Pemuda sebagaimana yang diketahui hari ini sebagai konstruksi dari generasi-generasi dan ideologi yang muncul setelah peristiwa Kongres Pemuda II.