Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral Keraton Kasunanan Surakarta

Kompas.com - 11/02/2021, 15:45 WIB
Ari Welianto

Penulis

KOMPAS.com - Tari Bedhawa Ketawang merupakan tarian sakral atau suci yang dimiliki oleh Keraton Kasunanan Surakarta yang memiliki sarat makna.

Tari Bedhawa Ketawang sebuah tari lambang kebesaran yang hanya ditarikan ketika upacara peringatan kenaikan atau penobatan tahta raja atau disebut Tingalandelam Jumenang.

Dilansir dari situs Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya dipertunjukkan ketiak penobatan serta peringatan kenaikan tahta raja di Keraton Kasunanan Surakarta.

Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian sakral yang suci bagi masyarakat dan Keraton Kasunan Surakarta.

Nama Tari Bedhawa Ketawang diambil dari kata "bedhaya" yang memiliki arti penari wanita di istana. Kata "ketawang" berasal dari kata tawang yang berati langit.

Kata ketawang melambangkan suatu yang tinggi, suci, dan tempat tinggal para dewa. Para penarinya dilambangkan seperti letak bintang kalajengking yang jumlahnya sembilan.

Baca juga: Tari Cokek, Tari Tradisional Masyarakat Betawi

Sejarah tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang juga menjadi salah satu pusaka warisan leluhur yang dimiliki raja dan merupakan konsep legitimasi raja.

Gerakan tarian tersebut mengandung makna falsafah yang tingga. Sehingga masih berjalan sesuai dengan pakem hingga saat ini.

Tari Bedhaya Ketawang sudah ada pada zaman Kerajaan Mataram yang dipimpin Sultan Agung Hanyakrakusuma pada 1623-1645.

Menurut cerita, pada saat memerintah Sultan Agung melakukan ritual semedi lalu mendengar suara senandung dari arah langit.

Suara tersebut membuat Sultan Agung terkesima, kemudian memanggil para pengawal dan mengutarakannya.

Pengawal tersebut yaitu Panembahan Purbaya, Kyai Panjang Mas, Pangeran Karang Gayam II serta Tumenggung Alap-Alap.

Dari kejadian itu kemudian Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama bedhaya ketawang.

Baca juga: Tari Sekapur Sirih, Tari Penyambutan Tamu Khas Jambi

Versi lain munculnya Tari Bedhaya Ketawang, di mana dalam pertapaannya Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kanjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikap bakal tarian Bedhaya Ketawang.

Tapi setelah perjanjian Giyanti pada 1755, dilakukan pembagian harta warisan Kesultanan Mataram kepada Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com