KOMPAS.com - Buruknya perekonomian pada masa Demokrasi Terpimpin membuat pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang signifikan.
Beberapa kebijakan yang cukup dikenal yakni:
Berikut penjelasannya seperti dilansir dari Demokrasi Liberal (1950-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966) (2018).
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, pada 15 Agustus 1959 pemerintanh membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas).
Ketianya Moh Yamin dengan anggota sebanyak 50 orang. Pada tahun 1963, Presiden Soekarno mengganti namanya menjadi Bappenas.
Baca juga: Daftar Lembaga Negara di Indonesia
Tugas Bappenas yakni:
Pada 25 Agustus 1959, pemerintah mengumumkan keputusan mengenai devaluasi dengan nilai:
Kebijakan ini diambil untuk membendung tingginya inflasi.
Dengan devaluasi, diharapkan uang yang beredar di masyarakat berkurang. Selain itu, nilai rupiah meningkat.
Baca juga: Penyebab Krisis Moneter di Indonesia
Pemotongan nilai uang memang berdampak harga barang menjadi murah. Namun tetap saja rakyat kesusahan karena tidak memiliki uang.
Kas negara sendiri defisit akibat proyek politik yang menghabiskan anggaran.
Untuk menyetop defisit, pemerintah justru mencetak uang baru tanpa perhitungan matang.
Devaluasi kembali dilakukan pada 1965 dengan menjadikan uang Rp 1.000 menjadi Rp 1. Akibatnya, bukannya berkurang, inflasi malah makin parah.
Indonesia mengalami hiperinflasi pada 1963-1965. Inflasi mencapai 600 persen pada 1965.
Untuk memperbaiki ekonomi secara menyeluruh, pada 28 Maret 1963, pemerintah mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang berisi 14 peraturan pokok.
Dekon dikeluarkan sebagai strategi untuk menyukseskan pembangunan yang dirancang Bappenas.
Baca juga: Dampak Demokrasi Terpimpin di Berbagai Bidang
Pemerintab menyatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah Berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri. Tujuan Dekon yakni untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme.
Sayangnya, Dekon tak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi. Dekon malah mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Kegagalan Dekon disebabkan:
Sebagai langkah dari ekonomi berdikari, pemerintah berusaha membangkitkan sektor agraris yang menjadi ciri khas perekonomian Indonesia.
Harapannya, hasil pertanian mampu diekspor untuk memperoleh devisa dan menyeimbangkan neraca perdagangan.
Baca juga: Perdagangan Internasional: Pengertian dan Manfaatnya
Untuk mendukung rencana ini, pemerintah juga membentuk Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP).
Presiden berusaha menyatukan semua bank negara dalam bank sentral. Lewat Perpres No 7/1965, didirikan Bank Tunggal Milik Negara.
Bank Tunggal Milik Negara berfungsi sebagai bank sirkulasi, bank sentral, sekaligus bank umum.
Bank Indonesia, adalah hasil peleburan dari bank-bank negara seperti Bank Koperasi dan Nelayan, Bank Umum Negara, dan Bank Tabungan Negara.
Tapi langkah ini memicu spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara. Sebab saat itu belum ada lembaga pengawas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.