Wafatnya Sultan Trenggono menimbulkan kekacauan politik yang hebat di Demak. Negara bagian (kadipaten) banyak yang melepaskan diri dan tidak lagi mengakui kekuasaan pemerintahan pusat di Demak.
Para ahli waris di Demak saling berebut takhta sehingga timbul perang saudara yang hebat.
Bupati Jipang, Aria Penangsang memberontak sebab merasa lebih berhak mewarisi takhta. Alasannya, ayah Aria Penangsang yaitu Pangeran Sekar Seda Lepen (kakak Trenggana) dibunuh oleh Pangeran Prawata (anak Sultan Trenggono).
Aria Penangsang membunuh Pangeran Prawata. Suami Ratu Kalinyamat, Pangeran Hadiri (adik Pangeran Prawata) juga dibunuh.
Situasi politik semakin kacau sehingga para bangsawan Demak menyingkir ke Jepara di bawah pimpinan Ratu Kalinyamat (cucu Raden Patah). Mereka bersumpah akan menuntut balas kepada Aria Penangsang.
Kerajaan Demak dikuasai oleh Aria Penangsang dan berkedudukan di Jipang. Ratu Kalinyamat bekerja sama dengan Bupati Pajang, Hadiwijaya (Jaka Tingkir) menyingkirkan Aria Penangsang.
Dengan pasukan yang kuat dan tipu daya, mereka berhasil menggagalkan pemberontakan Aria Penangsang yang akhirnya dibunuh oleh Hadiwijaya.
Baca juga: Perkembangan Politik Kerajaan Demak
Setelah Aria Penangsang terbunuh, pusat pemerintahan Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang (1568). Sejak itu Kerajaan Demak tidak ada dan berdirilah Kerajaan Pajang.
Raja pertama Kerajaan Pajang adalah Sultan Hadiwijaya (menantu Sultan Trenggono, anak Ki Kebo Kenanga). Takhta Demak diserahkan pada Aria Pangiri (anak Sunan Prawata) sebagai bupati yang tunduk di bawah kekuasaan Pajang.
Perpindahan pusat pemerintahan kerajaan Islam dari pesisir ke daerah pedalaman menimbulkan gejala baru, yaitu: