Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perkembangan Politik Kerajaan Demak Masa Sultan Trenggono

KOMPAS.com - Sejarah Indonesia baru di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di wilayah nusantara, salah satunya kerajaan Demak.

Perkembangan Kerajaan Demak dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain ekonomi, sosial budaya dan politik.

Tahukah kamu bagaimana perkembangan politik Kerajaan Demak pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (Trenggana)?

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Sultan Trenggono adalah raja ketiga Kerajaan Demak setelah Adipati Unus (raja kedua) dan Raden Patah (raja pertama).

Sultan Trenggono

Setelah Sultan Trenggono naik takhta, ia melakukan usaha besar membendung Portugis yang berupaya masuk ke Jawa Barat.

Pada 1522 Gubernur Portugis di Malaka, Jorge d'Albuquerque mengirim utusan bernama Henrique Leme ke Raja Samiam di Sunda Kelapa. Utusan itu diterima baik bahkan Portugis diberi izin mendirikan kantor dagang di Sunda Kelapa.

Sultan Trenggono segera mengutus Fatahillah beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat dengan tujuan agar Portugis tidak dapat menguasai wilayah Sunda Kelapa.

Fatahillah yang berasal dari Pasai adalah seorang ulama dan panglima militer yang cakap. Dengan semangat juang tinggi, Banten dapat ditaklukkan dan berhasil dikuasai pada 1527.

Sunda Kelapa juga berhasil dikuasai. Tentara Portugis yang baru tiba dari Malaka berencana memberi bantuan pada Raja Sunda juga berhasil dikalahkan. Atas kemenangan itu, Sunda Kelapa dinamai Jayakarta.

Cirebon dapat dikuasai pada 1528. Sehingga seluruh pantai utara Jawa, mulai Banten sampai Gresik tunduk pada pemerintahan Demak. Atas jasa besarnya, Fatahillah diangkat menjadi raja di Cirebon.

Pasukan Demak terus bergerak ke pedalaman dan berhasil menundukkan Pajang, Mataram dan Madura. Untuk memperkuat kedudukan, Sultan Trenggono melakukan strategi perkawinan politik.

Putri Sultan Trenggono dinikahkan dengan Pangeran Langgar, Bupati Madura. Mas Karebet (Jaka Tingkir), putra Bupati Pengging menjadi menantu Sultan Trenggono dan diangkat menjadi Bupati Pajang. Jaka Tingkir setelah berkuasa di Pajang bergelar Hadiwijaya.

Pada saat yang sama, di Jawa Timur sedang berkembang sebuah kota pelabuhan dan pusat perdagangan yaitu Pasuruan. Kota itu mengadakan hubungan dagang dengan Bali, pulau-pulau Indonesia bagian tengah dan timur serta Portugis.

Keberadaan Pasuruan menyaingi Demak. Sultan Trenggono memimpin sendiri pasukannya untuk menaklukkan Pasuruan. Pertempuran hebat menewaskan Sultan Trenggono pada 1546. Setelah itu, pasukan Demak ditarik mundur kembali ke Demak.

Dalam sejarah Demak, Sultan Trenggono adalah raja terbesar. Sultan Trenggono dinilai cakap dalam hal sistem birokrasi pemerintahan, strategi militer dan memiliki visi jauh ke depan.

Pemberontakan Aria Penangsang

Wafatnya Sultan Trenggono menimbulkan kekacauan politik yang hebat di Demak. Negara bagian (kadipaten) banyak yang melepaskan diri dan tidak lagi mengakui kekuasaan pemerintahan pusat di Demak.

Para ahli waris di Demak saling berebut takhta sehingga timbul perang saudara yang hebat.

Bupati Jipang, Aria Penangsang memberontak sebab merasa lebih berhak mewarisi takhta. Alasannya, ayah Aria Penangsang yaitu Pangeran Sekar Seda Lepen (kakak Trenggana) dibunuh oleh Pangeran Prawata (anak Sultan Trenggono).

Aria Penangsang membunuh Pangeran Prawata. Suami Ratu Kalinyamat, Pangeran Hadiri (adik Pangeran Prawata) juga dibunuh.

Situasi politik semakin kacau sehingga para bangsawan Demak menyingkir ke Jepara di bawah pimpinan Ratu Kalinyamat (cucu Raden Patah). Mereka bersumpah akan menuntut balas kepada Aria Penangsang.

Kerajaan Demak dikuasai oleh Aria Penangsang dan berkedudukan di Jipang. Ratu Kalinyamat bekerja sama dengan Bupati Pajang, Hadiwijaya (Jaka Tingkir) menyingkirkan Aria Penangsang.

Dengan pasukan yang kuat dan tipu daya, mereka berhasil menggagalkan pemberontakan Aria Penangsang yang akhirnya dibunuh oleh Hadiwijaya.

Kerajaan Pajang

Setelah Aria Penangsang terbunuh, pusat pemerintahan Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang (1568). Sejak itu Kerajaan Demak tidak ada dan berdirilah Kerajaan Pajang.

Raja pertama Kerajaan Pajang adalah Sultan Hadiwijaya (menantu Sultan Trenggono, anak Ki Kebo Kenanga). Takhta Demak diserahkan pada Aria Pangiri (anak Sunan Prawata) sebagai bupati yang tunduk di bawah kekuasaan Pajang.

Perpindahan pusat pemerintahan kerajaan Islam dari pesisir ke daerah pedalaman menimbulkan gejala baru, yaitu:

  • Sultan Hadiwijaya bersama ayahnya (Kebo Kenanga) dan Syekh Siti Jenar ingin menghidupkan kembali budaya Majapahit yang bercampur paham teosofi melalui ajarah tasawuf yang heterodoks (sesat). Untuk mengembalikan kekuasaan raja yang mutlak. Paham itu ditentang para Wali Songo sehingga Syekh Siti Jenar dihukum mati.
  • Kerajaan Pajang lebih mengutamakan kehidupan bidang agraris dan kurang menaruh perhatian di bidang pertahanan dan perdagangan. Akibatnya, para pedagang asing lebih leluasa memasuki kota-kota dagang di Indonesia hingga posisinya makin kuat.
  • Daerah pesisir seperti Banten, Cirebon dan Gresik berusaha lepas dari kekuasaan Pajang dan berdiri sebagai kerajaan merdeka. Kerajaan Pajang tidak bertahan lama. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat terjadi kekacauan. Sutawijaya yang membantu Hadiwijaya mengalahkan Aria Penangsang mengambil alih kekuasaan dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kotagede (Mataram) pada 1582.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/05/190000269/perkembangan-politik-kerajaan-demak-masa-sultan-trenggono

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke