Setiap dialek memiliki perbedaan, meski rumpun bahasa yang digunakan sama. Perbedaan dialek bisa dibagi menjadi lima, yaitu:
Perbedaan ini berada di bidang fonologi. Biasanya bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan tersebut.
Contohnya, dikemukakan careme dengan cereme yaitu buah atau pohon cerme, gudang dengan kudang, jendela, gandela, atau janela.
Merujuk pad terciptanya kata-kata baru, berdasarkan perubahan fonologi dan geseran bentuk.
Peristiwa ini biasanya terjadi geseran makna kata. Geseran tersebut memiliki dua makna, yakni:
Merujuk pada nama yang brbeda berdasarkan satu konsep, yang diberikan di beberapa tempat yang berbeda. Misalnya dalam bahasa Sunda, kenduri disebut dengan ondangan atau kondangan.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya tanggapan atau tafsiran yang berbeda mengenai tempat.
Merujuk pada pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda. Misalnya rambutan Aceh, pencak cikalong, dan lainnya.
Baca juga: Masyarakat China dan Sumbangsih pada Bahasa di Indonesia
Hal ini membuat kata Aceh mengandung banyak makna, yaitu nama suku bangsa, daerah, kebudayan, bahasa, dan sejenis rambutan.
Merujuk pada sistem bahasa yang bersagkutan. Hal tersebut disebabkan oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda, kegunaan yang berkerabat, wujud fonotesis, dan masih banyak lainnya.
Ragam dialek ditentukan oleh faktor waktu, tempat, sosial budaya, dan sarana pengungkapan.
Faktor tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling melengkapi. Dialek dapat digolongkan menjadi tiga ragam, yaitu:
Hal ini dikarenakan keadaan alam sekitar tempat dialek tersebut digunakan sepanjang perkembangannya.
Dialek dihasilkan karena adanya dua faktor yang saling melengkapi, yaitu faktor waktu dan tempat.
Sebagai contoh bahasa Melayu yang digunakan di daerah Manado adalah bahasa Manado yang menurut sejarahnya digunakan di daerah Manado.