Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan pada organ vital yaitu jantung, pembuluh darah otak serta ginjal dan menyebabkan terjadinya serangan jantung, stroke ataupun gagal ginjal hingga kematian.
Sebagai gambaran, hasil Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi dari hasil pengukuran pada masyarakat dewasa di Indonesia sebesar 34,11 persen atau satu dari tiga penduduk berusia 18 tahun ke atas di Indonesia mengalami hipertensi.
Baca juga: Diabetes Tipe 1, Penyakit Kronis pada Anak dan Remaja
Dengan kondisi kesehatan yang seperti ini, kita perlu mengetahui apa saja faktor risiko terkait hipertensi ini dan bagaimana strategi pencegahannya untuk generasi masa depan.
Masih dari publikasi di BMJ Open, turut disampaikan faktor risiko prehipertensi dan hipertensi pada remaja Indonesia, yaitu: usia, jenis kelamin dan obesitas. Remaja dengan usia lebih tua memiliki risiko pre hipertensi dan hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan remaja muda.
Tekanan darah meningkat seiring dengan waktu dan seiring dengan pubertas.
Remaja dengan jenis kelamin laki-laki lebih berisiko mengalami hipertensi dan pre hipertensi dibandingkan perempuan.
Hal ini berkaitan dengan peranan hormon seks dimana keberadaan hormon Esterogen justru menurunkan tekanan darah pada wanita, sedangkan testosteron meningkatkan sistem renin-angiotensin yang justru dapat meningkatkan tekanan darah.
Kedua faktor risiko diatas menunjukkan kerentanan seseorang yang tidak dapat dimodifikasi. Selain itu, faktor genetik juga menjadi faktor risiko yang meningkatkan kerentanan bagi yang memiliki garis turunan hipertensi.
Studi menyimpulkan bahwa pengaruh genetik yang diturunkan pada variasi tekanan darah sebesar 30-50 persen dan sisanya justru dipengaruhi dari faktor lingkungan.
Faktor lingkungan yang dapat dimodifikasi adalah obesitas. Remaja yang mengalami obesitas memiliki risiko 2,1 kali lebih tinggi untuk mengalami prehipertensi dan 5,6 kali lebih tinggi untuk mengalami hipertensi.
Baca juga: Gangguan Kecemasan pada Remaja, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?
Berdasarkan laporan UNICEF tahun 2018 menunjukkan bahwa 1 dari 7 remaja (14,8 persen, atau 3,3 juta) di Indonesia mengalami kelebihan berat badan dan obesitas.
Hal ini berkaitan dengan tingginya pajanan akan makanan dan minuman tinggi kalori berasal dari gula namun rendah akan zat gizi penting lainnya yang menyasar target remaja dan anak-anak.
Sebuah review tersistematik yang terbit pada tahun 2021 menunjukkan bahwa kosumsi remaja di Indonesia masih kurang akan protein, buah dan sayur namun berlebihan dalam konsumsi natrium dan Western food.
Produk makanan dan minuman saat ini juga didominasi makanan olahan dengan kandungan gula, garam dan lemak yang tinggi.
Minuman kekinian yang sering kita temui dengan mudah antara lain minuman manis dengan gula tambahan seperti boba, kopi susu serta minuman kemasan tinggi gula.