Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Mengapa Hasil Riset Tidak Menjadi Kebijakan?

Kompas.com - 28/11/2023, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut beliau, kondisi tersebut menjadi indikator jika kualitas hasil riset tersebut belum layak menjadi landasan kebijakan.

Publikasi ilmiah pada jurnal predator, tentunya tidak melalui proses telaah ilmiah yang sesuai standar komunitas ilmiah. Ketika suatu hasil riset tidak melalui proses telaah ilmiah yang standar, maka wajar jika muncul keraguan terhadap kualitas dari hasil riset tersebut.

Faktor kedua ialah mengenai masalah tidak terkomunikasikannya hasil riset pada pengambil kebijakan.

Hasil riset biasanya disajikan dalam bahasa ilmiah pada media publikasi ilmiah seperti jurnal ilmiah dan buku ilmiah atau laporan penelitian.

Artikel dalam jurnal ilmiah biasanya cukup singkat dengan rerata halaman sejumlah 15. Walau jumlah halamannya sedikit, namun Ia disajikan dalam bahasa ilmiah.

Baca juga: Menilik Kebijakan Riset dan Inovasi dalam Platform Ekonomi Biru, Apakah Masih Sebatas Jargon?

Penggunaan bahasa ilmiah sebenarnya wajar, sebab jurnal ilmiah merupakan media komunikasi komunitas ilmiah. Akan tetapi, kondisi demikian membuatnya tidak ideal sebagai media komunikasi hasil riset kepada pembuat kebijakan.

Sementara itu media publikasi ilmiah seperti buku ilmiah atau laporan penelitian cukup tebal dengan rerata halaman lebih dari 50 serta tentunya ditulis dalam Bahasa ilmiah.

Kondisi demikian tentunya tidak ideal bagi pembuat kebijakan untuk membaca dan memahami hasil riset tersebut.

Para pembuat kebijakan biasanya adalah orang yang sangat sibuk sehingga tidak mempunyai waktu untuk membaca dan memahami laporan penelitian atau buku ilmiah yang tebal serta penuh dengan bahasa teknis ilmiah.

Untuk dapat dikomunikasikan kepada pembuat kebijakan, maka hasil riset harus ditulis dalam bahasa kebijakan serta dalam format ringkas sehingga dipahami oleh mereka.

Untuk mengatasi masalah ini peneliti harus berkolaborasi dengan analis kebijakan guna menerjemahkan bahasa ilmiah ke bahasa kebijakan.

Penggunaan bahasa kebijakan, merupakan keahlian profesional analis kebijakan yang tidak dimiliki oleh semua peneliti/akademisi. Kolaborasi adalah suatu keniscayaan, agar hasil riset terkomunikasikan kepada pembuat kebijakan.

Ketiga, faktor waktu riset.

Baca juga: Mengintip Ekosistem Pengelolaan dan Anggaran Riset Kelautan

Riset mendalam memerlukan waktu lama, bahkan mungkin hingga berbilang tahun. Sementara itu terkadang kebijakan perlu diambil segera, sehingga tidak bisa menunggu proses riset yang lama.

Dalam keadaan demikian, tentunya pengambil kebijakan akan mencari bahan pertimbangan lainnnya yang bisa tersedia lebih cepat. Faktor waktu erat kaitannya dengan faktor selanjutnya yakni masalah kedalaman dari hasil riset.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com