Kedua, pengetahuan pengunjung tentang tanda bahaya kebakaran, fasilitas pemadam dan sumber air.
Ketiga, evaluasi internal terkait efektivitas pengawasan, patroli, program dan anggaran yang tersedia.
Secara teoritis, pengetahuan mengenai teknik pengendalian Karhutla pada berbagai medan seperti pada: lahan gambut, hutan tanaman dan pegunungan, telah menjadi pengetahuan dasar sejak lama bagi para pemangku Taman Nasional/kawasan hutan, temasuk identifikasi faktor penyebabnya.
Baca juga: Letusan Gunung Semeru dan Jaminan Kesuburan untuk Masa Depan
Namun ditataran implementasi, kadang hal baru bisa saja terjadi, luput dari literasi lama, seperti kasus "Flare Prewedding" itu.
Oleh karenanya, dinamika prilaku atau budaya manusia perlu menjadi perhatian serius para pengelola, termasuk mencermati kemungkinan unsur kesengajaan dengan berbagai motifasi.
Disadari bahwa, interaksi masyarakat pada kawasan taman nasional yang arealnya luas dan "remote" terlebih pegunungan, tidak selalu mudah dikontrol, biaya pengendalian kebakaran sangat mahal, sumber daya manusia dan sumberdaya lainnya mungkin jadi terbatas, oleh karena itu pencegahan (mitigasi) Karhutla adalah satu cara yang harus jadi perhatian besar ke depan.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah menyediakan layanan pemantauan titik api berbasis data satelit NOAA dan Tera bernama "Sipongi" yang mudah diakses (http://sipongi.menlhk.go.id). Akurasi posisi sebaran titik api terverifikasi dan terpetakan.
Di sisi lain, informasi prakiraan cuaca, analisis iklim, prakiraan iklim, peringatan kebakaran hutan dan lahan (SPARTAN), informasi kerentanan terbakar lapiasan bawah tanah permukaan, iklim ekstrem dan lain-lain, juga tersedia pada website Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG).
Tinggal sejauh mana semua informasi itu dapat diformulasikan menjadi sebuah program mitigasi.
Saling sahut api di taman naisonal di Jawa: TN Bromo Tengger Semeru, TN. Gunung Gede Pangrango (TNGGP), TN Gunung Ciremai dan TN Baluran beberapa hari lalu, adalah alarm alam yang perlu menjadi bahan refleksi mendalam.
Baca juga: Pengertian Sabana serta Contoh Flora dan Faunanya
Pengelola dan pihak berkepentingan perlu benar-benar dapat menemukan akan permasalahannya, karena Karhutla terulang hampir setiap tahun dengan kerusakan ekosistem yang tidak mudah dipulihkan.
Tata waktu kejadian dan musim kemarau pun sudah dapat diprediksi. Tinggal bagaimana cara mencegah, meminimalkan resiko, memelihara konsentrasi dan menyiapkan aneka sumberdaya.
Semoga pesan "Flare Prewedding Bromo" dapat kita tangkap Bersama hikmahnya, savana areal ex kebakaran segera dapat direstorasi dan kejadian serupa tidak terulang.
Yayan Hadiyan, S.Hut, M.Sc.
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi - BRIN