Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Mengenal Mikania micrantha: Mengapa Si Pemanjat Ini Begitu Invasif?

Kompas.com - 11/08/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Elok Rifqi Firdiana

MIKANIA micrantha atau tumbuhan yang biasa disebut sebagai Sembung Rambat ini dapat dengan mudah kita temui di tepi-tepi jalan, baik itu merambat di pagar atau memanjat pada tumbuhan lain.

Baca juga: Bagaimana Awal Mula Anggrek Bisa Tumbuh di Tanaman Lain?

Daunnya yang berbentuk jantung dengan ujung lancip dan tepi bergerigi menjadi penciri utamanya sehingga mudah dikenali. Selain itu, bunganya banyak, bergerombol dan berwarna putih juga sangat mencolok.

Anggota suku Asteraceae (Aster-asteran) ini bukan tumbuhan asli Indonesia. Asalnya dari wilayah Amerika tropis kemudian masuk ke Asia melalui India.

Konon, tumbuhan ini sengaja ditanam di negara itu untuk menyamarkan lapangan terbang setelah Perang Dunia II. Dan demikianlah, India menjadi pintu masuk tumbuhan ini di benua Asia sehingga kemudian menyebar hingga ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Tumbuhan ini diberi nama Sembung Rambat karena memerlukan media untuk merambat (menjalar) ke tempat yang lebih tinggi. Media perambatannya bisa berupa pagar, tembok atau bahkan tumbuhan lain.

Jika tempatnya merambat adalah tumbuhan lain, maka tumbuhan ini bisa menghambat pertumbuhan inangnya itu.

Dengan pertumbuhan yang sangat cepat (bisa mencapai 2,7 cm per hari), daya cengkeram yang kuat, dan kemampuan membentuk percabangan yang sangat baik, serta akar pada setiap ruas di batangnya, tumbuhan ini bisa segera menutup rapat akses cahaya bagi inangnya.

Dengan demikian, kompetisi untuk mendapatkan cahaya matahari dapat dengan mudah dimenangkan dan inang menjadi terhambat proses fotosintesisnya.

Baca juga: Apakah Tanaman Bisa Berbicara?

Ditambah lagi dengan kemampuannya membentuk biji yang sangat banyak (35.000-45.000 biji per tahun) dan kemampuan menyesuaikan diri yang sangat hebat bahkan pada lingkungan yang sulit, tak heran tumbuhan ini segera menjadi dominan di tempatnya tumbuh.

Yang pada awalnya ‘hanya’ sebagai pendatang di tempat asing, lambat laun berubah bersifat invasif dan menjadi penjajah. Oleh karena itu, laman Global Invasive Species Database memasukkan tumbuhan ini ke dalam 100 jenis paling invasif di dunia.

Mikania micrantha menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem alami di wilayah Asia Tropis, termasuk di sebagian Papua Nugini, di kepulauan Samudra pasifik, dan di Florida, Amerika Serikat.

Invasinya yang telah menyebabkan kerugian ekonomi berkaitan dengan turunnya produksi pertanian dan kehutanan. Selain itu, tumbuhan invasif ini juga mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman jenis dan genetik, penurunan stabilitas tanah dan jaring-jaring makanan, serta mempengaruhi siklus nutrisi.

Di Indonesia, tumbuhan ini menjadi gulma penting pada perkebunan karet dan sawit.

Lantas, bagaimana si Sembung Rambat ini memiliki kemampuan yang super seperti itu? Nampaknya si pemanjat ini sangat mahir mengangkut air dan nutrisi dari dalam tanah.

Selain itu, tumbuhan ini menunjukkan efek alelopatik yang kuat terhadap tumbuhan lain. Alelopati sendiri merupakan pengaruh suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan lain.

Baca juga: Benarkah Tanaman Hias Bisa Membersihkan Udara dalam Ruangan?

Pada Sembung Rambat, senyawa yang dilepaskan adalah Sesquiterpene Lactones (STL) dan beberapa senyawa fenol lainnya. Di samping itu, kapasitas dan efisiensi fotosintesisnya sangat tinggi.

Tidak seperti kebanyakan suku Asteraceae, tumbuhan ini selain menggunakan jalur fotosintesis C3, juga menggunakan jalur CAM (Crassulacean Acid Metabolism) yang khas pada kaktus dan nanas.

Bahkan, jumlah salinan gen CAM aktivitas enzim PEPC (enzim penting pada fotosintesis) pada daunnya lebih tinggi daripada nanas.

Yang lebih hebat lagi, ternyata selain stomatanya selalu membuka di siang hari, sebagian di antaranya membuka di malam hari untuk meningkatkan pengikatan karbon dioksida.

Selain berfotosintesis di daun, nampaknya si pemanjat ini juga melakukan aktivitas tersebut di batang. Hal ini diketahui dengan adanya komponen klorofil (pigmen fotosintesis) dan stomata di batang.

Liu dkk. melakukan eksperimen defoliasi (penghilangan daun) pada Sembung Rambat di tahun 2020 untuk melihat kesintasan tumbuhan ini tanpa daun. Hasilnya, tumbuhan ini dapat tetap hidup selama 30 hari sekalipun tanpa daun.

Dengan cepat, kandungan klorofil batangnya meningkat sehingga dapat lebih banyak menyerap cahaya dan hasil fotosintesis juga lebih banyak. Senyawa STL yang dikeluarkan si pemanjat ini ternyata dapat mengundang keberadaan bakteri yang menyuplai nitrogen.

Baca juga: Tanaman-tanaman yang Coba Ditumbuhkan di Luar Angkasa

Jadilah, makin banyak nitrogen yang siap diserap akarnya. Nitrogen merupakan senyawa penting yang diperlukan tumbuhan, namun tidak semua bentuk nitrogen bisa diserap tumbuhan.

Tumbuhan memerlukan bakteri untuk menjamin ketersediaan nitrogen yang siap digunakan. Si pemanjat merupakan salah satu tumbuhan yang beruntung karena mampu mengundang bakteri untuk membantunya.

Dan semua itu menjadikannya pemenang di hampir setiap lingkungan.

Memang tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia. Si Sembung Rambat yang invasif ini memiliki banyak potensi yang bisa dimanfaatkan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstraknya dapat digunakan sebagai herbisida nabati untuk beberapa jenis gulma, misalnya Brambangan (Commelina diffusa), putri malu (Mimosa pudica), dan Jajagoan (Echinochloa crus-galli). Hal ini tak tentu saja tak lepas dari kemampuan alelopatinya.

Penggunaan herbisida nabati saat ini sedang terus digencarkan sebab penggunaan herbisida kimia secara terus-menerus berdampak buruk bagi lingkungan, di antaranya terjadinya keracunan pada organisme nontarget, polusi sumber-sumber air dan kerusakan tanah serta keracunan akibat residu herbisida pada produk pertanian.

Semoga saja si Sembung Rambat ini dapat terus dikembangkan menjadi herbisida nabati untuk tanaman pertanian dan perkebunan agar terjadi win-win solution atas keberadaannya sebagai tumbuhan asing invasif.

Baca juga: Apakah Kepik Berbahaya untuk Tanaman?

Elok Rifqi Firdiana
Peneliti Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan - BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com