Bahkan saat ini di sebagian besar negara Asia, hewan dianggap sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi dengan nilai berdasarkan kegunaannya.
Baca juga: Populasi Satwa Liar Global Turun 70 Persen dalam Waktu 50 Tahun
Banyak negara sudah memiliki undang-undang perlindungan satwa liar, akan tetapi penegakan hukum belum menjadi prioritas. Secara internasional, perjanjian seperti CITES dapat membantu mengendalikan perdagangan lintas batas spesies yang terancam punah.
Sayangnya, banyak negara yang terlibat dalam perdagangan bukan anggota CITES atau memiliki keterbatasan, baik finansial maupun logistik, dalam mengimplementasikan perjanjian tersebut.
Organisme, populasi, dan akhirnya seluruh ekosistem secara alami dipengaruhi oleh berbagai faktor stres biotik dan abiotik seperti fluktuasi iklim, variasi radiasi dan pasokan makanan, hubungan predator-mangsa, parasit, penyakit, dan persaingan di dalam dan di antara spesies.
Akibatnya, kemampuan untuk bereaksi terhadap stresor merupakan karakteristik penting dari semua sistem kehidupan.
Tetapi dalam zaman evolutif kisaran variasi stresor umumnya cukup konstan dan memungkinkan spesies menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi lingkungan.
Banyak spesies dan ekosistem liar dalam keadaan seimbang dan setiap ada perubahan dalam lingkungan cenderung akan mempengaruhi keseimbangan ini.
Bioindikator meliputi proses biologis, spesies, atau komunitas dan digunakan untuk menilai kualitas lingkungan dan bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu.
Perubahan lingkungan sering dikaitkan dengan gangguan antropogenik (misalnya, polusi, perubahan penggunaan lahan) atau stres alami (misalnya, kekeringan, musim semi beku).
Baca juga: Satwa Liar Terkait Pandemi Covid-19, Begini Hasil Survei Persepsi Masyarakat
Dalam lingkungan sekitar kita ada beberapa contoh fauna yang dapat berfungsi sebagai bioindikator, diantaranya: katak, kunang-kunang, dan capung.
Hewan tersebut memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, dimana jika kualitas lingkungan baik maka maka hewan tersebut mudah ditemui akan tetapi sebaliknya jika kondisi lingkungan buruk maka hewan tersebut akan sulit ditemui.
Semakin buruknya kualitas lingkungan, maka binatang tersebut akan semakin sulit ditemui.
Suhendra Pakpahan
Peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan - BRIN
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya