Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/05/2023, 16:00 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Roller coaster merupakan wahana kereta layang dengan tanjakan dan turunan curam, yang membawa penumpangnya melalui tikungan tajam dan perubahan kecepatan serta arah yang tiba-tiba.

Para ilmuwan tengah mempelajari tentang apa yang terjadi pada tubuh manusia selama menaiki roller coaster. Roller coaster tidak berbahaya bagi kebanyakan orang, tetapi untuk beberapa orang, pengalaman menaikinya bisa berisiko. 

Dirangkum dari Discover Magazine, berikut ini beberapa hal yang terjadi pada tubuh saat menaiki roller coaster.

Kepala dan leher sakit akibat berhenti tiba-tiba 

Harness roller coaster dirancang untuk menjaga penumpang tetap di tempatnya dan mencegahnya jatuh saat kereta berjalan. 

Baca juga: Apa Efek Buruk Radiasi Ultraviolet pada Kulit?

Namun, kepala dan leher masih dapat bergerak bebas, serta gerakan cepat dan berhenti tiba-tiba dapat menyebabkan gerakan berlebihan pada leher (hiperekstensi) dan sendi leher (hiperfleksi).

Dalam kasus yang jarang terjadi, gerakan leher dapat menyebabkan diseksi arteri servikosefalik, kemudian stroke. Jenis stroke ini sulit didiagnosis karena keluhan utamanya, sakit kepala dan sakit leher, mirip dengan banyak kondisi lain.

Dalam sebuah studi kasus medis, seorang anak laki-laki berusia 11 tahun tiba-tiba merasakan sakit kepala ketika roller coaster yang ia tumpangi tiba-tiba berhenti. 

Setelah beberapa minggu, sakit kepalanya tetap ada dan gejalanya berlanjut termasuk pusing, mual, dan muntah.

Baca juga: Apa Efek Samping Minum Oralit?

CT scan mengungkapkan, bocah itu mengalami stroke serebelar. Bocah itu dirawat dengan antikoagulan dan bisa sembuh total. 

Penulis studi kasus mencatat, jenis reaksi roller coaster ini jarang terjadi dan mereka hanya menemukan kasusnya terjadi sekitar dua kali setahun. 

Jantung berdebar kencang

Roller coaster bisa membuat jantung kita berdebar kencang. Tubuh melepaskan zat kimia saraf, seperti dopamin dan adrenalin, sehingga pengalaman menaiki roller coaster bisa mendebarkan sekaligus menyenangkan. 

Studi menemukan, kegembiraan seperti itu juga dapat menyebabkan jantung berdebar-debar hingga aritmia. 

Baca juga: Apa Efek Mengonsumsi Kafein terhadap Sistem Pencernaan?

Dalam penelitian tahun 2007, sekelompok ilmuwan Jerman meminta sukarelawan di taman hiburan untuk memakai elektrokardiogram Holter 12-lead saat mereka menaiki roller coaster.

Sebanyak 55 orang memakainya, semuanya berusia di atas 18 tahun, dan tidak ada yang diketahui memiliki riwayat penyakit jantung.

Para relawan memakai elektrokardiogram selama lima menit sebelum perjalanan sehingga para peneliti dapat mengukur detak jantung istirahat mereka. 

Saat roller coaster mulai bergerak, para relawan menekan tombol yang mencatat perjalanan telah dimulai. Setelah perjalanan selesai, mereka terus menyalakan elektrokardiogram selama lima menit.

Baca juga: Apa Efek Vitamin E untuk Kesehatan Kulit?

Perjalanan dimulai dengan roller coaster menanjak selama 30 detik setinggi 61 meter, yang diikuti dengan terjun bebas selama empat detik. 

Kemudian, dengan 82 detik tersisa, perjalanan melaju secepat 199 km per jam. Roller coaster naik dan turun enam bukit lagi dan mengikuti tikungan tajam yang tiba-tiba.

Tak heran, para relawan menunjukkan lonjakan detak jantung dan tekanan darah. Namun, tingkat detak jantung tertinggi terjadi selama 30 detik pertama saat perjalanan menaiki tanjakan pertama.

Selama tanjakan awal, satu orang mengalami episode aritmia yang sembuh dengan sendirinya. Satu orang mengalami fibrilasi atrium selama empat detik di akhir perjalanan, termasuk jantung berdebar, yang juga sembuh dengan sendirinya. 

Sebanyak 44 persen peserta mengalami aritmia sinus asimptomatik dalam waktu lima menit setelah menyelesaikan perjalanan.

Baca juga: Apa Efek Minum Soda bagi Kesehatan Gigi?

Para penulis menyimpulkan, para sukarelawan memiliki respons jantung yang ringan, tetapi orang dengan kondisi jantung yang mendasarinya berisiko mengalami episode aritmia. 

Cedera otak traumatis 

Para ilmuwan telah mempelajari lebih banyak tentang cedera otak traumatis, mereka mempertanyakan apakah gaya gravitasi tinggi pada roller coaster dapat menyebabkannya. 

Sebuah studi tahun 2009 di The American Journal of Forensic Medicine and Pathology merekrut sukarelawan untuk menaiki tiga roller coaster di taman hiburan Six Flags.

Empat orang setuju untuk berpartisipasi, yakni dua orang dewasa berusia dua puluhan dan dua anak berusia 11 dan 13 tahun.

Relawan menggigit pelat mulut dengan sensor untuk setiap aktivitas. Sensor merekam gerakan mereka di roller coaster saat mereka terbang dengan kecepatan hingga 136 km per jam dan memperbesar melalui loop, drop, dan fitur lainnya.

Peneliti membandingkan gerakan kepala untuk setiap aktivitas dan menemukan risiko cedera otak traumatis yang rendah dari roller coaster. 

Roller coaster memiliki ukuran kriteria cedera kepala rata-rata (HIC15) sebesar 4,1, yang enam kali lebih sedikit daripada yang dialami seseorang dalam kecelakaan mobil yang memicu cedera otak traumatis. 

Demikian pula, faktor tumbukan kepala (atau HIP) adalah 0,36 pada roller coaster, dibandingkan dengan 3,41 HIP akibat kecelakaan mobil.

Pada tahun 2017, studi serupa di Journal of Neurotrauma menemukan sedikit bukti bahwa roller coaster dapat menyebabkan TBI. 

Tetapi, peneliti juga memperingatkan bahwa meskipun risikonya rendah, para ilmuwan tidak sepenuhnya memahami apa efek roller coaster terhadap otak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com