Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gangguan Ginjal Kronik, Pentingnya Rujukan Tepat Waktu untuk Pasien Dialisis

Kompas.com - 15/02/2023, 17:01 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com - Bagi pasien dengan gangguan ginjal, terapi yang bisa dilakukan salah satunya adalah dengan dialisis atau cuci darah.

Gagal ginjal masih menjadi masalah serius yang perlu ditanggulangi di Indonesia. Pasalnya, tingkat kejadian gagal ginjal kronik meningkat 0,2 persen pada tahun 2013 menjadi 0,38 persen pada tahun 2018.

Dengan populasi masyarakat Indonesia sebanyak 252.124.458 jiwa pada tahun 2018, maka sedikitnya ada sekitar 713.783 orang yang menderita gagal ginjal kronik yang sangat memerlukan terapi, salah satunya dialisis.

Dokter kepresidenan RSPAD dan Penasehat Yayasan Jaga GinjaI Indonesia (JGI), dr. Jonny, SpPD-KGH, MKes, MM, DCN, mengatakan pentingnya kolaborasi dari berbagai stakeholders, dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia, salah satunya dalam pelayanan terhadap pasien gagal ginjal dalam menjalani dialisis.

Gagal ginjal dikelompokkan dalam katastropik pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Artinya, penyakit ini memerlukan perawatan medis jangka panjang dan menguras biaya tinggi.

“Agar semuanya berjalan dengan lancar, kembali lagi, setiap aturan yang ditetapkan perlu dijalankan dengan baik agar proses pengajuan program JKN untuk dialisis bisa berjalan secara ideal,” kata Jonny dalam virtual discussion forum bertajuk Peningkatan Pelayanan JKN bagi Pasien Dialisis, Rabu (15/2/2023).

Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan, dr. Mokhamad Cucu Zakaria, AAAK mengatakan bagi pasien gagal ginjal dalam program JKN, seluruh proses pembiayaan untuk kasus-kasus gagal ginjal dari awal sampai akhir ada manfaat yang dapat diterima.

Baca juga: Gangguan Ginjal Akut Misterius pada Anak, Kemenkes Imbau Obat Sirup Tidak Diresepkan

"Mulai dari CRRT atau Continuous Renal Replacement Therapy, Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal," kata dia.

Ketua umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Dr. dr. Aida Lydia SpPD-KGH mengatakan bahwa pentingnya deteksi dini penyakit ginjal kronik (PGK).

"Deteksi dini (gangguan ginjal) kita masih bisa melakukan pencegahan, bagaimana agar tidak jatuh (masuk) dalam gagal ginjal dan mestinya pasien dirujuk tepat waktu ke layanan kesehatan yang lebih tinggi, andaikata pasien tersebut memerlukan terapi pengganti ginjal," jelas Aida.

Aida mengatakan bahwa yang perlu dibenahi di Indonesia adalah rujukan tepat waktu, yang memang pada saat ini masih diupayakan, masih memerlukan perbaikan, karena banyak pasien yang datang terlambat di layanan di rumah sakit.

"Jika pasien terlambat (mendapatkan penanganan) akan ada dampaknya dari segi biaya dan segi keberlangsungan kesehatan pasien. Karena pada jauh hari, pada stadium empat, pasien ini kemudian para dokter (mestinya) sudah diajak bicara (tentang) terapi pengganti ginjal apa yang akan dijalani oleh pasien," papar Aida.

Bila pasien memlihi hemodialisis, maka dokter akan membuat akses pembuluh darah melalui operasi kecil pada jauh-jauh hari. Sehingga pada saat pasien memerlukan hemodialisis, akses ini sudah bisa digunakan.

 

Baca juga: Gangguan Ginjal Akut Misterius pada Anak, Orangtua Diimbau Waspadai Gejala Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com