Tingkat serotonin yang rendah memicu stres atau cemas yang mungkin dirasakan saat jatuh cinta.
Jatuh cinta juga melepaskan dopamin tingkat tinggi, yakni zat kimia yang mengaktifkan sirkuit hadiah yang membuat jatuh cinta menjadi pengalaman yang menyenangkan, serupa dengan euforia yang terkait dengan penggunaan kokain atau alkohol.
Bukti ilmiah untuk kesamaan ini dapat ditemukan dalam banyak penelitian, termasuk studi yang dilakukan di University of California, San Francisco, dan diterbitkan pada tahun 2012 di Science.
Baca juga: Apa yang Terjadi pada Tubuh jika Makan Strawberry Setiap Hari?
Selain perasaan positif yang dibawa oleh cinta, jatuh cinta juga menonaktifkan jalur saraf yang bertanggung jawab atas emosi negatif, seperti ketakutan dan penilaian sosial.
Perasaan positif dan negatif ini melibatkan dua jalur neurologis. Satu jalur terkait dengan emosi positif menghubungkan korteks prefrontal ke nukleus accumbens, sementara jalur lain yang terkait dengan emosi negatif menghubungkan nukleus accumbens ke amigdala.
Saat kita jatuh cinta, mesin saraf yang bertanggung jawab untuk membuat penilaian kritis terhadap orang lain mati, termasuk penilaian terhadap orang yang kita cintai. Inilah penjelasan medis dari ungkapan "cinta itu buta".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.