Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Pertanyaan Paling Umum soal Cacar Monyet, Dokter Jelaskan

Kompas.com - 08/08/2022, 09:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber Healthline

KOMPAS.com - Cacar monyet atau monkeypox telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai darurat kesehatan global. Wabah cacar monyet saat ini sudah menyebar di 78 negara, dengan lebih dari 18.000 kasus konfirmasi.

Laporan kasus pertama kali dialami seseorang di Inggris yang baru kembali dari perjalanan ke Nigeria. Dilansir dari Healthline, Rabu (3/8/2022), Covid-19 masih dianggap sebagai pandemi global, tetapi kemunculan cacar monyet juga perlu diwaspadai.

Beberapa pakar akhirnya menjawab pertanyaan umum yang kerap kali ditanyakan masyarakat, termasuk bagaimana cacar monyet menular dan vaksinasi yang ada untuk mereka.

Baca juga: Benarkah Cacar Monyet Bisa Menular Melalui Hubungan Seksual?

Berikut delapan tanya jawab mengenai cacar monyet, yang perlu Anda ketahui.

1. Apa itu cacar monyet?

Direktur medis unit perawatan intensif di Pusat Medis Providence Cedars-Sinai Tarzana, Dr Thomas Yadegar menjelaskan bahwa cacar monyet adalah adalah infeksi virus yang berasal dari keluarga yang sama dengan virus cacar, yakni orthopoxvirus.

“Ini adalah penyakit yang self-limiting, artinya seiring berjalannya waktu, infeksi akan sembuh dengan sendirinya," ujar Yadegar.

Kendati penyakit ini menyebar di negara non-endemik, nyatanya monkeypox sudah ada sejak lama.

Asisten profesor di School of Nursing di MGH Institute of Health Professions Rachel Cox, DNP, FNP-BC memaparkan bahwa virus cacar monyet pertama kali ditemukan pada monyet pada tahun 1958, dan pada manusia di awal tahun 1970-an.

“Meskipun cacar monyet dan cacar memiliki gejala yang sama, cacar monyet umumnya lebih ringan dan lebih kecil kemungkinannya untuk menyebabkan kematian," tuturnya.

Cox membeberkan gejala cacar monyet yang dapat muncul meliputi:

  • Ruam di wajah, alat kelamin, mulut, tangan, kaki, dada, dubur
  • Demam
  • Panas dingin
  • Pegal-pegal
  • Kelelahan
  • Sakit kepala
  • Muncul gejala pernapasan, seperti sakit tenggorokan, batuk, dan hidung tersumbat
  • Pembengkakan kelenjar getah bening

"Ruam sering dimulai dengan lesi datar yang menjadi menonjol, mirip dengan lecet atau jerawat, dan kemudian terisi dengan cairan dan nanah," kata Cox.

Sementara waktu, kulit mungkin sangat sensitif dan menyakitkan. Lepuh biasanya berkeropeng atau berkerak kemudian rontok, dan berpotensi meninggalkan bekas luka di kulit.

Baca juga: Satu Pasien di Jawa Tengah Suspek Cacar monyet, Ini Klasifikasi Statusnya Menurut Kemenkes

 2. Bagaimana penyebaran cacar monyet?

Berdasarkan catatan, kasus cacar monyet cukup banyak terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).

Namun, Dr. Michael Chang, spesialis penyakit menular pediatrik di Memorial Hermann di Houston, menekankan tidak ada yang kebal terhadap infeksi cacar monyet. Artinya, semua orang berpotensi tertular penyakit ini.

“Cacar monyet dapat menyebar ke siapa saja, (mulai dari) anak-anak dan orang dewasa, sehat, atau dengan gangguan kekebalan,” kata Chang.

Dia menambahkan, ada beberapa cara penularan cacar monyet selain kontak kulit-ke-kulit, di antaranya:

  • Kontak langsung dengan ruam cacar monyet, koreng, atau cairan tubuh, termasuk sekresi pernapasan dari orang yang menderita cacar monyet.
  • Kontak dekat atau langsung, biasanya didefinisikan sebagai aktivitas seksual, pelukan, ciuman, atau kontak tatap muka yang lama.
  • Menyentuh benda seperti pakaian, tempat tidur, atau handuk dan permukaan yang digunakan oleh pasien cacar monyet.

“Di masa lalu, sebagian besar kasus cacar monyet sebenarnya terjadi pada anak-anak setelah kontak dengan hewan yang terinfeksi, tetapi tampaknya tidak demikian dengan wabah saat ini,” ungkapnya.

Baca juga: Cacar Monyet Banyak Dialami Pria Gay, Dokter Jelaskan Kemungkinan Penyebabnya

3. Apakah monkeypox itu termasuk infeksi menular seksual?

Para ahli menjelaskan bahwa cacar monyet bukanlah infeksi menular seksual (IMS). Menurut praktisi pengendalian infeksi yang berbasis di Toronto, Erica Susky, kontak dekat yang bersifat non-seksual juga dapat menjadi sumber penularan.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, penyakit tersebut utamanya menular melalui kontak antarkulit.

4. Apakah cacar monyet mematikan?

“Jenis cacar monyet ini jarang berakibat fatal. Jenis cacar monyet yang kita hadapi sekarang adalah tipe Afrika Barat," terang Dr Douglas Chiriboga, dokter dari Pomona Valley Hospital Medical Center.

Meski begitu, dia memperingatkan populasi tertentu lebih berisiko mengalami kematian akibat infeksi monkeypox. Terlebih pada anak-anak yang tidak divaksinasi, serta kelompok dengan gangguan kekebalan.

Cox menambahkan bahwa wabah sebelumnya telah menyebabkan 1 hingga 10 persen populasi meninggal.

“Para peneliti saat ini sedang belajar lebih banyak tentang cara mengobati penyakit dan mencegah komplikasi serius,” papar.

5. Apakah cacar monyet dapat disembuhkan?

Dikatakan oleh kepala penasihat medis Kroll, Kroll Institute Fellow, dan direktur Cornell Center for Pandemic Prevention and Response Dr Jay Varma, sejauh ini belum ada obat khusus untuk cacar monyet. Namun, ada beberapa perawatan lain seperti Tecovirimat.

“Selama wabah terjadi, beberapa pasien yang telah menerima obat ini telah melaporkan bahwa obat membantu membersihkan ruam mereka lebih cepat dan mengurangi rasa sakit mereka secara substansial,” ucap Varma.

Senada dengan Yadegar, Cox menegaskan bahwa cacar monyet adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Ia berkata, pasien bisa sembuh setelah dua hingga empat pekan terinfeksi.

"Namun, anak-anak dan mereka yang memiliki beberapa kondisi medis (tertentu) mungkin menjadi lebih parah sakitnya," beber Cox.

Baca juga: Apakah Orang yang Pernah Terkena Cacar Air Masih Berisiko Tertular Cacar Monyet?

 

6. Apakah ada vaksin untuk cacar monyet?

Varma mencatat, mereka yang sudah menerima salah satu dari dua vaksin cacar yang tersedia, terbukti mampu melawan cacar monyet.

Vaksin tersebut ialah ACAM2000 yang merupakan vaksin cacar asli dan JYNNEOS, vaksin yang lebih baru.

Vaksin ini diperkirakan sekitar 85 persen efektif dalam pencegahan cacar monyet, meski penelitiannya masih terbatas.

“Para peneliti sedang melakukan penelitian sekarang pada pasien selama wabah ini untuk memberikan perkiraan yang lebih akurat tentang seberapa protektif vaksin dalam kehidupan nyata,” tutur Varma.

Sementara ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) hanya merekomendasikan vaksinasi untuk orang yang telah terkena cacar monyet dalam 4 hingga 14 hari terakhir, dan pekerja laboratorium, yang secara langsung menangani virus orthopox.

Baca juga: Spanyol dan Brasil Laporkan Kematian Pertama akibat Penyakit Cacar Monyet

7. Mengapa cacar monyet menjadi masalah kesehatan yang serius?

Lebih lanjut, Varma menyatakan, kebanyakan pasien merasakan sakit dan ketidaknyamanan yang luar biasa selama beberapa pekan di tubuh akibat cacar monyet. Dalam beberapa situasi, rasa sakitnya bisa sangat parah, sehingga memerlukan rawat inap.

Selain itu, ruam dapat meninggalkan bekas luka permanen pada kulit atau terinfeksi bakteri, dan/atau penyakit tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada otak, mata, hingga paru-paru.

8. Berapa lama seseorang dengan cacar monyet masih bisa menularkan?

Disebutkan pula, orang dengan cacar monyet masih berisiko menularkan sampai ruamnya benar-benar hilang.

“Artinya, lepuh telah berubah menjadi keropeng, keropeng telah terbentuk dan rontok, dan kulit baru sekarang menutupi area lepuh dan keropeng sebelumnya,” pungkas Varma.

Baca juga: Beda dengan Covid-19, Menkes Budi Sebut Cacar Monyet Baru Bisa Menular Setelah Gejala Muncul

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com