Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertambangan Batu Bara Disebut Hambat Indonesia Capai Target Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Kompas.com - 28/06/2022, 09:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pertambangan batu bara di Kalimantan, disebut bisa menghambat capaian target perlindungan keanekaragaman hayati nasional maupun global.

Hal itu disampaikan peneliti perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Ilham Setiawan Noer.

Padahal, menurut dia, berbagai pihak di dunia tengah mengerjakan The Post-2020 Global Biodiversity Framework, kerangka strategi global baru untuk melindungi keanekaragaman hayati yang disepakati pada akhir 2022 mendatang.

The Post-2020 Global Biodiversity Framework sendiri merupakan kerangka lanjutan dari aichi biodiversity targets -- kesepakatan global strategi melindungi keanekaragaman hayati yang gagal memenuhi seluruh 20 target yang dijalankan.

Baca juga: DMO Batu Bara Disebut Tak Seharusnya Masuk dalam RUU Energi Baru Terbarukan

Di antara target tersebut, sebanyak 14 target terpenuhi, sementara enam lainnya hanya terpenuhi sebagian dalam periode 10 tahun yakni 2011 hingga 2020.

“Bagaimana kaitan target biodiversitas dengan pertambangan batu bara? Sebagai negara mega-biodiversitas dan juga sekaligus sebagai negara penghasil batu bara terbesar ketiga di dunia, Indonesia rentan mengalami krisis biodiversitas akibat pertambangan batu bara,” ujar Ilham dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (27/6/2022).

Ilham turut menunjukkan, target perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia yang diadopsi dan diselaraskan dari aichi biodiversity targets, yaitu Indonesian biodiversity strategy and action plan (IBNAP) 2015 hingga 2020.

Target itu tidak tercapai secara maksimal karena pertambangan batu bara di Kalimantan, yang mengancam keanekaragaman hayati serta perubahan iklim.

"Target Indonesian biodiversity strategy and action plan (IBSAP) ke-3 ialah mewujudkan sistem insentif dan disinsentif yang selaras dengan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan," imbuhnya.

Lebih lanjut, Ilham berkata, adopsi dari target aichi biodiversity ke-3 dimaksudkan untuk menghilangkan insentif yang berdampak negatif pada keanekaragaman hayati.

Namun, pemerintah Indonesia menerapkan insentif royalti nol persen terhadap perusahaan, yang menjalankan hilirisasi batu bara dan dinilai terbukti menganggu keanekaragaman hayati serta  mendorong perubahan iklim.

Baca juga: Pilihan Alternatif Batu Bara sebagai Sumber Energi

 

Selanjutnya adalah target IBSAP ke-4, yakni mewujudkan implementasi konsumsi dan produksi berkelanjutan, selaras dengan target aichi biodiversity ke-4 untuk mendorong penerapan produksi-konsumsi berkelanjutan dan menjaga batas ekologi yang aman.

Guna memenuhi target, pemerintah berencana hanya akan memproduksi batu bara rata-rata 400 juta ton di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.

Akan tetapi, produksi batubara Indonesia berikutnya berjumlah 461,29 juta ton (2015), 456,17 juta ton (2016), 461,36 juta ton (2017), 557,77 juta ton (2018), 616,16 juta ton (2019), 565,69 (2020), dan 606,22 juta ton (2021).

Dari 35 kawasan pertambangan batu bara di Kalimantan yang diteliti AEER, ditemukan 66 persen kawasan itu menimbulkan ancaman tinggi terhadap keanekaragaman hayati, sebanyak 28 persen memiliki ancaman sedang, dan 6 persen ancaman rendah.

Baca juga: Listrik 10 Juta Pelanggan Terancam Padam akibat Defisit Batu Bara, Mungkinkah Dialihkan ke Energi Terbarukan?

Sementara target IBSAP ke-10 ialah mengurangi tekanan antropogenik, terhadap terumbu karang dan ekosistem rentan lain juga sulit tercapai karena pertambangan batu bara.

Hal ini ditunjukkan melalui perubahan level kewaspadaan coral bleaching terumbu karang di Kalimantan Timur dari status “Watch” dan “No Stress” pada 2019 menjadi berstatus “Warning,” “Alert Level 1,” dan “Alert Level 2” pada 2022.

Pihaknya menyebut, pertambangan batu bara memengaruhi tingkat suhu dan curah hujan di Kalimantan secara signifikan, bertambah 1 derajat Celcius selama 16 tahun terakhir.

Kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi terumbu karang yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu.

Menurut Ilham, pemerintah dan seluruh stakeholder perlu konsisten dalam mengimplementasikan komitmen terkait lingkungan hidup di Indonesia.

“Kita memerlukan upaya lanjutan untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati pada dekade berikutnya dalam The Post-2020 Global Biodiversity Framework dan itu bisa dimulai dengan mengevaluasi hubungan kita dengan pertambangan batu bara,” pungkasnya.

Baca juga: Listrik 10 Juta Pelanggan Terancam Padam akibat Defisit Batu Bara, Mungkinkah Dialihkan ke Energi Terbarukan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com