Temuan ini mungkin terdengar berlawanan, karena China sendiri hanya sedikit memiliki gunung berapi yang aktif dalam sejarah. Bahkan, sebagian besar gunung berapi pada periode yang diteliti memang tak aktif.
Sebaliknya, mereka menyebut bahwa aktivitas gunung berapi di Indonesia dan di Filipina lah yang secara signifikan memengaruhi suhu dan curah hujan di China.
Meski begitu, peneliti masih mempertanyakan, mengapa peristiwa gunung berapi besar seperti letusan Gunung Tambora justru tak berpengaruh pada perubahan dinasti dibandingkan dengan letusan yang lebih moderat.
"Apa yang kami temukan adalah bahwa keruntuhan terjadi setelah letusan kecil hingga sedang," kata peneliti.
Baca juga: Gunung Berapi di Indonesia Sudah Memukau Ilmuwan sejak Zaman Kolonial
Sementara itu Fan Ka Wai, seorang profesor di Departemen Cina dan Sejarah di City University of Hong Kong yang tak terlibat dalam studi masih meragukan temuan ini.
"Saya tak percaya bahwa setiap gunung berapi yang meletus akan berdampak pada jatuhnya sebuah dinasti," katanya.
Namun terlepas dari itu, temuan tim tersebut relevan karena saat ini kerusuhan sosial dan perubahan iklim makin meningkat.
"Pada abad ke-20 dan ke-21, kita beruntung dapat menghindari letusan besar seperti yang dihadapi oleh banyak dinasti China selama 2 milenium terakhir. Tetapi yang berikutnya bisa terjadi kapan saja, di tambah dengan kemungkinan cuaca ekstrem dari perubahan iklim antropogenik," ungakap Ludlow.
Selanjutnya, ketidakstabilan sosial ekonomi akan memengaruhi tingkat dampak yang akan ditimbulkan oleh peristiwa letusan itu. Dan pada akhirnya semuanya kembali kepada kita untuk menentukan seberapa siap bisa menghadapinya.
Studi dipublikasikan di Communications Earth and Environment.
Baca juga: 5 Tanda Akan Meletusnya Gunung Berapi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.