Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Pandemi Covid-19, Ini Langkah Negara G20 untuk Akhiri Penularan Tuberkulosis

Kompas.com - 31/03/2022, 11:01 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Program penanggulangan penyakit tuberkulosis (TB) masih menjadi prioritas di seluruh dunia, yang sangat menular dan berpotensi fatal. Kendati demikian, program penanganan tuberkulosis justru mengalami kemunduran lantaran merebaknya virus corona hingga saat ini.

Akibatnya, banyak negara-negara ekonomi menengah ke bawah mengalami kesulitan terhadap kapasitas maupun pendanaan untuk mengatasi tuberkulosis.

Hal itu disampaikan Wakil Direktur Eksekutif Stop TB Partnership, Suvanand Sahu dalam Health Working Group (HWG) pada Side Event Tuberkulosis di pertemuan G20 yang digelar di Daerah Istimewa Yogyakarta.

"TBC perlu terintegrasi dalam satu strategi kesiapan dan respons pandemi. Hal ini disebabkan pandemi berikutnya sangat dimungkinkan untuk memiliki pola penularan melalui udara," papar Sahu, Rabu (30/3/2022).

Baca juga: WHO Minta Negara G20 Berinvestasi dalam Penanganan Tuberkulosis Global

"Investasi terhadap penanggulangan tuberkulosis yang merupakan penyakit menular melalui udara, akan membangun ketahanan sistem kesehatan terhadap pandemi di kemudian hari," lanjutnya.

Sahu merekomendasikan dua langkah yang dapat digunakan bagi negara-negara G20, untuk mengeliminasi wabah tuberkulosis di tahun 2030, sebagaimana yang telah disepakati dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Langkah tersebut di antaranya:

Pertama, negara G20 harus mengakui bahwa tuberkulosis sebagai ancaman kesehatan global.

Dengan demikian berbagai negara dapat mengintegrasikan eliminasi tuberkulosis ke dalam strategi pandemic preparedness and response (PPR) atau kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi.

Kedua, negara G20 harus menciptakan peluang untuk mendiskusikan lebih lanjut aspek-aspek teknis terkait pendekatan airborne infection defense approach. Langkah ini dilakukan untuk dapat meminimalkan transmisi dari penyakit tersebut.

Di kesempatan yang sama, Direktur Hubungan Internasional Kementerian Kesehatan Italia, Sergio Iavicoli memprediksi akan terjadinya peningkatan angka kematian dan angka kejadian akibat tuberkulosis di tahun 2022.

Oleh sebab itu, dia meminta agar perwakilan dari negara G20 dapat secara aktif mengentaskan wabah TB.

"Langkah cepat dalam memulihkan akses layanan dan penyediaan suplai dari pengobatan TB dibutuhkan untuk mitigasi selama Covid-19. Sehingga upaya penanggulangan TB dapat dilakukan kembali sama seperti tahun 2019," ujar Iavicoli.

Menambahkan pernyataan Sahu terkait upaya negara G20 dalam mengakhiri penularan tuberkulosis, Iavicoli menyebut pendanaan yang efisien serta berkelanjutan akan sangat membantu guna mencapai tujuan tersebut.

"Adalah sebuah prioritas untuk melakukan penanggulangan tuberkulosis, termasuk melakukan penemuan kasus dan pemberian pengobatan (pada pasien TB) hingga tuntas," jelasnya.

Baca juga: Menkes Budi Jabarkan 3 Upaya Akhiri Tuberkulosis di Tahun 2030 dalam Presidensi G20

 

Investasi penanganan tuberkulosis global

Dipaparkan Assistant Administrator for Global Health di USAID, Atul Gawande, investasi adalah salah satu cara untuk membantu berbagai negara mengakhiri tuberkulosis di tahun 2030 mendatang.

Investasi terhadap TB, kata dia, berhubungan dengan penanganan Covid-19 di mana kemampuan tracing, testing, treatment dapat pula diterapkan dalam mengatasi penyakit tersebut.

"Dalam investasinya USAID membangun sistem pelayanan kesehatan, terkhusus pada pencegahan, diagnosis, kontrol penularan penyakit infeksi melalui pembangunan laboratorium, alat diagnostik pada level layanan primer, sekunder, hingga tersier," ucap Gawande dalam pertemuan G20.

Baca juga: Kemenkes Sebut Tuberkulosis di Indonesia Masuk 3 Besar Kasus Terbanyak di Dunia

Dia menilai, upaya investasi besar terbukti memberikan dampak yang signifikan pada penurunan angka kematian akibat TB hingga 40 persen, serta menyelamatkan lebih dari 66 juta orang di dunia sejak tahun 2000 yang lalu.

"Penanggulangan TB dapat berkembang dengan pembangunan sistem layanan dan juga pengembangan platform untuk deteksi, pengobatan dan pencegahan," terang Gawande.

Lebih lanjut, dia berkata bahwa investasi untuk tuberkulosis dapat dilakukan dengan penyediaan diagnosis yang optimal menggunakan alat berbasis bukti.

Sebab, dua pertiga dari populasi dunia masih belum mendapatkan akses diagnosis yang akurat. Sehingga, banyak kasus tuberkulosis yang tidak terdeteksi.

Gawande turut menyoroti pembiayaan pengobatan tuberkulosis yang 30 persen di antaranya berasal dari biaya pribadi. Sehingga, banyak pasien yang kehilangan setidaknya 50 persen dari penghasilan keseluruhannya, meski pengobatan TB telah digratiskan.

"Hal ini berkaitan dengan biaya diagnosis yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, reinvestasi pada infrastruktur TB dapat mengatasi kebutuhan dari penanggulangannya dan juga menjadi bagian dari persiapan pandemi di masa yang akan datang," jelasnya.

Di samping itu, dibutuhkan pula investasi yang masif terutama pada penelitian dan pengembangan untuk menciptakan layanan kesehatan yang optimal.

Baca juga: WHO: Pandemi Bikin Kematian akibat Tuberkulosis Meningkat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com