Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respon Tuberkulosis di Indonesia Lebih Buruk Selama Pandemi Covid-19

Kompas.com - 03/10/2021, 13:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Indonesia adalah salah satu negara di mana respons TB atau penyakit tuberkulosis sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19, bahkan lebih buruk daripada tahun sebelumnya.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Direktur Eksekutif di Stop TB Partnership, Sahu Suvanand dalam konferensi pers virtual Stop TB Partnership, Rabu (28/9/2021).

Sahu mengatakan, Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara di mana jumlah diagnosis dan pengobatan tuberkulosis lebih buruk pada tahun 2021 dibandingkan pada tahun 2020.

Pada tahun 2020 diagnosis dan pemberitahuan TB paru di Indonesia menurun sebesar 41 persen dibandingkan tahun 2019. 

"Dari data parsial tahun 2021, kami melihat penurunan tersebut semakin meningkat hingga lebih dari 50 persen dibandingkan tahun 2019," kata Sahu.

Baca juga: 12 Bulan Pandemi Covid-19 Hilangkan 12 Tahun Upaya Perlawanan Tuberkulosis

 

Hal ini penting dalam konteks global karena Indonesia adalah negara dengan beban penyakit tuberkulosis (TB) tertinggi kedua di dunia.

"Namun, kami didorong oleh Keputusan Presiden tentang TB baru-baru ini, yang tampaknya menjadi awal pemulihan respons TB di negara ini," ujarnya.

Menurut Sahu, komitmen politik dari tingkat tertinggi di negara ini memang sangat diperlukan untuk menginspirasi provinsi dan kabupaten untuk berinovasi.

Baik itu dalam upaya meningkatkan skrining dan pengujian tuberkulosis, melibatkan masyarakat dan menyediakan sumber daya keuangan dan manusia yang dibutuhkan untuk pemulihan cepat dan pemulihan respons TB di Indonesia.

Baca juga: Tuberkulosis Tulang, Gejala, dan Perawatannya

 

Direktur Eksekutif Aliansi Global Afro dan Wakil Ketua Dewan Kemitraan Stob TB, Austin Obiefuna mengatakan, setiap negara terutama yang memiliki prevalensi tuberkulosis cukup tinggi haruslah berupaya memprioritaskan penyakit TB ini meskipun masih dalam masa pandemi Covid-19.

"Jika kita ingin mengakhiri epidemi TB, orang yang terkena TB harus menjadi pusat tanggapan," kata Austin.

Menurut Austin, negara harus meningkatkan upaya mereka untuk melakukan penilaian dan mengembangkan rencana aksi untuk mengubah respons TB di Indonesia menjadi respons yang adil, berbasis hak, transformatif gender dan berpusat pada masyarakat.

"Meskipun menjadi salah satu pembunuh penyakit menular terkemuka di dunia, TB tetap menjadi penyakit yatim piatu (tak dianggap/terabaikan), tidak pernah menjadi prioritas politik dan tidak pernah menjadi prioritas utama dalam agenda pendanaan," tuturnya.

Baca juga: Rumah Tak Layak Huni Jadi Faktor Risiko Utama Tuberkulosis di Garut

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com