KOMPAS.com - Pandemi virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19 telah mengacaukan sektor kesehatan, ekonomi, sosial, dan lainnya di seluruh negara di dunia.
Setelah berperang selama dua tahun lebih, sejumlah negara tengah bersiap menuju masa transisi dari pandemi ke endemi Covid-19, termasuk Indonesia. Meskipun memasuki kondisi endemi, tidak lantas membuat masyarakat dapat mengabaikan keberadaan virus ini.
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menegaskan, masyarakat tak boleh terjebak dengan menganggap endemi sebagai kondisi yang baik.
“Sekali lagi saya ingatkan bahwa kita jangan terjebak menganggap endemi itu baik, endemi itu tidak berbahaya, menganggap bahwa endemi itu satu keberhasilan,” kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/3/2022).
Baca juga: Kapan Endemi Covid-19 di Indonesia? Ini Penjelasan IDI
Dicky menambahkan, tujuan yang sebenarnya dicapai yakni kondisi yang terkendali atau setidaknya sporagis.
“Kasusnya itu enggak ada berbulan-bulan, ya mungkin 3-4 bulan. Ada (kasus) tapi kecil, sedikit sekali dan tanpa kematian, tanpa orang harus ke ICU, itu yang harus kita kejar,” tuturnya.
Sehingga, setiap penyakit menular seharusnya berprogram pada pengendalian penyakit menular.
Faktanya sejak awal pandemi, jelas dia, pandemi berpotensi menjadi endemi tapi bukan berarti membiarkannya terjadi.
“Endemi artinya kita tidak bisa mengendalikannya. Meskipun karakter atau penyakit menjadi endemi itu tidak mesti semua negara harus endemi, akan ada negara yang bisa mengendalikan dan itu yang harus kita tuju,” jelas Dicky.
Ia menambahkan, saat status pandemi dicabut dan berganti endemi, ini dapat berubah menjadi epidemi saat kondisinya memburuk.
Menurutnya, setiap wilayah di dunia selalu terbagi menjadi tiga level, yaitu negara yang terkendali, endemi dengan kasus stabil, dan epidemi apabila terjadi lonjakan kasus.
Baca juga: Apa Saja Indikator Pandemi Covid-19 Menjadi Endemi? Ini Kata IDI
Dicky mengungkapkan, masih perlu waktu untuk bertransisi dari pandemi ke endemi.
“Ketika epidemi sudah tidak mayoritas lagi, katakanlah terjadi di sepertiga negara di dunia atau bahkan mungkin setengah, sebetulnya status pandemi bisa dipertimbangkan untuk dicabut,” paparnya.
Namun, harus dipastikan adanya perubahan, perbaikan, dan kasus yang menetap setidaknya selama dua sampai tiga bulan.
Dicky menjabarkn, diperlukan banyak kombinasi untuk bertransisi dari pandemi ke epidemi, seperti perilaku 5M (protokol kesehatan), testing, tracing, dan treatment.
“Kalau bicara waktu (transisi endemi) sebetulnya sulit untuk ditargetkan (secara pasti). Bicara pandemi ini lebih banyak ditentukan oleh bagaimana karakter virus dan dunia meresponsnya,” jelas dia.
“Kita tidak bisa memisahkan diri, ini merupakan respons bersama. Adapun yang bisa kita rujuk target global. Dunia keluar dari fase akut emergency dari Covid-19 ketika setidaknya 70 persen dari populasi dunia mendapatkan dua dosis (vaksin). Ditargetkan waktunya Oktober tahun ini,” pungkas Dicky.
Baca juga: Apa Perbedaan Pandemi, Endemi dan Epidemi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.