Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Krisis Pemakaian Air, Kementerian PUPR: Dibutuhkan Dukungan Banyak Pihak untuk Mengatasinya

Kompas.com - 22/03/2022, 18:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia masih memiliki masalah terkait penyebaran ketersediaan air yang tidak merata, bahkan indeks pemakaian air juga cukup beragam di berbagai tempat.

Beberapa wilayah seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara tercatat memiliki indeks air berstatus kritis, hingga pemakaiannya yang mencapai 50 sampai 100 persen untuk beberapa kebutuhan.

Hal itu disampaikan Direktur Bina Teknik Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dr Ir Muhammad Rizal, M.Sc, dalam webinar Melestarikan Ketersediaan Air dalam Menghadapi Perubahan Iklim.

Baca juga: Kampanye UNICEF #DihantuiTai, 70 Persen Sumber Air Minum di Indonesia Tercemar Limbah Tinja

Berkaitan dengan hal ini, menurutnya, Indonesia juga masih membutuhkan cadangan air untuk tetap memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Kita perlu cadangan (air), jadi tidak semua dipakai ketersediaan airnya. Kalau indeksnya sudah mencapai 100 persen, kalau ada tambahan kebutuhan (masyarakat) kita sudah kelabakan untuk menyediakan (air)," ujar Rizal, Selasa (22/3/2022).

Dia menambahkan bahwa Indonesia harus mewujudkan SDG ke-6 (Sustainable Development Goals), yaitu air bersih dan sanitasi yang layak di mana saat ini terjadi perubahan iklim cukup ekstrem. Selain itu, SDG ke-13 tentang penanganan perubahan iklim juga harus terpenuhi.

"Semua itu merupakan tantangan yang dihadapi Indonesia, sehingga Kementerian PUPR harus memulai dengan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya air," terang Rizal.

Mengacu pada UU No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, disebutkan bahwa sumber daya air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha.

Akan tetapi, aturan tersebut tidak membatasi keterlibatan semua pihak dalam mengupayakan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan. Artinya, seluruh lapisan masyarakat didorong untuk membantu pemerintah dalam mengelola sumber daya air, maupun krisis pemakaian air yang tengah dihadapi.

Pada kesempatan tersebut, ia mengungkapkan mengenai daya rusak air yang terjadi karena menurunnya kualitas lingkungan, dan imbasnya akan memperparah kerusakan yang telah terjadi.

"Perubahan pola curah hujan yang diindikasikan dengan durasi hujan lebih pendek, tapi intensitas lebih tinggi menyebabkan kerentanan terhadap berbagai bahaya," ucap Rizal

"Pada saat hujan kemungkinan banjir akan meningkat karena ketahanan permukaan tanah terhadap air tidak mampu menahan lintasan. Jadi, hujan cukup pendek mengakibatkan kemarau akan lebih panjang," sambungnya.

Sehingga, ketersediaan air yang tidak memadai akan menyebabkan kekeringan, dan menjadikan daerah tertentu berisiko akan mengalami kebakaran hutan dan lahan.

Oleh karena itu, Rizal memaparkan tiga pilar pengelolaan sumber daya air yang dapat dilakukan, antara lain:

  • Konservasi sumber daya air dalam rangka menjamin keberadaan dan keberlanjutan ketersediaan air
  • Pendayagunaan sumber daya air sebagai upaya penyediaan air secara optimal
  • Pengendalian daya rusak air dalam rangka mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan pada kualitas air

Baca juga: Perubahan Iklim Bisa Sebabkan Krisis Air Bersih di Indonesia, Ini Penjelasan BMKG

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com