Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Indonesia Krisis Pemakaian Air, Kementerian PUPR: Dibutuhkan Dukungan Banyak Pihak untuk Mengatasinya

KOMPAS.com - Indonesia masih memiliki masalah terkait penyebaran ketersediaan air yang tidak merata, bahkan indeks pemakaian air juga cukup beragam di berbagai tempat.

Beberapa wilayah seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara tercatat memiliki indeks air berstatus kritis, hingga pemakaiannya yang mencapai 50 sampai 100 persen untuk beberapa kebutuhan.

Hal itu disampaikan Direktur Bina Teknik Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dr Ir Muhammad Rizal, M.Sc, dalam webinar Melestarikan Ketersediaan Air dalam Menghadapi Perubahan Iklim.

Berkaitan dengan hal ini, menurutnya, Indonesia juga masih membutuhkan cadangan air untuk tetap memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Kita perlu cadangan (air), jadi tidak semua dipakai ketersediaan airnya. Kalau indeksnya sudah mencapai 100 persen, kalau ada tambahan kebutuhan (masyarakat) kita sudah kelabakan untuk menyediakan (air)," ujar Rizal, Selasa (22/3/2022).

Dia menambahkan bahwa Indonesia harus mewujudkan SDG ke-6 (Sustainable Development Goals), yaitu air bersih dan sanitasi yang layak di mana saat ini terjadi perubahan iklim cukup ekstrem. Selain itu, SDG ke-13 tentang penanganan perubahan iklim juga harus terpenuhi.

"Semua itu merupakan tantangan yang dihadapi Indonesia, sehingga Kementerian PUPR harus memulai dengan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya air," terang Rizal.

Mengacu pada UU No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, disebutkan bahwa sumber daya air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha.

Akan tetapi, aturan tersebut tidak membatasi keterlibatan semua pihak dalam mengupayakan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan. Artinya, seluruh lapisan masyarakat didorong untuk membantu pemerintah dalam mengelola sumber daya air, maupun krisis pemakaian air yang tengah dihadapi.

Pada kesempatan tersebut, ia mengungkapkan mengenai daya rusak air yang terjadi karena menurunnya kualitas lingkungan, dan imbasnya akan memperparah kerusakan yang telah terjadi.

"Perubahan pola curah hujan yang diindikasikan dengan durasi hujan lebih pendek, tapi intensitas lebih tinggi menyebabkan kerentanan terhadap berbagai bahaya," ucap Rizal

"Pada saat hujan kemungkinan banjir akan meningkat karena ketahanan permukaan tanah terhadap air tidak mampu menahan lintasan. Jadi, hujan cukup pendek mengakibatkan kemarau akan lebih panjang," sambungnya.

Sehingga, ketersediaan air yang tidak memadai akan menyebabkan kekeringan, dan menjadikan daerah tertentu berisiko akan mengalami kebakaran hutan dan lahan.

Oleh karena itu, Rizal memaparkan tiga pilar pengelolaan sumber daya air yang dapat dilakukan, antara lain:


Upaya pengelolaan sumber daya air di Indonesia

Pengelolaan maupun pengendalian permasalahan sungai bukan hanya membutuhkan upaya dari pemerintah, namun berbagai pihak perlu untuk hadir mewujudkannya. Salah satu upayanya adalah melalui pengendalian permasalahan sungai, yang ada di Indonesia.

Dijelaskannya, ketika hujan turun akan mengalirkan air dari hulu sampai ke hilir, maka untuk mencegah dampak bencana dari aliran tersebut diperlukan langkah konkret terhadap permasalahannya.

"Sungai harus dianggap sebagai satu ekosistem yang dikelola melalui suatu kegiatan, serta perencanaan yang diintegrasikan sebagai jenis pengelolaan dan manajemen," imbuhnya.

Sementara, untuk memperbaiki pengelolaan sungai dapat menggunakan pembangunan infrastruktur, seperti:

Kementerian PUPR, melalui visium 2030 telah menargetkan ketersediaan air di tampungan mencapai 120 meter kubik per kapita di tahun 2030 mendatang.

Pihaknya mematok peningkatan per tahun mengenai ketersediaan air di Indonesia sebesar 70 meter kubik per kapita.

"Dengan proyeksi penduduk mencapai 300 juta jiwa pada tahun 2030, berarti masih dibutuhkan tidak kurang dari 36 miliar meter kubik tampungan air. Ini jumlah yang sangat besar, jadi kita bisa membangun 36 bendungan atau situ yang kecil," ungkap Rizal.

Pemerintah melalui Kementrian PUPR pun memiliki program untuk membangun setidaknya 61 bendungan, selama periode 2015 hingga 2025.

Di tahun 2022, pihaknya menargetkan untuk menyelesaikan sebanyak 9 bendungan di sejumlah wilayah termasuk Jawa Barat, Lampung, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/03/22/180300123/indonesia-krisis-pemakaian-air-kementerian-pupr--dibutuhkan-dukungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke