Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabar Baik, Studi CDC Ungkap Vaksin Covid-19 Ampuh Cegah Rawat Inap akibat Omicron

Kompas.com - 26/01/2022, 13:30 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi terbaru yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menunjukkan, bahwa selama gelombang infeksi Omicron, pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit lebih sedikit dibandingkan saat varian Delta mendominasi.

Riset yang dipublikasikan pada Selasa (25/1/2022) ini juga menemukan, penggunaan ventilator untuk pasien yang terinfeksi Covid-19 hingga kasus kematian cenderung lebih rendah.

Rendahnya angka rawat inap akibat Omicron ini, dikatakan pejabat CDC dikarenakan beberapa faktor termasuk cakupan vaksinasi yang lebih tinggi, pemberian vaksin booster, imunitas dari infeksi sebelumnya serta potensi virulensi atau kemampuan varian Omicron untuk menyebabkan keparahan penyakit yang lebih rendah.

"Ini juga memperkuat nilai vaksinasi untuk mencegah penyakit parah dan kematian," ujar peneliti seperti dilansir dari CNN, Selasa (25/1/2022).

Baca juga: Studi CDC Ungkap Vaksin Booster Dibutuhkan untuk Melawan Omicron

Sebelumnya, tim peneliti menganalisis tren kasus positif dan kasus kematian Covid-19 yang dilaporkan ke CDC oleh departemen kesehatan negara bagian dan teritorial di Amerika Serikat, mereka mengamati data yang mencakup lebih dari 300.000 pasien Covid-19 di 199 rumah sakit.

Meskipun rata-rata kasus harian baru dan penerimaan pasien di rumah sakit mencapai rekor tertinggi selama periode Omicron, rawat inap dan kematian untuk setiap 1.000 kasus lebih sedikit jika dibandingkan dengan gelombang infeksi sebelumnya.

Selama varian Omicron mendominasi di wilayah tersebut, tercatat sekitar 7 persen pasien meninggal di rumah sakit setelah terinfeksi varian ini. Sedangkan, kasus kematian dilaporkan lebih dari 12 persen saat gelombang infeksi Delta.

Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa pasien Omicron yang dirawat di rumah sakit memiliki rata-rata lama rawat yang lebih singkat dibandingkan ketika varian virus lainnya mendominasi.

Terkait dengan penelitian ini, tim menganalisis indikator Covid-19 dalam tiga periode saat penularan virus sangat tinggi, di antaranya mulai dari Desember 2020 hingga Februari 2021, lalu pada periode ketika varian Delta mendominasi yaitu sejak pertengahan Juli hingga Oktober 2021, serta periode awal Omicron mulai pertengahan Desember 2021 sampai pertengahan Januari 2022.

Kendati demikian, para peneliti mengingatkan bahwa tingginya angka rawat inap dapat membebani sistem perawatan kesehatan dan bukan tidak mungkin kasus kematian pun akan meningkat walau tingkat keparahan penyakit akibat Omicron tampak lebih ringan.

Mereka menambahkan temuan ini mencerminkan tren kasus secara umum, bukan faktor individual saja. Di samping itu, varian Delta juga masih menjadi strain yang dominan selama Omicron mulai menyebar, sehingga dapat memengaruhi indikator keparahan penyakit itu sendiri.

"Ini menggarisbawahi pentingnya kesiapsiagaan darurat nasional, khususnya, kapasitas lonjakan (kasus) di rumah sakit dan kemampuan untuk mengatur sistem perawatan kesehatan lokal secara memadai," papar peneliti.

Baca juga: Kapan Pasien Positif Omicron Harus ke Rumah Sakit?

Kemunculan varian Omicron mendorong sejumlah negara menutup perjalanan dari dan ke kawasan Afrika bagian selatan.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Kemunculan varian Omicron mendorong sejumlah negara menutup perjalanan dari dan ke kawasan Afrika bagian selatan.

Varian Omicron sudah terdeteksi di 171 negara

Melansir Times of India, Minggu (23/1/2022) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan saat ini varian Omicron telah menyebar di 171 negara di seluruh dunia.

“Pada 20 Januari, varian Omicron telah diidentifikasi di 171 negara. Varian ini dengan cepat melampaui Delta di sebagian besar negara, mendorong peningkatan kasus di semua wilayah," tulis WHO.

Dalam laporan teknis (technical brief) terbaru WHO, disebutkan juga bahwa varian Omicron akan segera menggantikan Delta secara global karena penyebarannya yang cepat.

Oleh karena itu, pejabat WHO pun mengungkapkan hal yang sama dengan CDC yakni meskipun tidak menyebabkan penyakit yang parah, penularan virus yang tinggi tetap bisa menyebabkan kesulitan pada sistem perawatan kesehatan di sebagian besar negara di dunia.

Baca juga: Prediksi Ahli soal Covid-19 di Tahun 2022 Setelah Gelombang Infeksi Omicron

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com