Jika membicarakan potensi, tentu banyak nahdiyyin yang menjadi ilmuwan. Ada yang ahli fisika, kimia, matematika, robotik, biologi, dan lain sebagainya.
Potensi-potensi tersebut perlu disinergikan, sehingga akan tercipta alat-alat produksi yang digunakan untuk membantu tidak hanya warna NU melainkan juga bangsa Indonesia.
Kurangnya nalar sains pada NU berangkat dari kurangnya diskusi mengenai kitab-kitab sains.
Baca juga: 7 Cara Menurunkan Berat Badan Secara Alami Menurut Sains
Padahal, jika membicarakan pendulum sains, sebelum “roh” sains ada di Barat, terlebih dahulu ada di dunia Islam.
Proyek terjemahan besar-besaran kitab berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab pada masa Al-Ma’mun dan dilanjutkan oleh Harus Ar-Rosyid dari dinasti Abbasiyah menjadi titik balik majunya dan berkembangnya sains di dunia Islam.
Saat itu, kehidupan sosial muslim sangat rasional, sedangkan masyarakat Barat masih diliputi beragam takhayul.
Berbagai temuan sains seolah berlomba bermunculan, dari rumus matematika, astronomi, geografi, kimia, fisika, biologi, dan lain sebagainya.
Hampir semua disiplin ilmu yang dikenal sekarang ini memiliki akar pada ilmuwan-ilmuwan muslim.
Kitab-kitab ilmu pengetahuan yang dikarang oleh ilmuwan muslim diterjemahkan dan menjadi pondasi sains di barat.
Pada saat yang bersamaan, umat islam lebih senang berdebat masalah doktrinal.
Baca juga: 6 Tanaman Herbal Paling Ampuh Menurut Sains
Di usia satu abad ini, alangkah baiknya jika NU kembali membuka kitab-kitab lama yang terkait sains dan masih berbahasa Arab.
Walaupun umumnya kitab-kitab sains tersebut sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris atau Perancis, perlu juga untuk menemukan kontekstualitasnya bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Melalui pembacaan ulang karya-karya ilmuwan muslim mengenai sains dan dipadukan dengan perkembangan saat ini, dapat diprediksi bahwa nalar sains akan makin berkembang di masyarakat dan berbagai temuan sains baru akan muncul dari Indonesia.
Untuk mendukung ambisi tersebut, maka program-program pengembangan sains perlu masuk dalam agenda dan program ketua NU ke depan.
Mohammad Fathi Royyani
Peneliti di Pusat Riset Biologi- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)