Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Faktor Risiko yang Dapat Menyebabkan Jakarta Tenggelam

Kompas.com - 06/10/2021, 20:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jakarta dikabarkan akan tenggelam 10 tahun ke depan. Meski, sejumlah ahli tidak begitu sependapat akan hal ini, ada banyak faktor yang memang bisa menyebabkan sebagian wilayah Jakarta tenggelam suatu saat nanti.

Profesor Riset bidang Geoteknologi-Hidrogeologi, Prof Dr Robert Delinom mengatakan, dalam waktu relatif dekat jika tidak segera dilakukan mitigasi, maka beberapa wilayah di Jakarta benar-benar akan tenggelam.

Meski demikian, bukan berarti seluruh wilayah DKI Jakarta akan tenggelam seperti Atlantis.

Baca juga: Benarkah Jakarta Akan Tenggelam dalam 10 Tahun? Ini Wilayah yang Berisiko

"Jakarta dan Pantura bisa jadi tenggelam, tapi tidak pada kurun waktu yang segera," kata Robert dalam webinar Lecture Series Majelis Profesor Riset (MPR) Badan Riset dan Indovasi Nasional (BRIN), Rabu (6/10/2021).

"Tenggelam, bayangan kita seperti Atlantis itu tidak. Tapi Jakarta terendam iya," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Profesor Riset bidang Meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Prof Dr Eddy Hermawan ikut menjelaskan, tenggelamnya beberapa wilayah Jakarta bisa disebabkan oleh banyak faktor.

Dipaparkan Eddy, ada tiga faktor utama yang bisa menyebabkan tenggelamnya Jakarta.

1. Tinggi muka laut

Faktor penyebab tenggelamnya Jakarta yang pertama adalah tinggi permukaan laut atau sea level rise (SLR). 

Tinggi muka laut ini seringkali terjadi atau identik kejadiannya dengan Rob - peristiwa banjir di tepi pantai akibat pasang surut air laut, di mana kondisi ini akan membuat permukaan laut atau air laut akan naik ke daratan, dan menggenang di sejumlah wilayah pesisir pantai.

Banjir Rob juga kerap membuat tenggelam sejumlah wilayah pesisir pantai. Rob di Jakarta juga diindikasikan meningkat sejak tahun 2000. Hal ini juga terdampak secara global, bukan peristiwa lokal setempat saja.

Maksudnya, perubahan iklim, pemanasan global, mencairnya es di kutub, hingga pengaruh dari emisi karbon dioksida secara tidak langsung juga menjadi bagian menyebabkan peningkatan ketinggian dan kejadian Rob.

"Karena ini sifatnya global impacts (dampak global), jadi agak susah untuk dikurangi (secara lokal Jakarta saja)," kata dia.

Kendati demikian, sejauh ini Rob tidak selalu menyebabkan banjir bandang, tetapi membuat tergenang atau terendamnya sejumlah wilayah pesisir Jakarta saja.

Akan tetapi, Eddy menegaskan, jika basis analisis utama yang dipakai hanya menggunakan parameter naiknya laju permukaan air laut (Sea Level Rise/SLR) atau laju kenaikan Rob semata yang memang relatif kecil setiap tahun (~3mm/tahun, global), maka peluang atau terjadinya Jakarta terancam tenggelam relatif kecil.

2. Penurunan muka tanah (ambles tanah)

Penurunan muka tanah atau ambles tanah (Landsubsidence) menjadi faktor pemicu kedua yang dapat meningkatkan risiko tenggelamnya suatu wilayah, termasuk Jakarta dan sekitar Pantura.

"Jadi ini (penurunan muka tanah) indikasi sea level rise (kenaikan permukaan laut), air laut naik sementara landsubsidence (permukaan tanah) menurun)," kata dia.

Penurunan muka tanah sering terjadi pada permukaan tanah yang lunak, terutama untuk wilayah di sepanjang utara Pulau Jawa (Pantura). 

Faktor risiko penurunan muka tanah ini tidak bersifat global, alias tidak ada kaitannya dengan mencairnya es di kutub dan tidak tergantung kepada berapa besar sumbangsih emisi karbon dioksida (CO2).

Sehingga, ini menjadi tanggung jawab bersama, bagaimana faktor risiko yang satu ini bisa dihentikan atau minimal dikurangi.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Pulau Kecil di Indonesia Terancam Tenggelam

 

Ilustrasi banjir rendam permukiman pendudukIstimewa Ilustrasi banjir rendam permukiman penduduk
3. Faktor lokal

Faktor pemicu risiko Jakarta tenggelam yang selanjutnya adalah faktor lokal. 

Dijelaskan Eddy, Jakarta memang sejak dahulu merupakan kawasan yang terdiri dari rawa-rawa, baik itu rawa gambut, rawa bunga, dan lain sebagainya.

"Memang daerah-daerah tempat untuk menampung air sebenarnya," ujarnya.

Tanah gambut, pada dasarnya akan terpengaruh dalam persoalan ini karena penggunaan air yang berlebihan dari dalam tanah akan mempercepat permukaan tanah mengalami penurunan.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Robert di Semarang dan Jakarta, kawasan yang memiliki batuan lempung di dasar tanahnya memang cenderung lebih mudah mengalami penurunan.

Dari topografinya, kawasan Jakarta pesisir sekitar jalur Pantura memang memiliki batuan lempung ini, sehingga amblesan atau penurunan permukaan tanahnya lebih cepat terjadi dibandingkan wilayah lain di ibukota.

Baca juga: Keranjang Berusia 2.400 Tahun Berisi Buah Ditemukan di Kota Mesir Kuno yang Tenggelam

Kondisi mengancam Jakarta

Eddy menegaskan, untuk memprediksikan apa yang akan terjadi di tahun 2050 mendatang, maka kita harus fokus dengan apa yang terjadi saat ini.

Tingginya permukaan laut kerap disebut sebagai risiko utama, tinggi muka laut juga sangat diyakini menjadi salah satu faktor yang mengancam tenggelamnya Jakarta dan Pantura.

Tetapi, naiknya air laut per tahun memang memberikan dampak terhadap masuknya air laut ke daratan.

Namun, hal ini tidak akan lebih parah bilamana penurunan muka tanah di antara 6-10 mm/ tahun tidak menunjukkan terjadinya suatu perubahan tinggi muka laut.

Bahaya utama yang terjadi di kawasan Pantura, khususnya Jakarta dan kawasan sekitarnya adalah penurunan muka tanah (Lansubsidence/LS).

"Sayangnya, kita belum mampu memprediksi, membuat skenario, membuat proyeksi laju penurunan subsidence hingga tahun 2050," 

Padahal informasi ini amat sangat dibutuhkan untuk melihat secara spasial (ruang) kawasan mana saja di sepanjang Pantura yang memiliki potensi kerusakan lingkungan yang sangat serius.

Peran daya satelit resolusi tinggi seperti Mozaik Bebas Awan (MBA) mutal dilakukan untuk monitoring.

Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan, selain masalah SLR (Rob) dan LS, Jakarta juga kawasan "empuk" serangan fajar yang dilakukan massa uap air dari Benua Asia yang dipadukan dengan massa uap air dari Lautan Hindia.

Massa uap air serangan fajar inilah yang umumnya menghantam Pantura, khususnya Jakarta terutama selama periode Musim Hujan (Desember-Februari), dan kerap berakhir dengan banjir bandang atau besar hampir setiap tahunnya.

Memang diakui Eddy, peningkatan muka laut(Rob) sepertinya sulit dibendung, sementara penurunan muka tanah bisa di rem. 

Oleh karena itu, hanya satu cara menyelamatkan Jakarta dan Pantura yakni dengan menekan semaksimal mungkin, seoptimal mungkin agar tidak terjadi kerusakan lingkungan di sepanjang pesisir Pantura.

"Bilamana kedua fenomena ini bergabung menjadi satu (terjadi secara simultan, bersamaan), maka akan memberikan dampak yang serius. Kepada siapa? Tentu saja kepada kawasan kota (Jakarta) yang letaknya di kawasan pesisir, tepi pantai," tegas Eddy.

Baca juga: Memahami Fenomena Alam, Mencegah Banjir Bandang Berulang

Wilayah Jakarta yang berisiko tenggelam

Dalam pemaparannya Robert menjelaskan, jika pun dibuat skenario Jakarta tenggelam, maka kawasan yang paling berisiko adalah Pondok Indah Kapuk, Marunda, Sunda Kelapa, dan sekitar wilayah ini.

"Ada potensi tenggelam, tapi hanya beberapa bagian saja, tidak seluruh Jakarta," jelas dia.

Ia menambahkan, penurunan permukaan tanah atau amblesan tanah yang terjadi itu pun tidak akan terus-menerus terjadi sampai ratusan atau ribuan tahun nanti.

Jika amblesan terjadi hanya karena batuan lempung, maka penurunan permukaan tanah akan berhenti pada masanya sendiri. Kecuali, jika penurunan permukaan tanah itu terjadi akibat faktor-faktor lainnya.

"Jadi sebenarnya kita tidak mengabaikan, tetapi yang paling penting dari tenggelamnya Jakarta itu adalah amblesan tanah (landsubsidence/penurunan tanah)," kata dia.

"Jakarta yang berbahaya adalah daerah zona merah yang laju penurunannya tanahnya cukup tinggi," imbuhnya.

Baca juga: 10 Langkah Penyelamatan Diri dari Bencana Banjir

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com