Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moratorium Kelapa Sawit Belum Diputuskan, WALHI: UU Cipta Kerja Sebuah Ancaman

Kompas.com - 25/09/2021, 16:31 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Ada berbagai alasan yang membuat moratorium sawit ini terhalang UU Cipta Kerja (Omnibus law).

Wahyu menegaskan, hal ini bisa terjadi karena regulasi-regulasi yang menjadi acuan dalam aturan moratorium yang lama itu sudah dirubah semua dengan Omnibuslaw ini.

"Dalam konteks ini sebenarnya kami melihatnya begini, tidak diselesaikannya keputusan (pemerintah terkait) moratorium itu menunjukkan bahwa omnibuslaw jadi satu ancaman sendiri," kata dia.

1. Penghapusan dan perubahan konteks 

Berdasarkan hasil audit, pada 23 Agustus 20219, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui laporan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas perizinan, sertifikasi dan implementasi pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan serta kesesuaian kebijakan dan ketentuan internasional, memperlihatkan kebun-kebun sawit banyak bermasalah.

Berbagai masalah perkebunan kelapa sawit Indonesia temuan BPK tersebut di antaranya, perusahaan perkebunan sawit masih banyak belum memiliki hak guna usaha (HGU), banyak kebun plasma belum dibangun, tumpang tindih pertambangan, menggarap kawasan di luar izin yang sudah diberikan pemerintah.

Bahkan sekitar 2,7 juta hektare perkebunan kelapa sawit itu berada di kawasan hutan secara tidak sah.

Baca juga: Prabowo Janji Tambah Kebun Sawit Plasma, Bakal seperti Apa Nasib Indonesia?

 

Dengan hasil audit tersebut, perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melanggar penggarapan di luar izin akan ditindak lanjut dengan tegas baik secara perdata maupun pidana.

Akan tetapi, tindakan tersebut akan terhalang oleh UU Cipta kerja yang disahkan tahun lalu ini, karena memberikan waktu tiga tahun untuk menyelesaikan persoalan administrasinya, tetapi kewajiban pemulihan lingkungan tidak diatur.

"Kalimatnya omnibus law itu hanya konsesi yang berada di kawasan hutan, tapi paparan-paparan kementrian yang di awal Omnibus law keluar itu malah spesifik menyebut sawit," ujarnya.

Selain itu, tambah dia, ada beberapa pasal yang hanya dihapus satu kalimat di dalamnya. Salah satunya yang termuat dalam Pasal 88 tentang rumusan tanggung jawab mutlak (strict liability), dan kalimat yang dihapus adalah tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Apabila kalimat ini dihapus, maka menjadi perbuatan melawan hukum (PMH) biasa. 

"Nah, kalimat tanpa pembuktian unsur kesalahan itu yang dipotong, padahal dalam konteks penegakkan hukum khususnya ketika berhadapan korporasi itu yang membedakan dia (tindakan tersebut) dengan pidana biasa atau kejahatan korporasi dengan kejahatan biasa," jelasnya.

Baca juga: Petani Sawit Persoalkan Alokasi Dana BPDP Yang Tidak Adil

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com