Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Manfaat Memaafkan untuk Kesehatan Mental dan Fisik Menurut Sains

Kompas.com - 08/09/2021, 19:33 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

KOMPAS.com - Ketika Anda merasa sangat marah dengan seseorang, ada kalanya Anda juga sulit untuk memaafkan.

Namun, hal ini justru akan merugikan diri Anda sendiri, bahkan berdampak pada kesehatan.

Menurut Everett L. Worthington Jr., PhD, Profesor Emeritus di Virginia Commonwealth University, Richmond, yang melakukan penelitian psikologi berfokus pada memaafkan, cara orang mencapai keadaan memaafkan sejati berbeda-beda, tetapi biasanya terbagi dalam dua kategori: memutuskan memaafkan dan memaafkan emosional.

“Anda dapat mengalami perubahan dalam emosi Anda, dan kemudian memutuskan untuk memaafkan, atau Anda dapat memutuskan untuk memaafkan terlebih dahulu dan mengalami perubahan itu secara emosional di kemudian hari,” kata Dr. Worthington.

Baca juga: Menjaga Mental Tetap Sehat dengan Memaafkan

Karena hubungan kita dengan orang lain sangat penting untuk kesehatan, maka mampu memaafkan, dan berkomunikasi dengan orang lain bahwa Anda telah memaafkan mereka, akan bermanfaat bagi kesehatan Anda dan mereka.

”Jangan lupa, kesehatan mental berhubungan langsung dengan kesehatan fisik,” ujar Dr. Worthington.

Lebih lanjut, Dr. Worthingtong menyebutkan tiga bukti bahwa memaafkan memengaruhi kesehatan mental dan fisik. Berikut penjelasannya.

1. Memaafkan Membantu Anda Mengelola Stres

Sebuah penelitian menunjukkan, tidak bisa memaafkan akan terus menumbuhkan perasaan marah, permusuhan, dan stres, yang didokumentasikan dengan baik untuk mempengaruhi kesehatan mental dan fisik.

Sebuah studi yang diterbitkan pada April 2016 dalam jurnal Annals of Behavioral Medicine melibatkan lebih dari 330 orang berusia 16 hingga 79 tahun.

Para peneliti menemukan bahwa tanpa memandang usia, orang yang mampu memaafkan mengalami penurunan persepsi mereka tentang stres mereka sendiri. Dan penurunan ini menyebabkan penurunan tekanan psikologis.

“Meskipun memaafkan bukan satu-satunya strategi yang tersedia untuk mengatasi kesulitan, menurut peneliti, itu adalah salah satu respons yang lebih efektif untuk mengurangi persepsi stres dan meningkatkan kesehatan,” catat para penulis penelitian.

Sebaliknya, stres - dan terutama hormon stres kortisol - memiliki beberapa efek negatif pada sistem di seluruh tubuh.

“Kortisol yang meningkat secara kronis, dapat mengecilkan ukuran bagian otak Anda termasuk hipokampus, yang bertanggung jawab untuk mengubah pengalaman menjadi kenangan,” kata Worthington.

“Karena hubungan stres-kortisol inilah, ketika seseorang tidak mampu memaafkan dan melepaskan stres tertentu akan berpotensi mempengaruhi memori,” tambahnya.

Worthington menambahkan, kortisol juga mendatangkan malapetaka di tempat lain di tubuh. Ini mempengaruhi sistem kekebalan pada tingkat sel, yang berarti dapat menyebabkan kerusakan luas pada semua bagian tubuh yang disentuh sistem kekebalan dengan cara yang tidak terduga.

"Ini dapat mengganggu segalanya mulai dari sistem seksual dan reproduksi, sistem pencernaan hingga kemampuan Anda untuk melawan penyakit dan kelelahan," kata Worthington.

Baca juga: Memahami Pentingnya Saling Memaafkan Saat Lebaran, Menurut Sains

 

2. Memaafkan Mengaktifkan Sistem Saraf Parasimpatik

Menurut Worthington, memaafkan juga mempengaruhi sistem saraf parasimpatis, yang memperlambat pernapasan dan detak jantung, serta meningkatkan pencernaan.

Ini juga dikenal sebagai respons "istirahat dan cerna" (mengendalikan fungsi tubuh biasa) - atau kebalikan dari respons melawan-atau-lari (yang mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik yang lebih berat).

Sistem saraf simpatik dan parasimpatis bekerja bersama, sehingga tubuh Anda dapat mengatur hal-hal seperti tekanan darah dan detak jantung, dan berfungsi sebagaimana mestinya, baik dalam situasi stres maupun saat-saat tanpa stres.

Tetapi, ketika seseorang berada di bawah tekanan kronis - yang dapat terjadi ketika seseorang menahan amarah - tubuh kemungkinan bertahan dalam respons melawan-atau-lari terlalu lama.

“Sistem saraf parasimpatis adalah bagian yang menenangkan dari sistem saraf, sehingga ini bisa mematikan rangsangan berlebihan pada area tertentu,” kata Worthington.

Baca juga: Alasan Kita Jadi Lebih Gampang Memaafkan Saat Idul Fitri

Apa pun yang dapat dilakukan seseorang untuk menenangkan diri ketika mengalami stress, akan mengaktifkan sistem saraf parasimpatis dengan cara ini, termasuk saat memaafkan.

Selain itu juga dapat membantu pikiran dan tubuh, karena membawa sistem saraf simpatik dan parasimpatis lebih seimbang.

Ada penelitian yang menunjukkan, bahwa efek memaafkan kemungkinan memang signifikan dalam hal mempengaruhi hasil kesehatan, seperti fungsi kardiovaskular.

Dalam meta-analisis yang diterbitkan dalam Journal of American College of Cardiology, para peneliti menemukan bahwa kemarahan dan permusuhan terkait dengan peningkatan risiko penyakit jantung, serta hasil yang lebih buruk bagi orang yang sudah memiliki penyakit tersebut.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Behavioral Medicine meneliti memaafkan sebagai prediktor kematian, dan menemukan hubungan yang signifikan secara statistik.

Dari catatan penulis penelitian, memaafkan orang lain dikaitkan dengan penurunan risiko semua penyebab kematian.

Baca juga: Begini Hubungan Obesitas dengan Kesehatan Mental

3. Memaafkan Membantu Menurunkan Risiko Gangguan Psikologis

Menurut Worthington, tindakan tidak memaafkan seseorang atau menolak memaafkan seseorang hampir selalu ditandai dengan merenungkan dan memikirkan masalah tersebut berulang kali.

“Kita semua akan memikirkan masalah, tetapi caranya berbeda pada setiap individu. Beberapa orang melakukannya dengan marah, beberapa orang memikirkannya dengan putus asa atau merasa tertekan. Yang lain melakukannya dengan cemas,” kata Worthington.

Dan jika kita terus memikirkannya, maka itu justru dapat menyebabkan gangguan psikologis.

Bergantung pada cara Anda memikirkannya, pikiran invasif dan berulang ini pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kemarahan, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), stres pasca-trauma (PTSD), kecemasan, depresi, atau gangguan psikosomatik, di mana stres dan kecemasan menyebabkan penyakit fisik seperti, sakit perut atau migrain.

“Ketika orang mampu memaafkan, mereka masih memikirkannya sampai tingkat tertentu, tetapi mereka mampu melepaskan banyak kepahitan dan kemarahan itu. Memaafkan tidak membuat kita berhenti memikirkannya, tetapi dapat mengurangi toksisitasnya,” kata Worthington.

Baca juga: Bikin Gampang Sakit, Begini 4 Cara Stres Melemahkan Sistem Kekebalan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com