Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Indonesia Gagal Turunkan Angka Kematian Ibu Melahirkan, Ini Alasannya

Kompas.com - 24/08/2021, 17:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Sofia Al Farizi

DALAM sepuluh tahun terakhir, pemerintah Indonesia berupaya lebih keras menurunkan angka kematian ibu melahirkan melalui program Jaminan Persalinan (2011-2014) yang meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil.

Program serupa berlanjut melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 2014. Namun, hambatan aksesibilitas pelayanan kesehatan masih terlihat jelas selama implementasi JKN.

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada 2015 masih mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup , masih jauh dari target 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH) pada 2015.

Bahkan, Indonesia memiliki jumlah kematian ibu yang cukup besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara pada 2017. Saat itu, kematian ibu di Indonesia mencapai 177 kematian per 100.000 kelahiran hidup, Thailand (20), Brunei (23), Malaysia (40), Vietnam (54), dan Filipina (144).

Baca juga: 6 Hal yang Harus Diketahui soal Vaksinasi Covid-19 untuk Ibu Hamil

Masalah ongkos transportasi dan jarak

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 membuka temuan bahwa 16% persalinan masih terjadi di rumah. Melahirkan di rumah akan meningkatkan risiko komplikasi seperti perdarahan pasca persalinan atau kejang pada kehamilan yang berujung pada kematian ibu.

Jumlah ibu yang memeriksakan kandungannya hingga 4 kali selama kehamilan baru mencapai 74%, belum memenuhi target 76%.

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap aksesibilitas pelayanan kesehatan, di antaranya distribusi dan lokasi fasilitas kesehatan, jarak tempuh, transportasi dan biaya.

Dalam konteks biaya, setidaknya ada dua jenis biaya untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan yakni biaya langsung untuk pelayanan kesehatan (jasa dokter dan vitamin) di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan rumah sakit. Biaya ini sudah ditanggung oleh JKN.

Satu lagi biaya tidak langsung tapi juga ikut berpengaruh. Misalnya, ongkos transportasi menuju Puskesmas dan rumah sakit dan biaya untuk orang yang menunggu atau mengantar di rumah sakit, seperti beli makan dan minum.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 pada Ibu Hamil, Ini Efek Samping yang Umumnya Terjadi

Jauhnya jarak tempuh dan mahalnya biaya transportasi antara rumah dan Puskemas atau rumah sakit merupakan masalah yang umum yang terjadi di daerah infrastruktur yang jalannya belum bagus dan di kelompok miskin.

Semakin jauh jarak rumah sakit atau Puskesmas dengan rumah berhubungan dengan rendahnya persalinan di fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Sebab, jarak yang jauh membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya lebih besar.

Masalah ini bukan “khas” di luar Jawa.

Sebuah analisis data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan disparitas pemeriksaan kehamilan di daerah masih terjadi sampai saat ini.

Perempuan di Indonesia timur cenderung mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan kehamilan. Beberapa daerah yang tidak tergolong daerah terpencil di Pulau Jawa pun ikut merasakan kesulitan mengakses pelayanan kesehatan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com