Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Catatan Kaki yang Penting Dilakukan Organisasi Riset BRIN

Kompas.com - 18/07/2021, 20:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Carunia Mulya Firdausy

Kehadiran Badan Riset dan Inovasi Nasional atau disingkat BRIN sudah menjadi harga mati dan tidak bias ditawar-tawar lagi.

Badan ini telah dibentuk dengan dasar hukumnya yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Lewat Perpres tersebut, akan diatur antara lain BRIN membawahi empat lembaga penelitian yang dilebur menjadi satu menjadi OPL di lingkungan BRIN (baca Pasal 69 ayat 2 tentang Ketentuan Peralihan Perpres 33/2021).

Baca juga: Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bagaimana agar Efektif dan Inovatif?

Empat lembaga tersebut adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Namun belakangan ini terungkap wacana, bahwa struktur organisasi BRIN khususnya tekait dengan lembaga penelitian akan berbentuk Organisasi Riset (OR) dan bukan lagi menjadi Organisasi Pelaksana Litbangjirap (OPL) atau penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan.

Organisasi Riset ini nantinya, merupakan peleburan dari beberapa institusi penelitian yang sebelumnya bernaung dalam Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) dan Lembaga Pemerintah Kementerian (LPK).

Beberapa contoh OR dimaksud, yakni OR Ilmu Pengetahuan Hayati, OR Ilmu Pengetahuan Tehnik, OR Ilmu Pengetahuan Kebumian, dan OR Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora untuk mewadahi Pusat-pusat Riset (PR) di lingkungan LIPI.

Selain itu juga, OR Pengkajian dan Penerapan Teknologi (untuk PR di lingkungan BPPT), OR Keantariksaan (untuk PR di LAPAN), OR Ketenaganukliran (untuk PR di BATAN), dan OR mewadahi PR dalam lingkup LPK (seperti, OR Kesehatan, dan OR Pertanian).

Dalam pembentukan OR tersebut, diungkapkan perlu memenuhi kriteria tertentu seperti jumlah SDM, jejaring yang telah dibangun (track record), dan kemandirian sumber pendanaan.

Yang disebut terakhir ini merupakan dibentuknya BRIN, agar dapat membalikkan ketergantungan tinggi pada dana penelitian dari sumber dana pemerintah ke sumber dana non-pemerintah.

Baca juga: LIPI Kembangkan Ventilator Sivenesia untuk Pasien Covid-19 Kritis

 

Muncul Masalah

Dari syarat-syarat pembentukan OR di atas, nyaris dapat dipastikan berbagai masalah akan muncul.

Masalah muncul khususnya terkait pada pusat-pusat riset berlabel pemerintah, apakah itu dalam kategori LPNK atau LPK yang tidak memenuhi syarat ketentuan OR.

Pusat-pusat riset tersebut akan otomatis bergabung dengan OR yang memiliki misi, tugas dan fungsi yang sama atau mendekati sama.

Dalam penggabungan tersebut, tentu tidak bebas masalah. Selain masalah dana retrukturisasi organisasi BIN, masalah sosial-psikologis dan budaya kerja diyakini menjadi masalah besar yang bakal dihadapi oleh SDM untuk menggabungkan diri pada OR yang dituju.

Baca juga: LIPI Deteksi 44 Kasus Covid-19 Varian Delta dari Sampel Karawang

Akibatnya, produktivitas dan efektivitas kerja peneliti yang tadinya diharapkan prima dibawah BRIN, justeru dapat menghasilkan sebaliknya.

Terkecuali jika nama OR tempat bermigrasinya SDM pusat riset tersebut berlabel baru sehingga tidak ada lagi dikotomi dan diskriminasi SDM pindahan dan bukan.

Begitu pula, untuk pusat-pusat riset yang mampu memenuhi ketentuan OR, masalah yang timbul antara lain terkait hilangnya nama besar institusi, terhambat atau tertundanya kerjasama yang telah terbina, dan infefisiensi penggunaan dana untuk sosialisasi, administrasi, infrasruktur OR, dan sebagainya.

Ini berakibat pencapaian amanat Undang-undang Non. 11 tahun 2019 Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan teknologi dan Perpres no. 33 tahun 2021 menghadapi jalan terjal.

Proses lepas landas untuk mengapai tujuan menjadi bertambah panjang, apalagi jika harus membalikkan komposisi sumber pendanaan pada sumber dana non-pemerintah. Lantas, apa gagasan alternatif yang dapat dilakukan BRIN?

Gagasan Alternatif

Dua gagasan alternatif yang perlu mendapat pertimbangan. Pertama, berupa gagasan konvensional yakni tetap memakai nama kelembagaan seperti sebelumnya.

Ini berarti empat nama LPNK yaitu LIPI, BPPT, BATAN dan LAPAN harus dipertahankan seperti apa adanya selama ini.

Namun, keempat LPNK tersebut wajib menyerahkan dirinya untuk bernaung dalam wadah BRIN.

Jika pun harus memakai label OR, penempatan kata OR tersebut dapat saja dicantumkan di masing-masing nama keempat Iembaga tersebut tanpa meleburkan ke dalam berbagai OR tersendiri.

Sedangkan, untuk Lembaga penelitian dibawah naungan LPK seperti Balitbang Kementerian Pertanian, Perdagangan, Kesehatan, dan sebagainya perlu dikordinasikan sepenuhnya oleh BRIN bersama dengan Kementerian terkait untuk membuat OR tersendiri atau tidak.

Namun jika jumlah peneliti di LPK tersebut terbatas, peneliti tersebut seyogyanya diperkenankan memilih 4 lembaga dalam naungan LPNK (LIPI, BPPT, LAPAN dan BATAN) atau bergabung dengan OR LPK sesuai dengan keinginan peneliti sendiri.

Cara ini relatif jauh lebih sederhana, ringkas, dan efisien, serta tidak mengganggu budaya kerja peneliti dan SDM pendukung di masing-masing lembaga.

Dengan cara ini, SDM dan berbagai critical mass (kuantitatif dan kualitatif) dapat dikerahkan secara produktif dan integratif dalam menghasilkan invensi dan inovasi yang menghasilkan komersialisasi.

Baca juga: LIPI Kembangkan Metode Kristalisasi untuk Mengelola Sampah Medis

 

Ekosistem penelitian juga tidak banyak berubah, sehingga tidak menimbulkan banyak kegaduhan yang tidak berarti.

Gagasan alternatif kedua, yakni menambah atau mengkompromikan bentukan 2 atau 3 OR yang khusus berlabel nomenklatur baru.

Misalnya, OR Ekonomi Maju 2045 atau OR Teknologi Digital atau OR Ekonomi Hijau atau OR Perubahan Iklim.

Intinya, penambahan atau kompromi pembentukan Organisasi Riset baru dikaitkan dengan cita-cita Indonesia menjadi negara maju 2045 atau permasalahan global kini dan mendatang, yang dapat menjadikan Indonesia sebagai rujukan dunia, baik dalam pengembangan kemanfaatan ilmu pengetahuan dan Teknologi (science for science), kebijakan (science for policy) dan kemanfaatan bagi umat manusia (science for society).

 

Dengan kata lain, penetapan OR dalam BRIN tidak hanya sebatas mengakomodasi LPNK dan LPK yang ada saja, tetapi juga dilengkapi dengan OR yang berorientasi pada tantangan dunia ke depan (reinventing the wheels).

Memang diakui, dalam pembentukan/kompromi OR baru ini bukan sesuatu yang sim salabim jadi.

Baca juga: LIPI Buka Lowongan CASN, Talenta Unggul di Bidang Riset Teknologi Mineral dan Lingkungan

Pembentukan Organisasi Riset seperti ini, awalnya akan banyak memerlukan sumber daya. Besar kecilnya sumber daya dimaksud tergantung pada jenis OR yang dibangun.

Untuk OR ekonomi Maju 2045, misalnya, kebutuhan sumber dayanya relatif dapat dipenuhi dengan serta merta.

Pasalnya, Indonesia telah memiliki modalitas sumber daya baik SDM, jejaring di dalam dan luar negeri, dan pengalaman untuk berkontribusi pada level global di bidang ekonomi.

Namun, untuk OR Perubahan Iklim atau Teknologi Digital, lebih memerlukan sumber daya yang relatif lebih besar sehinga perlu waktu lama untuk menjadi kompetitif.

Analisis manfaat dan kerugian pembentukan OR ini perlu kalkukasi yang dalam dan terukur baik manfaat dan mudharatnya.

Apalagi, pemerintah memiliki dana sangat terbatas ditengah-tengah kebutuhan mengatasi pandemi Covid-19.

Pendek kata, pembentukan OR berorientasi “big things” ini, dapat belajar dari pengalaman Apple, Google, dan Amazon.

Institusi atau perusahaan ini kini menjadi besar dan mendunia berawal dari ide besar dengan kemampuan sumberdaya kecil (Big things have small beginning).

Di luar syarat-syarat perlu diatas, syarat mutlak yang harus dibenahi BRIN, yakni dalam hal manajemen dan sinergi dari seluruh stakeholders atau yang sering disebut ABG (Academicians, Business, dan Government).

Kesatuan tiga komponen ini, jangan lagi terpecah-pecah dari ekosistem penelitian dan apalagi mengikuti kemauannya sendiri-sendiri, seperti terjadi sebelumnya, sehingga kembali menimbulkan tumpang tindih penelitian, dana mubazir, tumpukan laporan penelitian, dan lain-lain.

Jika catatan kaki tersebut tidak dilakukan, kehadiran BRIN hanya berupa bongkar pasang lembaga belaka, layaknya lagu lama dengan penyanyi baru.

 

Carunia Mulya Firdausy

Deputi Menistek Bidang Dinamika Masyarakat 2005-2010 dan Profesor Riset Puslit Ekonomi-LIPI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com